Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
MENTERI Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuai kecaman setelah membocorkan data KTP elektronik (KTP-E) Veronica Koman, orator yang mengkritik pemerintahan Joko Widodo.
Tjahjo membocorkan data Veronica ke sebuah grup percakapan Whatsapp (WA).
Veronica melontarkan kritik terhadap Presiden Jokowi saat berpidato di depan LP Cipinang, Jakarta, Selasa (9/5), tidak lama setelah Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis hukuman dua tahun penjara kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Ia menyebut kualitas keadilan pada rezim Presiden Joko Widodo saat ini lebih parah jika dibandingkan dengan pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono. Orasinya itu menjadi viral di media sosial.
Kritikan itu mengundang komentar keras Tjahjo yang kemudian menyebarkan identitas Veronica ke grup WA tersebut.
Gema Demokrasi, sebuah koalisi berbagai LSM dan pegiat HAM dan kebebasan sipil, menyebut dalam pernyataannya, Tjahjo telah melakukan tindakan abuse of power atau tindakan sewenang-wenang dan menyalahgunakan kekuasaan.
Mendagri juga dianggap telah melanggar hak atas privasi warga negara yang merupakan hak asasi manusia (HAM).
"Tindakan ini sangat berbahaya bagi penghormatan dan perlindungan HAM, keselamatan, dan keamanan pribadi warga negara dan keluarga," tandas pegiat Gema Demokrasi Asep Komaruddin, kemarin.
Terkait dengan upaya hukum yang hendak ditempuh Tjahjo, menurut Asep, Mendagri seharusnya paham bahwa aturan penghinaan terhadap kepala negara sudah melewati proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Jika Presiden Jokowi merasa difitnah atau dicemarkan nama baiknya, Presiden sendiri yang harus melaporkan ke polisi, bukan mendagri selaku pembantu presiden.
Terpisah, Sekretaris Jenderal AJI Arfi Bambani berharap media tidak ikut menyebarluaskan data-data pribadi seseorang tanpa seizin pemiliknya.
Arfi mengingatkan tindakan menyebarluaskan identitas orator itu tidak dapat dibenarkan menurut aturan undang-undang, juga kode etik jurnalistik.
Dalam Pasal 79 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tetang Administrasi Kependudukan disebutkan, data perseorangan dokumen kependudukan harus dilindungi kerahasiaannya.
"Karena orator itu bukan pejabat publik, tidak ada hak bagi pers mengungkapkan identitasnya tanpa seizin yang bersangkutan," tandasnya.
Tanyakan motif
Tjahjo pun memberikan pembelaan atas reaksinya terhadap Veronica.
Ia menegaskan penahanan terhadap Basuki alias Ahok tidak ada kaitannya dengan Presiden Jokowi.
Pemerintah tidak bisa mengintervensi proses hukum.
"Soal Veronica, dia menuduh rezim Jokowi. Lo apa hubungannya rezimnya Pak Jokowi dengan putusan hukum Pak Ahok?" ujarnya seusai pelantikan kepala daerah, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Tjahjo ditanya pers tentang perilaku reaktifnya terhadap Veronica.
Tjahjo mengatakan pemerintah tidak pernah melarang warganya untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
Namun, dirinya terkejut saat ada warga negara yang menyalahkan Presiden Jokowi atas penahanan Ahok.
Tjahjo mengaku ingin mengetahui motif Veronica dan mengaku siap diajak berdialog dan menegaskan siap membela Jokowi.
Untuk itu, ia memberikan waktu satu pekan kepada Veronica untuk mengklarifikasi orasinya.
Tjahjo juga menuntut permintaan maaf.
Jika diabaikan, ia akan melaporkannya kepada polisi.
"Saya memperingatkan (Veronica) sebagai bagian dari rezim dari Pak Jokowi, bukan pribadi," pungkasnya. (P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved