KPU: Indonesia belum Siap E-voting

Christian Dior Simbolon
02/5/2017 15:42
KPU: Indonesia belum Siap E-voting
(ANTARA/M AGUNG RAJASA)

MENTERI Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan sistem e-voting sudah dapat diterapkan pada Pemilu 2019 karena basis data kependudukan yang diperlukan dipastikan akan siap tahun depan. Namun KPU punya pendapat laion. Berdasarkan hasil kajian, KPU menilai hal itu belum mungkin dilakukan.

"KPU sudah membuat kajian dan sampai saat ini tidak memungkinkan untuk melakukan e-voting. (Berdasarkan) kajian kami, yang memungkinkan baru e-recap," ujar Ketua KPU Aries Budiman, kemarin.

Arief memaparkan, sejumlah faktor yang muncul dalam kajian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia belum siap untuk menerapkan sistem e-voting. Di antaranya, dari sisi teknis terkait alat yang digunakan dan infrastruktur, dan kendalanya.

"Kan e-voting berarti mesin ada di setiap TPS. Mesin itu tidak bergerak sendiri butuh saluran listrik. Pertanyaanya apakah di semua TPS ada saluran listrik?" ujarnya mengawali pemaparan tentang kajian KPU tentang sistem e-voting.

Selain itu, dalam kajian KPU pun muncul masalah teknis terkait antisipasi kerusakan mesin. Hal itu dinilai sulit untuk disiasati sehingga dapat mengancam kelancaran bahkan bisa menyebabkan tertundanya pelaksanaan pemilu.

Lebih jauh, KPU menilai anggaran yang ada belum mumpuni untuk belanja berbagai keperluan untuk penerapan sistem yang merupakan investasi jangka panjang tersebut.

"Pada awalnya tentu harus dibayar mahal. Lalu karena investasi jangka panjang harus dipikirkan merawat alat alat itu untuk jangka panjang. Alat itu harus dirawat dengan baik. Kalau tidak, tidak bisa digunakan pemilu berikutnya," kata dia.

KPU masih sangsi dengan kemampuan mereka untuk merawat mesin pascapenggunaan pertama. Belum lagi, perkembangan teknologi yang pesat. "Bagaimana investasi yang sudah mahal itu, sementara itu teknologi sudah pesat lima tahun berikutnya sehingga nggak bisa dipakai lagi karena ngga sport," tandasnya.

Di luar faktor teknis, Arief menilai bahwa bahwa yang terpenting ialah soal kultur masyarakat. Kesiapan masyarakat untuk menggunakan mesin dinilai akan memengaruhi partisipasi mereka dalam proses pemilu.

"Kita akan kehilangan kultur yang selama ini dalam tanda kutip pesta di setiap TPS, mereka bisa melihat oh sah, oh tidak sah. Mereka bisa guyub antar warga antar pemilih, mereka menyaksikan penghitungan suara," papar dia. (X-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ahmad Punto
Berita Lainnya