Ketatnya Sistem Anggaran DKI Jakarta yang Dirancang Basuki

Intan Fauzi/MTVN
11/5/2017 12:40
Ketatnya Sistem Anggaran DKI Jakarta yang Dirancang Basuki
(Ist)

KORUPSI yang masih sering terjadi di birokrasi pemerintahan menjadi momok masyarakat. Sehingga perlu ada sistem yang mengeliminirnya.

Sistem e-budgeting Pemprov DKI yang dibuat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok disebut-sebut ampuh untuk menangkal mafia anggaran bermain dalam APBD. Lalu seberapa ketat sistem yang dibuat Ahok tersebut?

Salah satu staf Ahok, Ismail Al-Anshori mengatakan dalam menyusun anggaran biasanya pembuatan rekening belanja atau account dibuat pertama kali. Proses ini biasanya dilakukan dan diawasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).

"Account itu semacam posnya pos apa, misalnya pos belanja perlengkapan kantor," ujar Ismail kepadadi Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (10/5) saat menjelaskan teknis e-budgeting yang diterapkan di Pemprov DKI Jakarta saat ini.

Kemudian setelah ditetapkan accountnya, lanjut Ismail, baru komponen belanjanya dimasukkan. Dalam hal ini, satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tidak dapat memasukkan harga komponen belanja dengan sendirinya. Harga sudah ditetapkan oleh Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD).

Ismail bilang, anggaran disusun berdasarkan usulan kegiatan dari tiap bidang di SKPD. Kegiatan dimasukkan dalam account yang dibuat oleh kepala SKPD. Kalau dulu, lanjut Ismail, siapapun dapat memasukan kegiatan sendiri.

"Nah kemarin dibikin kepala SKPD buat accountnya. Account dipegang sekretaris dinas. Dikasih lagi ke kepala bagian penganggaran. Dia yang masukin nama kegiatan, jadi orang-orang kepala seksi harus masukin dulu ke sana, kalau disetujui sekretarisnya baru masukin kegiatan dalam sistem. Kalau sudah masukin dalam sistem, baru orang-orang bidang bisa ngisi," jelasnya lagi.

Jika SKPD ingin melakukan perubahan, SKPD harus bersurat ke Bappeda atau BPAD. Kalau nama kegiatan yang ingin diubah, maka SKPD harus meminta Bappeda untuk membuka kunci kegiatan dan mengubah namanya. Lain halnya kalau yang ingin diubah ialah jumlah komponen belanja. SKPD harus bersurat pada BPAD.

"Jadi dalam menyusun anggaran itu ada tiga level, ada Bappeda di level kegiatan, BPAD level rekening dan komponen, dan level Kepala Dinas untuk bisa ubah input," tukasnya.

Kelebihan lainnya dari sistem e-budgeting tersebut, Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki akses untuk memantau penyusunan anggaran. Ismail mengatakan, kalau sistem yang lama, biasanya KPK dan BPK harus meminta dulu draft anggaran baru bisa memeriksa.

"Mereka punya akses supaya memeriksa anggaran. Begitu input bisa langsung periksa. Kalau dulu kan pakai Excel, misal BPK atau KPK mau periksa harus minta dulu kirim via email, lama waktunya, bisa diubah dulu atau enggak, kita enggak tau. Kalau sekarang, begitu kami input bisa langsung dimonitor," tutup Ismail.(OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya