Seleksi Calon Anggota DPD demi Efisiensi

Astri Novaria
28/4/2017 06:48
Seleksi Calon Anggota DPD demi Efisiensi
(Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu, Ahmad Riza Patria -- MI/M. Irfan)

WACANA pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melalui panitia seleksi menuai pro dan kontra. Wacana itu merupakan usulan susulan dari pemerintah yang disampaikan dalam pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu) bersama DPR pada 25 April lalu. Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu, Ahmad Riza Patria, menilai usulan tersebut sebagai langkah yang baik untuk efisiensi proses seleksi calon anggota DPD. “Namun, itu baru sebatas usulan,” katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, Pansus RUU Pemilu sejauh ini belum memberikan jawaban apakah menye­tujui atau menolak usulan pemerintah itu. “Fraksi-fraksi di DPR memiliki sikap sendiri terhadap usulan tersebut.”

Politikus Gerindra itu menjelaskan bahwa fraksinya memandang usulan itu baik untuk efisiensi seleksi para pendaftar bakal calon anggota DPD yang akan menjadi calon anggota DPD dalam pemilu. Seleksi bakal calon menjadi calon anggota DPD pada pemilu sebelumnya berdasarkan jumlah dukungan melalui fotokopi KTP. Cara tersebut dinilai kurang efektif dan cenderung memberatkan para calon.

“Usulan pemerintah agar bakal calon anggota DPD dipilih panitia seleksi dan DPRD provinsi, pertimbangannya anggota DPD merupakan representasi perwakilan daerah,” jelas Riza.

Dia mengakui seleksi bakal calon anggota DPD dengan pola seperti yang diusulkan pemerintah pasti memiliki plus dan minus. Plusnya, seleksi lebih efisien dan dapat memilih figur yang benar-benar tokoh daerah. Adapun minusnya, berpotensi memunculkan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).

Jika tim seleksinya kepala daerah, imbuhnya, mereka memiliki keluarga, sedangkan DPRD merupakan perwakilan partai politik. “Dikhawatirkan, calon anggota yang dipilih kebanyakan keluarga kepala daerah dan kader partai politik di daerah,” cetusnya.

Anggota DPD asal Sumatra Utara, Parlindungan Purba, secara tegas menolak usulan tersebut. “Saya tidak setuju. Biarlah dipilih rakyat secara langsung dan akan tampak ketokohannya oleh masyarakat,” ujarnya.

Pada prinsipnya, sambung dia, anggota DPD dipilih langsung oleh rakyat tanpa rekayasa pihak lain, termasuk panitia seleksi. “Pansel itu biasanya tidak menggambarkan demokrasi yang luas, tetapi hanya dipilih berdasarkan penilaian subjektif,” pungkasnya.

Tandingan KPU
Penolakan juga datang dari Wakil Ketua DPD Nono Sampono. Menurutnya, penyelenggara pemilu ialah KPU. Jika calon senator dipilih pansel yang terdiri atas kepala daerah dan DPRD provinsi, itu akan menjadi tandingan bagi KPU.

“Kami secara mayoritas sangat keberatan, bahkan menolak apa yang diusulkan itu. Jadi, lebih baik kita biarkan diseleksi masyarakat, karena dalam sistem demokrasi yang kita anut, merekalah yang berdaulat.”

Sementara itu, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai sistem seleksi bakal calon anggota DPD akan semakin melemahkan DPD. Tidak ada jaminan bahwa kualitas DPD akan membaik dengan sistem itu. “Ini malah akan semakin melemahkan. Memang ada yang bisa jamin lebih baik? Kualitas DPRD di daerah kan kita sudah tahu semua,” tuturnya.

Lucius menilai sistem baru yang digulirkan itu justru akan semakin menyuburkan praktik transaksi politik. (Put/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya