Peluang E-Voting masih Ada

Putri Anisa Yuliani
02/5/2017 06:37
Peluang E-Voting masih Ada
(Anggota Komisi II DPR Fraksi PPP, Achmad Baidowi -- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

RANCANGAN Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Pemilu hampir dipastikan tidak akan memberlakukan sistem pemungutan suara elektronik atau e-voting pada Pemilu 2019. Meski begitu, sistem tersebut bisa saja diterapkan pada masa mendatang.

“Jadi, kita bikin kalimat ‘sistem pemungutan suara maupun penghitungan dapat dilakukan dengan manual maupun menggunakan sistem teknologi informasi’. Karena kalau pakai kata dapat itu, kan, boleh dilakukan boleh tidak. Jadi, kita tetap membuka peluang penggunaan e-voting,” papar anggota Komisi 2 DPR RI Achmad Baidowi, di Jakarta, kemarin.

Menurut pria yang kerap disapa Awiek tersebut, kesepakatan soal belum menerapkan e-voting berdasarkan pertimbangan kesiapan infrastruktur pemilu. Sistem teknologi informasi di Indonesia masih sangat rawan diretas sehingga sistem e-voting tergolong rapuh ketika menghadapi serangan kecurangan.

Awiek menyebut penundaan penggunaan e-voting juga berdasarkan pengalaman negara lain, seperti Jerman. “Jerman saja memutuskan tak lagi menggunakan e-voting.”

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan pelaksanaan pemilu dengan mekanisme e-voting bisa diterapkan pada 2019. Hal itu didukung kesiapan data kependudukan.

“Sudah saya sampaikan, pada 2018 data kependudukan sudah siap, yang dewasa dan yang punya hak pilih datanya siap, tinggal KPU melakukan verifikasi ulang,” tuturnya dalam Seminar Nasional XXVII Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIOI), di Fisipol Universitas Gadjah Mada, Yoyakarta, Kamis (27/5).

Ia berharap aturan penyelenggaraan e-voting turut dimasukkan ke RUU Pemilu. Dengan begitu, sistem tersebut bisa diterapkan agar proses pemungutan suara dalam pemilu dapat lebih cepat dan efisien.

Penyusunan regulasi turunan bakal diserahkan ke KPU. Selanjutnya, pengawasan ditangani Bawaslu, dibantu pengamanan dari TNI/Polri, dan BIN, sedangkan perguruan tinggi dan pers jadi pemantau.

Kejar tenggat
Dalam menanggapi molornya pembahasan RUU Pemilu, Awiek mengatakan DPR dan pemerintah sangat berhati-hati dalam melakukan pembahasan sehingga waktu yang dibutuhkan cukup panjang. UU Pemilu kali ini diharapkan bisa berlaku hingga jangka panjang, bukan hanya lima tahun.

Ia membantah 18 Mei 2017 ialah tanggal kesepakatan bersama sebagai tenggat penyelesaian RUU Pemilu. “Sebagai semangat optimisme baik saja. Kita tetap berharap selesai pada Mei, jangan sampai Juni apalagi Juli.”

Demi mengejar penyelesaian RUU Pemilu, anggota panitia kerja (panja) di Komisi II DPR menggunakan waktu reses yang tengah berlangsung hingga 17 Mei untuk rapat perumus­an dan rapat sinkronisasi.

Awiek mengatakan secara umum 13 isu krusial dalam RUU tentang Penyelenggara Pemilu sudah selesai. Namun, ada beberapa ketentuan teknis yang selanjutnya dibahas di tim perumus dan tim sinkronisasi. “Menyisakan lima isu krusial, sistem pemilu, presidential threshold, parliamentary threshold, konversi suara ke kursi di legislatif, dan alokasi kursi per daerah pemilihan,” ujarnya.

Dalam consinering bersama dengan pemerintah akhir pekan lalu, pendalaman terhadap lima isu krusial tersebut juga dilakukan. Namun, itu belum disepakati bersama dengan pemerintah. Jika tidak dapat disepakati secara musyawarah, lima isu itu terpaksa akan diputuskan lewat mekanisme voting. (Nov/AU/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya