Calon Soroti Internal Komnas HAM

Cahya Mulyana
18/5/2017 07:02
Calon Soroti Internal Komnas HAM
(Moderator, Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong memimpin dialog publik calon anggota Komnas HAM 2017-2022 yang lolos seleksi tahap II di Kementrian Hukum dan HAM RI, Jakarta, Rabu (17/5). -- MI/Ramdani)

ROTASI pimpinan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dinilai dapat menghancurkan muruah lembaga itu di mata publik. Pergantian jabatan ketua setiap satu tahun dianggap menghambat kinerja dan melunturkan soliditas organisasi.

“Rotasi jabatan ketua Komnas HAM itu tidak boleh diulang karena merusak tanggung jawab, konsolidasi internal, dan membuat iklim politik tidak sehat,” ungkap salah satu calon komisioner Komnas HAM periode 2017-2022 Mochammad Choirul Anam pada dialog publik terkait dengan seleksi calon komisioner Komnas HAM, di Gedung Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, kemarin.

Dialog yang diikuti 60 calon komisioner Komnas HAM itu dibagi dalam tujuh kelompok. Kelompok I dan II mendapat kesempatan pertama, kemarin, dengan dimoderatori Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong. Pesertanya Achmad Romsan, Sandriyati Moniaga, Mochammad Choirul Anam, Amiruddin, Andy William P Sinaga, Anggara, Wibowo Alamsyah, Antun Joko Susmana, Arimbi Heroepoetri, Bahrul Fuad, Beka Ulung Hapsara, Binsar Antoni Hutabarat, Bunyan Saptomo, Chrismanto P Purba, dan Dedi Ali Ahmad.

Menurut Choirul Anam, kepemimpinan di Komnas HAM harus kuat dengan mengubah sistem rotasi jabatan ketua. Sosok ketua tidak terlalu penting karena kepemimpinan lembaga itu bersifat kolektif kolegial. Mereka mengusung semangat kesetaraan dalam menentukan setiap kebijakan lembaga.

“Karena itu, kalau rotasi cukup setiap 2,5 tahun, karena yang paling penting bukan siapa yang memimpin, melainkan bagaimana menjalankan organisasi secara kolektif kolegial, komitmen dan kemampuan bersama untuk bekerja,” paparnya.

Peserta lain, Anggana, menjelaskan rotasi kepemimpinan Komnas HAM tidak perlu terjadi lagi karena hanya akan menghabiskan waktu dan energi komisioner. Lebih baik lembaga itu fokus bekerja menuntaskan pekerjaan untuk kepentingan publik.

“Bagusnya tidak lagi ada sistem rotasi ketua. Kalau ketua baru pasti butuh waktu beradaptasi atau pe­ngenalan dan kalau tiap tahun berganti tentu akan membuang waktu tidak sedikit,” jelasnya.

Kinerja
Sandriyati Moniaga menyoroti minimnya capaian kinerja Komnas HAM periode ini tak lepas dari lemahnya soliditas komisioner. Selaku peserta petahana, dia mengharapkan lima tahun ke depan lembaga itu bangkit dan berubah agar bisa tuntaskan semua pekerjaan.

“Saya ingin menekankan, ke depan perlu Komnas HAM yang memiliki visi baru,” kata dia.

Menurut dia, setiap kebijakan yang akan diputuskan harus berdasarkan kesepahaman semua komisioner. Pemulihan wibawa lembaga juga harus dirumuskan supaya Komnas HAM kembali dipercaya masyarakat.

Pandangan senada dilontarkan Sandritayati. Menurut dia, komisoner periode lima tahun ke depan perlu menuntaskan kesenjangan internal dan eksternal. Karena itu, perlu visi bersama tentang penegakan HAM, tidak hanya terhadap korban tetapi untuk semua pihak, termasuk akademisi yang memahami konsep negara hukum secara utuh dan kritis.

“Jujur saja, selama ini renstra hanya dijalankan beberapa komisioner dan staf sehingga tidak mengherankan hasil yang dicapai jauh dari harapan masyarakat.” (P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya