Rapat Kerja dengan OSO Dinilai Ilegal

Astri Novaria
08/5/2017 07:45
Rapat Kerja dengan OSO Dinilai Ilegal
(Oesman Sapta Odang -- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

KETUA Ikatan Keluarga Alumi FISIP Universitas Kristen Indonesia (UKI) Clifton Hutasoit meminta Presiden Joko Widodo menginstruksikan seluruh menteri Kabinet Kerja tidak mendatangi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang kini dipimpin Oesman Sapta Odang (OSO).

“Kami meminta seluruh kementerian tidak mendatangi DPD di bawah pimpinan OSO karena terjadi dualisme (kepemimpinan) di DPD dan (kepemimpinan OSO) ilegal. Kita juga minta mitra kerja DPD tidak menghadiri undangan rapat OSO dan pimpinan DPD lainnya karena kebijakan yang diambil akan ilegal,” ujar Clifton Hutasoit dalam diskusi di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, dalam situasi dualisme di DPD tidak seharusnya OSO mengambil keputusan karena dapat berbahaya bagi bangsa dan negara. Jika pejabat negara mengikuti rapat dengan DPD versi OSO, itu sama saja dengan melegalkan kepemimpin­an OSO.

Pada kesempatan yang sama, anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Nasional (PBHI) Julius Ibrani akan melaporkan Wakil Ketua Mahkamah Agung Suwardi ke Komisi Yudisial karena mengangkat OSO berserta Nono Sampono dan Darmayanti Lubis sebagai pimpinan DPD.

Kesalahan fatal yang dilakukan Suwardi, menurut Julius, ialah menggantikan Ketua MA Muhammad Hatta Ali yang sedang berada di luar negeri pada waktu itu untuk melantik pimpinan DPD periode 2017-2019.

“Kami yakin betul KY akan memeriksa detail, kami beri bukti rekaman rapat, risalah rapat sidang paripurna, ditambah analisis hukum ke KY. Kami masih berpikiran positif. Seandainya KY tidak mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Suwardi, kami akan menempuh jalur hukum lain,” ucap Julius.

Selain itu, pihaknya akan menggugat Suwardi ke pengadilan tata usaha negara untuk mengkaji ulang prosedur dan dasar hukum yang dilakukan MA dalam melantik pimpinan DPD periode 2017-2019. “Kami harap dapat dikeluarkan rekomendasi untuk mencabut SK kepemimpinan OSO dan lainnya itu karena tidak sah,” imbuhnya.

Harus diproses
Direktur Indonesia Human Rights Commite for Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan menganggap usulan penambahan dua pemimpin DPD sebagai langkah rekonsiliasi untuk menengahi konflik internal DPD jangan mengesampingkan urusan hukum yang perlu diproses.

“Ya, katakanlah itu alternatif solusi yang ditawarkan sebagai langkah politik, tapi ada konteks hukum yang harus dilalui. Menurut saya, ini baiknya untuk DPD RI periode mendatang bukan sekarang agar tidak ada masalah baru. Sekarang sudah darurat ketatanegaraan yang akan berimplikasi pada darurat hukum,” pungkasnya.

Mahkamah Agung sebelumnya telah membatalkan Peraturan DPD No 1 Tahun 2016 tentang Tata Tertib yang memotong masa jabatan pimpinan DPD dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun. Itu artinya OSO tidak bisa menjadi Ketua DPD karena kepemimpinan masih dipegang Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dan kawan-kawan. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya