Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SEKELOMPOK aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah menghapus Pasal 156a terkait penodaan agama. Pasal yang merujuk pada Undang-undang PNPS Nomor 1 tahun 1965 itu dinilai sudah tidak lagi relevan.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani menilai saat ini momentum yang tepat untuk menghapus pasal tersebut. Terlebih, DPR dan pemerintah sedang membahas revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Saya rasa ini momentum yang sangat tepat untuk dihapuskan," kata Yati dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/5).
Menurut Yati, sudah banyak peristiwa atau kasus yang menggunakan pasal penodaan untuk menjustifikasi kepentingan politik atau kelompok. Pasal penodaan agama, menurutnya juga terlalu multitafsir dalam hal definisi.
Makanya, kata dia, pasal ini mudah dijadikan alat untuk menyerang orang lain atau mendorong kepentingan politik. Jika itu yang terjadi, tujuan penggunaan aturan bukan lagi murni untuk penegakan hukum.
"Kasus Ahok adalah salah satu contoh. Salah satu ya, dari sejumlah kasus yang terjadi," ungkap dia.
Menurut Adinda Tenriangke Muchtar, perwakilan SuaraKebebasan.org, pasal penodaan agama dewasa ini rentan digunakan untuk mengapitalisasi satu kelompok atas nama suka atau tidak suka.
"Bersama koalisi masyarakat sipil, kita ingin mengajukan judicial review soal pasal penodaan agama," ungkap Adinda.
Adapun Benny Susetyo mengatakan, Pasal 156a yang merujuk pada UU PNPS nomor 1 Tahun 1965 merupakan produk Hindia Belanda. Sejarah mencatat aturan itu digunakan rezim kala itu untuk menggulingkan lawan politik. (MTVN/X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved