Nota Keberatan Pencekalan Novanto Dibatalkan

20/4/2017 07:51
Nota Keberatan Pencekalan Novanto Dibatalkan
(Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo hadir dalam rapat dengar pendapat dengan anggota Komisi III di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/4) malam. -- MI/Susanto)

KOMISI III DPR anggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah cukup menjelaskan perihal pencekalan Ketua DPR Setya Novanto ke luar negeri. Penjelasan itu disampaikan pimpinan KPK saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III, Selasa (18/4) malam.

Sebelumnya, rencana DPR mengirimkan surat nota keberatan kepada Presiden Joko Widodo atas diterbitkannya surat pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Setya Novanto diungkapkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Nota keberatan itu awalnya dimaksudkan agar Presiden Jokowi membatalkan pencegahan terhadap Novanto.

“Penjelasan KPK bagi kami sudah cukup dan kami dapat memahaminya. Itulah sebabnya kami mendukung pernyataan Ketua DPR, Setya Novanto, bahwa surat itu dibatalkan untuk dikirim ke Presiden,” ujar Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Lebih lanjut, kata Bambang, besok secara formal akan dilakukan pembatalannya lewat rapat Badan Musyawarah (Bamus). Sebab, sambung dia, keputusan yang diambil di rapat Bamus hanya bisa dibatalkan lewat Bamus lagi.

Dalam RDP Komisi III dengan KPK yang berlangsung hingga Rabu (19/4) dini hari sempat disinggung soal pencekalan Novanto. Salah satu anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Muslim Ayub, mengakui bahwa KPK memiliki kewenangan untuk memerintahkan instansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.

Namun, yang menjadi soal, kata dia, ada putusan MK yang mengeluarkan pengujian terhadap Pasal 16 ayat (1) huruf b dalam UU tentang Keimigrasian menyebutkan bahwa pengaturan pencegahan tidak boleh dilakukan pada saat proses penyelidik­an.

“UU KPK dianggap sebagai lex specialis, tetapi saya kira putus­an MK harus jadi perhatian,” ujarnya.
Dijelaskan oleh Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, bahwa KPK menggunakan UU KPK perihal kewenangannya. Ia mengakui bahwa pihaknya juga memperhatikan undang-undang lain. Namun, menurutnya, UU KPK bersifat lex specialis sehingga hukum khususnya menyam­pingkan hukum yang umum. (Nov/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya