Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
WACANA pemilihan anggota DPD melalui panitia seleksi (pansel) yang nantinya disetujui DPRD sebelum diserahkan ke KPUD ditolak keras kalangan masyarakat sipil.
Pengamat Hukum Tata Negara PSHK Bivitri Susanti menyebut wacana itu inkonstitusional. Pasalnya, pasal 22E ayat (2) UUD 1945 telah jelas menyebutkan jika pemilihan anggota DPD dilakukan melalui pemilihan umum dan lembaga yang berhak menyelenggarakan pemilu adalah KPU, bukan pansel ataupun DPRD.
"Pasal 22E UUD mengatakan jelas bagaimana DPR, DPD, dan DPRD adalah lembaga perwakilan yang dipilih melalui pemilu bukan dipilih pansel," ujar Bivitri dalam diskusi bertajuk 'Menyelamatkan DPD sebagai Lembaga Representasi Daerah' di Jakarta, Jumat (28/4).
Tidak hanya secara konstitusional, wacana itu juga salah secara konseptual dari segi tata negara. Sebab pemilihan anggota DPD berbeda dengan pemilihan jabatan publik seperti pemilihan pimpinan KPU, Bawaslu, ataupun KPK. Ia menduga wacana itu muncul ketika Pansus melakukan studi banding ke Jerman, sebab Mendagri Tjahjo Kumolo sendiri menyebut jika usulan itu berasal dari Pansus.
Jika berkaca ke Jerman, anggota DPD Jerman (Bundesrat) memang tidak dipilih secara langsung melainkan ditetapkan sendiri oleh pemerintah negara bagian. Bivitri menduga pansus lupa bahwa Jerman berbentuk federal bukan negara kesatuan seperti Indonesia.
"Kalau di Indonesia sebagai negara kesatuan, DPRD itu bagian dari Pemda, kalau DPRD yang menyaring anggota DPD yang skalanya nasional itu beda level dan tidak nyambung," cetusnya.
Bivitri juga menyebut tidak ada yang bisa menjamin bagaimana pengawasan kepada 540 DPRD kabupaten/kota dalam melakukan seleksi calon anggota DPD yang diajukan pansel. Terlebih ia menilai kapasitas DPRD dalam melakukan uji kelayakan dan kepatutan penuh pertanyaan, selain itu kualitas pansel di setiap daerah tidak seragam.
Untuk itu, Bivitri meminta Pansus dan Pemerintah tidak memasukkan wacana yang salah kaprah itu dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu. Lebih baik, lanjutnya, Pansus membuat aturan secara ketat agar pengurus parpol tidak bisa mendaftar sebagai anggota DPD.
Di tempat yang sama, mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menilai wacana tersebut semakin membuktikan keinginan parpol untuk menguasai DPD. Padahal, DPD saat amandemen UUD 1945 dibentuk untuk menjadi penyeimbang dari DPR dalam sistem bikameral. Sehingga DPD menjadi perwakilan untuk perseorangan sedangkan DPR untuk partai politik.
"Sekarang ini kelihatannya terus mau digerogoti sehingga kekuatan parpol mau merambah kemana-mana melalui pemilihannya di pansel dan DPRD. Ini gagasan yang jauh dari apa yang dimaksud dan diatur di konstitusi," tegasnya. (X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved