KASN Cegah Kultur Balas Jasa dan Dendam

Usman Kansong
27/4/2017 07:14
KASN Cegah  Kultur Balas Jasa dan Dendam
(Ketua KASN, Sofian Effendi -- MI/Panca Syurkani)

KEPALA daerah yang terpilih melalui pilkada sering berbuat sesukanya, seperti mengangkat tim sukses sebagai aparatur sipil negara atau memutasi pejabat daerah yang tidak mendukungnya.

“Pilkada menyuburkan budaya balas jasa dan balas dendam,” kata Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Waluyo dalam diskusi bertajuk Peran Pelaksanaan Sistem Merit dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara di Jakarta kemarin.

Sebagai contoh, seperti terungkap di diskusi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ende Yeyik Prawita, Nusa Tenggara Timur, dimutasi Bupati Ende Marcel Petu dengan alasan yang tidak jelas.

Padahal, Yeyik memenangi gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negata (PTTUN), tetapi hingga kini Bupati Ende tidak menjalankan keputusan PTTUN.

Waluyo mengungkapkan sepanjang 2015-2016, KASN menerima 278 pengaduan. Sebanyak 205 pengaduan selesai ditangani. Sebanyak 53 pengaduan terkait dengan netralitas aparatur sipil negara dalam pilkada.

“Dua sekda sudah diberhentikan terkait kasus netralitas ini,” imbuh Waluyo.

Bertentangan
Kultur balas jasa dan balas dendam bertentangan dengan sistem merit (kompetensi dan kinerja) yang diterapkan KASN. KASN telah menerapkan sistem merit selama dua tahun terakhir melalui seleksi terbuka. Namun, muncul tantangan terhadap sistem merit.

“KASN menyadari bahwa tantangan untuk penegakan sistem merit sangat besar. Karena itu, kami berusaha meningkatkan kinerja aparatur sipil negara melalui wewenang pengawasan yang diberikan pemerintah saat ini. Beberapa tahun terakhir publik merespons positif perbaikan kinerja pelayanan di berbagai kementerian dan lembaga meski belum sepenuhnya sempurna,” papar Ketua KASN Sofian Effendi.

Sofian berharap pemerintah konsisten mendukung dan memperkuat kewenangan dan eksistensi KASN. Harapan penguatan KASN merupakan tanggapan atas wacana revisi Undang-Undang (UU) KASN yang berpotensi melemahkan sistem merit.

Revisi UU ASN menyangkut dua isu utama, yakni pengangkatan honorer tanpa seleksi dan pembubaran KASN.

Revisi dikhawatirkan akan melemahkan kinerja ASN dan upaya reformasi birokrasi yang sudah berjalan.
Sebagai contoh, seperti terungkap dalam diskusi, Kantor Staf Kepresidenan menerima pengaduan melalui pesan singkat tentang pengumuman Bupati Sibolga, Sumatra Utara, soal pengangkatan bidan desa menjadi PNS sebagai antisipasi jika UU ASN direvisi. Para bidan diminta menyiapkan uang Rp5 juta.

Menurut Sofian, secara ekonomi, sistem merit yang menekankan pada kompetensi dan kinerja akan menghasilkan ASN profesional berdaya saing tinggi. Hal tersebut diperlukan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di antara negara ASEAN.

Secara politik, ASN kompeten memperkuat demokrasi. Itu sebabnya, LSM seperti Fitra, Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia, serta media massa yang hadir dalam diskusi menolak revisi UU ASN. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya