Pengertian Dangkal Memecah RI

Indriyani Astuti
17/5/2017 06:26
Pengertian  Dangkal Memecah RI
(Presiden RI Joko Widodo memberikan sambutan pada Kongres XIX Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang dipusatkan di Aula Masjid Agung Darussalam Palu, Selasa (16/5). -- MI/M Taufan SP Bustan)

KEBINEKAAN dan keberagaman ras, suku, adat, dan agama yang sejak dulu menjadi identitas bangsa Indonesia dalam persatuan kini mulai dipereteli dan digolong-golongan. Hal itu akibat pengertian dangkal dan melenceng dari keilmuan tentang riwayat nenek moyang.

Kerisauan para ahli arkeologi tersebut mengemuka dalam seminar bertajuk Kebinekaan, Warisan Budaya Nusantara dalam Tantangan Masa Kini dan Mendatang yang digelar Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komisaris Daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi di Gedung Balai Agung, Balai Kota, Jakarta, kemarin.

Pengurus Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) W Djuwita Sudjana Ramelan mengatakan kesimpangsiuran informasi tentang asal usul dan nilai budaya telah dijadikan isu politik pemecah belah bangsa. “Perbedaan yang tadinya berdampingan menjadi berhadapan. Yang tadinya saling melengkapi menjadi menegasi.”

Menurut Djuwita, kondisi tersebut timbul karena konsep-konsep seperti tole­ransi, kebinekaan, identitas, dan pluralisme diartikan secara dangkal. Pengertian yang benar atas konsep-konsep itu tidak lagi dicari dalam literatur, tapi dicerna melalui tradisi lisan, obrolan di media sosial, dan bukan berasal dari ahli.

“Ada pula yang menafsirkan karena kepentingan kelompok tanpa diteliti sejarahnya dengan benar,” imbuh dia.

Akibatnya, lanjut Djuwita, toleransi yang dulu dianggap sebagai salah satu identitas kini ditanggapi sebagai keberpihakan pada yang berseberangan pemikiran dan keyakinan.

IAAI merasa masyarakat memerlukan pemahaman yang benar atas konsep-konsep yang menjadi identitas budaya dan bangsa. Faktanya, keberagaman di Nusantara sudah berlangsung sejak masa prasejarah hingga kini.

Dalam sudut pandang budaya serta genetika, tidak ada lagi sebutan asli atau pribumi bagi manusia Indonesia karena adanya percampuran. Ahli genetika yang juga ilmuwan Lembaga Biologi Molekular Eijkman Herawati Sudoyo memastikan hal itu sesuai dengan hasil penelitian genetika di laboratorium Lembaga Eijkman ditambah dengan penelitian di lapangan terkait dengan bahasa, etnografi, antropologi, arkeologi, dan sejarah.

Dijelaskan Hera, temuan arkeologi menunjukkan Indonesia telah didiami manusia modern sejak 50 ribu tahun lalu. Migrasi pertama dari Afrika, asal muasal manusia modern melewati paparan Sunda (Sumatra, Kalimantan, dan Jawa masih bersatu).

Migrasi kedua, sambung Hera, sekitar 30 ribu-15 ribu tahun lalu masuk ke Nusantara. Gelombang ketiga migrasi manusia ke kepulauan Nusantara yang terjadi 6.000 tahun lalu berasal dari Formosa atau dikenal saat ini dengan Taiwan.

Migrasi gelombang keempat melalui perdagangan dengan India, Arab, dan Tiongkok, yang hasilkan pembaur­an.

Amanah untuk dijaga
Presiden Joko Widodo dalam pidatonya saat menghadiri Kongres XIX Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Aula Masjid Agung Darussalam Palu, kemarin, mengaku terpukul dan sangat sedih melihat beberapa elemen bangsa saling menghujat, menjelekkan, memfitnah, dan menolak perbedaan.

“Itu semua hal-hal yang tidak produktif. Kita bersaudara sebangsa dan setanah air, tapi kok begitu. Buatlah hal-hal yang baik dan berguna,” ajak Presiden.

Dia mengingatkan masyarakat di Indonesia berbeda dan beraneka ragam, tetapi itulah kekuatan bangsa ini. Indonesia mendapatkan amanah menjaga persatuan di tengah keberagaman dengan 17 ribu pulau, 500 lebih kabupaten/kota, 33 provinsi, 714 suku, 1.100 bahasa lokal.

“Bangsa mana seberagam kita? Ini takdir Allah SWT yang diberikan untuk dirawat dan dijaga, bukan untuk dipecah belah,” tegas Jokowi. (TB/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya