Pukat UGM: Hak Angket Terhadap KPK Tabrak Undang-Undang

Agus Utantoro
28/4/2017 17:21
Pukat UGM: Hak Angket Terhadap KPK Tabrak Undang-Undang
(Anggota Komisi III dari Fraksi Nasdem Taufiqulhadi (kanan) memberikan surat usulan pengajuan hak angket KPK kepada pimpinan DPR ---ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

PUSAT Kajian Anti (Pukat) Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebut, langkah DPR untuk mengajukan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menabrak peraturan perundangan yang ada.

Oleh karena itu, hak angket yang dimotori oleh sejumlah anggota DPR RI utamanya Komisi III tidak perlu dilanjutkan.

Peneliti Pukat Korupsi UGM, Hifdzil Alim kepada wartawan, Jumat (28/4) mengemukakan, sesuai dengan Undang Undang nomor 17 tahun 2014. pasal 79 menyebutkan, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan bertentangan dengan perundang-undangan.

“Dengan demikian sudah jelas, hak angket seharusnya ditujukan kepada pemerintah, bukan lembaga penegak hukum independen seperti KPK,” katanya.

Penggunaan hak angket terhadap KPK katanya, salah alamat dan menunjukkan bahwa tekanan politik menguat ketika KPK mengusut kasus e-KTP yang diduga melibatkan anggota dan pimpinan DPR.

Ia menilai hak angket KPK yang digulirkan oleh Komisi III DPR RI bisa menghambat pengungkapan korupsi e-KTP. Karena, jika rekaman BAP tersangka pemberi keterangan e-KTP Miryam S. Haryani dibuka, ada kemungkinan nama-nama yang disebutkan di dalamnya bersiap-siap melarikan diri.

“Mereka bisa melakukan tindakan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses penegakan hukum,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, menurut Hifdzil inisiatif hak angket hanyalah upaya serangan balik terhadap KPK agar terhambat dalam mengungkap kasus-kasus besar.

"Pengalaman membuktikan serangan balik semakin gencar setiap KPK mengungkap kasus besar," kata Hifdzil.

Rapat Paripurna DPR menyetujui penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi yang diatur dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK di Jakarta, Jumat (28/4).

Hak angket itu untuk mendesak KPK membuka rekaman BAP tersangka pemberi keterangan e-KTP Miryam S Haryani. Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dan KPK sempat terjadi perdebatan alot.

DPR mendesak KPK membuka rekaman BAP Miryam yang menyebutkan enam anggota Komisi III yang menekan dia saat bersaksi pada sidang kasus korupsi e-KTP.

KPK menolak permintaan DPR hingga akhirnya Komisi III menggulirkan dan membentuk pansus hak angket untuk mendapatkan rekaman BAP itu. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya