Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
POLITIKUS Partai Hanura Miryam S Haryani menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi lewat jalur praperadilan. KPK dianggap tidak berwenang menyidik tersangka kasus dugaan pemberian keterangan palsu di pengadilan.
Namun, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menilai alasan Miryam itu tidak tepat untuk dimasukkan sebagai objek praperadilan. Dasarnya, kata dia, Pasal 77 KUHAP sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015. Dasar lainnya, Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.
Berdasarkan ketentuan itu, jelas Setiadi, objek praperadilan hanya terkait dengan proses penyidikan, penetapan tersangka, penggeledahan, hingga penahanan. Karena itu, pengadilan negeri tidak berwenang memeriksa dan memutus objek gugatan Miryam.
“Gugatan tentang pasal yang menjeratnya itu sudah sepatutnya ditolak atau setidaknya dinyatakan tidak dapat diterima pengadilan,” tegas Setiadi di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.
KPK menjerat Miryam dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Miryam disangka memberikan keterangan palsu di pengadilan tipikor terkait dengan perkara korupsi proyek pengadaan KTP-E dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Miryam ditetapkan sebagai tersangka karena ia mencabut seluruh berita acara pemeriksaan (BAP) dalam perkara tersebut.
Menurut Setiadi, KPK punya dasar hukum yang kuat untuk menetapkan Miryam sebagai tersangka karena komisi antirasywah dibentuk untuk memberantas korupsi. Pasal 22 UU Tipikor yang digunakan menjerat Miryam, kata dia, masuk tugas dan kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf c UU KPK.
Lagi pula, lanjutnya, dalam Bab III Pasal 22 UU Tipikor mengatur soal tindak pidana lain berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Karena itu, KPK menyimpulkan apa yang dilakukan Miryam masuk ke kategori tindak pidana korupsi.
Kasus tipikor yang menggunakan Pasal 22, ucap Setiadi, bukan kali pertama. Sejumlah kasus yang dijerat pasal itu, antara lain, kasus Muhtar Eppendy. Pengadilan tipikor menyatakan Muhtar terbukti bersalah merintangi penyidikan dan memberikan keterangan palsu terkait dengan perkara suap penanganan sengketa pilkada yang melibatkan Akil Mochtar. Pasal yang sama juga diterapkan dalam kasus Romi Herton pada 2015, H Budi Aljufri pada 2015, dan Said Faisal Muchlis pada 2014.
Tidak sama
Pengacara Miryam, Aga Khan, berkukuh kasus kliennya berbeda dengan Muhtar Ependy. Dalam kasus Muhtar, kata dia, perkara intinya sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Sementara itu, dalam kasus Miryam, perkara intinya korupsi KTP-E masih dalam proses persidangan. “Kalau kita ini beda, perkara intinya belum putus, kan? Belum penuntutan, masih pemeriksaan saksi-saksi,” jelas Aga.
Untuk memperkuat argumentasi hukum tersebut, dalam sidang lanjutan hari ini, tim pengacara Miryam bakal menghadirkan dua saksi ahli. (Mtvn/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved