Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
DPR akan mempersempit ruang penafsiran terhadap rumusan pasal penodaan agama dalam rancangan KUHP yang tengah dibahas bersama dengan pemerintah.
Menurut anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani saat diskusi yang bertajuk Penghapusan Pasal 156a UU KUHP, Pasal Karet di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, kemarin, hal itu dilakukan untuk menghindari adanya multitafsir terhadap pasal penodaan agama selama ini.
Untuk diketahui, pasal penodaan agama yang sebelumnya tertuang pada Pasal 156a KUHP berbunyi, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: (a) yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, (b) dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam RKUHP yang kini tengah dibahas oleh DPR bersama pemerintah, pasal serupa tertuang dalam Pasal 348 yang berbunyi, setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap agama di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Untuk mempersempit ruang penafsiran, pasal itu pun mendapat catatan dari DPR agar pemerintah merumuskan perbuatan-perbuatan apa saja yang masuk ke kategori penghinaan agar nanti penerapannya tidak bersifat subjektif.
“Fraksi-fraksi meminta pemerintah memberikan penjelasan terhadap pasal itu apa yang dimaksud penghinaan terhadap ajaran agama yang ada di Indonesia,” katanya.
Menurut Arsul, semua fraksi menyetujui rumusan pasal tersebut. Namun, sayangnya, masyarakat sipil justru menghendaki agar pasal tersebut dihapuskan sama sekali. “Itu yang tidak kami sepakat. Paling tidak mayoritas fraksi tidak sepakat dengan usulan (penghapusan pasal penodaan agama) itu,” ujarnya.
Saat ini, dari 786 pasal yang ada di dalam RKUHP sudah 745 pasal yang dibahas.
Arsul mengungkapkan masih ada beberapa isu yang belum disepakati dalam RKUHP tersebut, seperti soal hukuman mati dan pasal penghinaan kepada kepala negara.
Arsul mengingatkan masyarakat yang tidak puas dengan Pasal 156a KUHP soal penodaan agama karena mengganggap sebagai pasal karet dapat melakukan gugatan uji materi ke Mahmakah Konstitusi (MK).
“Pasal 156a tetap mengatur penodaan agama. Pasal ini pernah digugat ke MK pada 2010 dan 2012 karena dinilai bertentangan dengan konstitusi. Namun, memutuskan pasal itu tidak bertentangan dengan konstitusi,” kata Arsul.
Setuju
Pengamat hukum dan tata negara Refly Harun setuju pasal penodaan agama tidak boleh memunculkan interpretasi yang beragam. Peraturan yang baik ialah peraturan yang dirumuskan tidak menimbulkan multitafsir dalam implementasinya.
Ia memberikan rekomendasi agar penerapan pasal penodaan agama tidak menjadi pasal yang multitafsir.
Pertama, ia mendorong agar DPR dan pemerintah segera merampungkan pembahasan RKUHP. Kedua, kalaupun pasal itu kembali digugat ke MK dan MK memutuskan untuk tidak membatalkan, MK harus memberikan batasan seseorang bisa dijerat oleh pasal tersebut.
“Pertama, kalau perkataan seseorang harus bisa dikualifikasi sebagai hate speech, yakni betul-betul ujaran kebencian. Kedua, harus ada tindakan nyata yang memang menistakan atau menodai (agama), misalnya menginjak-nginjak kitab suci.’’ (P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved