Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
ASOSIASI Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas menilai pemanduan pelantikan sumpah jabatan pimpinan DPD baru oleh Wakil Ketua MA adalah cacat hukum dan melawan Undang-Undang MD3. Untuk itu Ketua MA didedsdak untuk membatalkan kepemimpinan DPD yang baru di bawah Oesman Sapta.
"Melawan Pasal 260 UU MD3 yang berbunyi bahwa yang berhak melantik pimpinan tertinggi DPD adalah Ketua MA. Sementara, wakil ketua yang menjabat pelaksana harian posisinya tetap tidak setara ketua definitif," tegas pengamat hukum tata negara, Refly Harun yang hadir dalam diskusi Bedah Ketatanegaraan Sengkarut Perebutan Kursi Pimpinan DPD RI di Bakoel Cofee Tjikini, Jakarta Pusat, Senin (17/4).
Refly menuturkan tidak hanya masalah tersebut, poin lainnya yang membuat kepemimpinan baru DPD cacat hukum karena MA sendiri telah mengabulkan judicial review terhadap Peraturan DPD RI 1/2017 tentang Tata Tertib yang diajukan pimpinan DPD pada 31 Maret lalu.
Melalui amar putusan ini, MA sudah mengembalikan masa jabatan kepemimpinan pimpinan DPD menjadi 5 tahun dan bukan 2,5 tahun. Refly pun tegas menilai kepemimpinan para pimpinan yang lama masih sah berlangsung dan belum diakhiri karena tidak ada peristiwa pemberhentian, pengundurun diri maupun jatuh tempo masa jabatan karena baru akan berakhir pada 2019 mendatang.
Adanya pimpinan lama yang masih sah ini pun menimbulkan dualisme kepemimpinan yang membuat DPD makin semrawut. "Kepimpinannya banyak cacat hukum dari segi ketatanegaraan. Maka kami mendorong pihak yang berkepentingan untuk mau menggugat melalui salah satu tiga langkah yang bisa diambil," ujarnya.
Tiga langkah gugatan yang bisa diambil antara lain gugatan kewenangan lembaga ke Mahkamah Konstitusi, gugatan administrasi negara ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) dan menggugat ke MA.
Gugatan pun bisa dilakukan baik oleh masyarakat maupun pimpinan DPD lama yang merasa dirugikan. "Pimpinan lama bisa menggugat karena mereka masih sah. Masyarakat bisa menggugat dengan legal standing sebagai rakyat yang memilih," ujarnya.
Gugatan ini pun menurutnya untuk mendorong kembalinya maruah DPD sebagai penyeimbang dewan perwakilan yang sesuai dengan konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
Hal itu diamini oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. Dalam kesempatan yang sama, ia menegaskan bahwa terpilihnya Oesman Sapta sebagai pimpinan tertinggi DPD telah mencoreng maruah DPD karena yang bersangkutan terang-benderang merupakan ketua umum partai politik.
Hal ini telah menambah arang di DPD yang mana seharusnya bersih dari unsur politis. "DPD kita ketahui bersama adalah lembaga perwakilan bersifat regional atau kewilayahan. Ia dibentuk untuk menyeimbangkan DPR dan seharusnya bebas dari unsur politik. Tapi malah terjadi hal ini dan ini makin menurunkan kepercayaan masyarakat," ujarnya.
Momen pembahasan RUU Pemilu yang sedang dilaksanakan pun bisa menjadi tonggak untuk kembali membersihkan unsur politis dari kelembagaan DPD.
"Sebaiknya para pansus RUU benar-benar memikirkan hal ini sehingga bisa menjadi momen bagi DPD untuk bersih-bersih. Ditegaskan kembali bahwa jika terpilih menjadi anggota DPD, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari kepengurusan aktif," ujar Titi.
Selain itu bisa saja ditingkatkan lagi syaratnya yakni tidak boleh menjadi pengurus aktif selama beberapa tahun terakhir sebelum mencalonkan diri sebagai anggota DPD. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved