Tambah Pemimpin untuk Rekonsiliasi

Nov/P-1
02/5/2017 06:37
Tambah Pemimpin untuk Rekonsiliasi
(Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas (tengah) dengan didampingi Wakil Ketua Firman Subagyo (kiri) dan Arif Wibowo membuka rapat kerja antara paniti kerja dan pihak pemerintah di Gd Nusantara II DPR, komp. parlemen Senayan, Jakarta. -- MI/Susanto)

REVISI Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) secara khusus menampung usul penambahan unsur pimpinan DPR dan pimpinan MPR sebanyak dua kursi. Meski begitu, penambahan unsur pimpinan DPD dipandang perlu untuk rekonsiliasi di lembaga senator tersebut.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengemukakan hal tersebut di Jakarta, kemarin.

“Sebaiknya (UU MD3) juga mengakomodasi penambahan unsur pimpinan DPD. Bukan bermaksud mencampuri urus­an internal DPD, tetapi publik mengetahui bahwa perubahan komposisi pimpinan DPD menjadi salah satu penyebab persoalan di internal,” papar legis­lator yang akrab dipanggal Awiek tersebut.

Dalam konteks rekonsiliasi, sambung Awiek, jumlah pemimpin DPD bisa ditambah dua sehingga menjadi lima orang. Usul itu juga sejalan dengan aspirasi dari sejumlah anggota DPD.

Anggota DPD dari Sulawesi Barat Asri Anas menyambut baik usul penambahan kursi pemimpin di DPD RI. Ia menegaskan penambahan kursi pemimpin bukan karena alas­an akomodatif, melainkan karena tugas-tugas DPD RI yang ia anggap berat.

Namun, peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai usul itu menyesatkan. Ia menyebut kuat atau tidaknya lembaga DPD sama sekali tidak bergantung pada jumlah pemimpin.

”Penambahan kursi pimpinan sama sekali bukan sebuah isu sentral dan strategis dalam mendorong penguatan kelembagaan. Kursi pimpinan terbukti hanya memenuhi nafsu kekuasaan orang-orang tertentu,” cetus Lucius saat dihubungi kemarin.

Ia menyayangkan revisi UU MD3 seakan hanya berdebat urusan kursi pemimpin. Padahal, semestinya justru yang diperlukan ialah pengurangan pemimpin. “Mereka yang menjadi pimpinan di lembaga parlemen cenderung tidak mempunyai pekerjaan nyata selain menjadi jubir lembaga. Lalu untuk apa diperbanyak?” tandasnya. (Nov/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya