Evaluasi Tata Kelola Komnas HAM

Pol/P-4
16/5/2017 08:09
Evaluasi Tata Kelola Komnas HAM
(Grafis/Duta)

PENYELESAIAN masalah hak asasi manusia (HAM) masa lalu yang berlarut-larut menunjukkan kondisi riil perlindungan nilai kemanusiaan saat ini. Buruknya tata kelola internal di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dianggap menjadi salah satu penyebabnya.

Hal itu menjadi catatan Koalisi Selamatkan Komnas HAM. Menurut Kepala Divisi Kontras Feri Kusuma, lambatnya pengusutan kasus disebabkan Komnas HAM didera persoalan internal. Koalisi, lanjut Feri, menyoroti persoalan internal di tubuh Komnas HAM seperti masa jabatan pimpinan yang setahun sekali berganti, dari sebelumnya dua tahun enam bulan. Ada kesan jabatan pimpinan jadi rebutan. Perubahan tata tertib itu membawa implikasi buruk.

“Secara internal, terjadi konflik di antara para komisioner, juga terjadi konflik berkepanjangan di antara para anggota staf,” ucap Feri.

Ada pula indikasi kepentingan politik anggota komisioner. “Kepentingan politik ini ada yang diduga untuk melemahkan kinerja Komnas HAM dan ada juga untuk mengakses fasilitas Komnas HAM,” ucap Feri sembari mencontohkan kasus perebutan mobil Camry dan fasilitas lain yang pernah mengemuka di publik.

“Ada temuan BPK terkait dengan indikasi korupsi,” lanjutnya. Ia menjelaskan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi korupsi dalam pengelolaan keuangan Komnas HAM. Salah satunya realisasi belanja barang dan jasa berindikasi fiktif sekitar Rp820 juta. Terdapat 671 bukti berbentuk nota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Ketua YLBHI Asfinawati mengatakan perlu evaluasi sistem dan seleksi calon anggota pemilihan Komnas HAM. Ke depan, komisioner harus menguasai masalah dan berani menyuarakan pembelaan HAM. Apalagi, masalah HAM semakin kompleks dengan melebarnya ketimpangan pendapatan dan masih ada masyarakat yang belum menikmati keadilan sosial.

“Pimpinan Komnas HAM ke depan tidak boleh mengabaikan aspek internalnya. Komnas HAM harus membenahi organisasinya melalui restrukturisasi agar seluruh fungsi, peran, ataupun kegiatan Komnas HAM berjalan secara sistemis,” ujarnya.

Pada kesempatan sama, aktivis Walhi Khalisa Khalid mengkritik kinerja Komnas HAM dalam penanganan ribuan kasus konflik agraria dan perebutan sumber daya alam yang dilaporkan publik ke lembaga itu.

Khalisa mencontohkan, pada 2012 sampai 2016, tercatat ada 1030 kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilaporkan publik ke Komnas HAM, khusus soal konflik agraria dan perebutan SDA saja. Namun, menurut dia, sampai sekarang nasib penanganan mayoritas kasus itu belum jelas. (Pol/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya