Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PRESIDEN Joko Widodo meminta agar dalam persoalan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dibedakan antara kebijakan dan pelaksanaan. Menurut Jokowi, seorang presiden pasti akan mengeluarkan kebijakan berupa instruksi presiden (inpres), keputusan presiden (keppres), serta peraturan presiden (perpres) untuk merespons suatu kondisi tertentu.
Hal itu berbeda dengan aspek pelaksanaan dari suatu kebijakan tersebut. “Yang paling penting bedakan mana kebijakan dan pelaksanaan,” kata Jokowi di sela-sela Inacraft 2017 di Jakarta, kemarin.
Presiden ketujuh RI itu memberikan tanggapan soal penetapan tersangka mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Temenggung dalam kasus dugaan korupsi surat keterangan lunas (SKL) BLBI oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (25/4).
SKL BLBI dikeluarkan di era Presiden Megawati Soekarnoputri lewat Inpres No 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur yang telah Menyelesaikan kewajibannya atau Tindakan Hukum kepada Debitur yang tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.
Terkait dengan Inpres No 8/2002, Kejaksaan Agung mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) pada 2004 terhadap enam obligor BLBI (lihat grafik).
Jokowi menambahkan, kebijakan yang dikeluarkan Megawati kala itu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Jadi, tidak bisa langsung dikaitkan dengan dugaan korupsi yang ada. “Lebih detailnya, tanyakan ke KPK lagi.”
KPK menilai Syafruddin bertanggung jawab dalam mengeluarkan SKL BLBI untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim. Sebagai salah satu obligor, BDNI memiliki kewajiban sebesar Rp4,8 triliun. SKL dikeluarkan walaupun hasil restrukturisasi aset BDNI hanya sekitar Rp1,1 triliun. “Atas penerbitan SKL, diduga merugikan keuangan negara sekurang-kurangnya Rp3,7 triliun,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
KPK menyelidiki penerbitan SKL untuk sejumlah penerima BLBI. BLBI digelontorkan kepada 48 bank yang likuiditasnya terganggu pascakrisis ekonomi 1998. BI kemudian memberikan pinjaman mencapai Rp147,7 triliun. Namun, berdasarkan audit BPK, ada penyimpangan sebesar Rp138,4 triliun dari BLBI.
Beri ruang
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas Khairul Fami mengatakan Presiden Jokowi harus memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada KPK untuk mengusut tuntas kasus BLBI.
“Inpres memang sebuah kebijakan. Sepanjang pembentukannya tidak bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik, tidak ada masalah. Tapi jika dalam pelaksanaannya syarat-syarat untuk mengeluarkan SKL sesuai inpres tersebut tidak dipenuhi, di situlah korupsi terjadi,” ujarnya saat dihubungi, tadi malam.
Menurut pengamat hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar, kasus BLBI ialah kasus korupsi paling besar sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
“Kebijakan SKL pada era Presiden Megawati banyak disalahgunakan kalangan birokrat dan pejabat negara sehingga melalui SKL itu obligor rata-rata membayar antara 10% dan 20%. Akibatnya negara dirugikan,” jelasnya. (X-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved