Karangan Bunga Dinilai sebagai Bentuk Ekspresi Silent Majority

Intan Fauzi
04/5/2017 17:53
Karangan Bunga Dinilai sebagai Bentuk Ekspresi Silent Majority
(ANTARA)

AHLI Psikologi Politik Hamdi Muluk melihat fenomena kirim bunga secara massal bukan rekayasa. Ia menilai, karangan bunga memang bentuk ekspresi dari kelompok yang selama ini diam melihat situasi negara yang gaduh belakangan ini.

"Jadi ini ekspresi dari silent majority," tegas Hamdi pada Metrotvnews.com, Kamis (4/5).

Silent majority ini, menurut Hamdi, kebanyakan berasal dari kalangan menengah ke atas yang kurang suka jika harus berekspresi dengan cara turun ke jalan. Karenanya, mereka bersedia membeli karangan bunga yang harganya ratusan ribu sampai jutaan rupiah.

Hamdi menjelaskan, ekspresi tersebut merupakan simbol keprihatinan mereka terhadap kondisi bangsa saat ini. Mereka sudah capek dengan penggunaan politik identitas dalam berdemokrasi.

"Ini gejala (politik identitas) berlangsung dari zaman Pilpres, belum pernah politik identitas dalam bentuk suku, agama, ras ini dimainkan dengan sangat keras. Zaman Pilpres sudah ada juga kan dengan Tabloid Obor, tapi mental. Buktinya Jokowi tetap terpilih. Nah, di Pilkada DKI kembali terjadi dengan pemakaian agama," jelas Hamdi.

Penggunaan politik identatis dirasakan paling keras saat Pilkada DKI 2017 dilangsungkan. Hal itu sebetulnya menimbulkan kecemasan pada warga.

Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu mengatakan, selama ini mereka yang cemas lebih memilih diam. Ketakutan muncul pada diri mereka jika berekspresi dikarenakan kelompok yang dianggap anti-Pancasila dan intoleran lebih lantang menyuarakan ekspresinya.

"Sekarang yang terjadi mayoritas yang selama ini diam melihat adanya politisasi agama dan suku, jadi cemas, menguatnya kelompok radikal, kelompok identitas yang turun ke jalan. Sementara orang ini enggak suka turun ke jalan. Dan kemarin ada yang memulai dengan mengirim bunga," terang dia.

Hamdi menampik aksi kirim bunga hanya sekadar ingin eksis. Ia menganggap ada kekhawatiran dari mereka jika politisasi agama kembali dipakai. Pasalnya, Indonesia kembali akan melangsungkan pesta demokrasi di Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

"Mereka khawatir pemakaian politik identitas di DKI yang dianggap berhasil bisa digunakan lagi dan akan mengoyak lagi rasa persatuan kebangsaan kita," tutur Hamdi.

Kini karangan bunga tak hanya ditujukan bagi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, sebagai bentuk dukungan karena kalah di Pilkada DKI 2017. Karangan bunga juga, yang berisi pesan menjaga keutuhan NKRI, dikirim untuk Istana Negara, TNI, dan Polri.

"Itu kan harapan yang dikirimkan ke Jokowi, polisi, dan Istana. Mungkin ini akan tumbuh lagi di beberapa daerah," ucap Hamdi. (MTVN/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya