Petinggi Parpol Dalang Saksi Bohong

Cahya Mulyana
18/4/2017 08:15
Petinggi Parpol Dalang Saksi Bohong
(Advokat Elza Syarief menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Miryam S Haryani di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Senin (17/4). -- MI/Rommy Pujianto)

KOMISI Pemberantasan Korupsi terus menggali kesaksian advokat Elza Syarief tentang dugaan keterangan palsu yang diberikan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani dalam persidangan perkara korupsi proyek KTP-E. Elza kembali menegaskan adanya pihak yang menyebabkan Miryam bersaksi bohong.

“Ada sih (Miryam sempat beberkan nama yang menekannya) tapi itu masuk materi pro justitia, teman-temannya yang namanya ada di surat dakwaan,” kata Elza sebelum diperiksa sebagai saksi untuk Miryam di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.

Menurut Elza, pada pemeriksaan kedua itu, penyidik ingin mengetahui lebih dalam tentang pihak yang menyebabkan Miryam mencabut berita acara pemeriksaan (BAP)-nya dan berkata bohong dalam persidangan.

Pada pemeriksaan sebelumnya, Elza mengungkapkan adanya pertemuan antara dirinya dan Miryam sebanyak tiga kali. Ia dicecar KPK seputar perubahan sikap Miryam dan pertemuan Miryam dengan pengacara Anton Taufik di kantor Elza.

Kuasa hukum Elza, Farhat Abbas, mengakui kliennya sedang dicecar soal dalang perubahan sikap Miryam sebagai saksi kasus megakorupsi KTP-E.

“Pokoknya dalam pemeriksaan lalu, Ibu Elza dikejar. Yang dikejar itu termasuk petinggi juga inisial SN dan RA, orang yang dianggap mengatur (keterangan Miryam). SN merupakan petinggi partai dan juga (RA) bekerja sebagai asisten. Akan tetapi, untuk lebih lengkap kita enggak berani menyebutkan nama,” papar Farhat.

Anton merupakan suruhan SN dan RA. Farhat menyebut mereka sebagai jaringan dalang penekan Miryam.
Miryam merupakan tersangka keempat setelah mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto, dan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Miryam dijerat karena memberikan keterangan palsu dalam sidang korupsi KTP-E pada 23 Maret 2017. Ia terancam pidana minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun.

Berkilah bukan suap
Dalam sidang lanjutan perkara KTP-E yang mendudukkan Irman dan Sugiharto sebagai terdakwa, kemarin, Ketua Tim Teknis proyek KTP-E Husni Fahmi mengaku menerima US$10 ribu dari Johannes Marliem. Johannes ialah penyedia produk automated fingerprint identification merek L-1 dalam proyek KTP-E.
Uang itu ia terima saat menuju AS untuk menghadiri Biometric Consortium Confe­rence di Florida, AS, pada 2012. Tri Sampurno yang merupakan anggota tim teknis juga menerima US$10 ribu.

Meski demikian, Husni membantah uang yang diberikan Johannes merupakan uang suap. “Ketika sampai di AS saya tanya ini uang apa, kata Johannes Marliem itu uang keynote speaker, (sedangkan untuk) Pak Tri sebagai pembicara workshop.”

Husni juga menerima uang transportasi dari Kemendagri senilai Rp10 juta. Uang itu telah ia kembalikan ke KPK.

Di persidangan, Husni mengaku pernah bertemu dengan tiga konsorsium yakni PNRI, Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera di rumah kakak Andi Narogong, Dedy Priyono. Saat jaksa KPK Abdul Basir bertanya apakah pertemuan tersebut bertujuan memenangkan PNRI, Husni tidak menampik. “Bisa saja seperti itu (memenangkan salah satu konsorsium),” ucapnya. (Nyu/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya