Jaga Transparansi Rekrutmen

Nur Aivanni
17/4/2017 07:11
Jaga Transparansi Rekrutmen
(Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Aradila Caesar -- MI/Galih Pradipta)

MAHKAMAH Agung (MA) diminta­ melibatkan lembaga lain dalam melakukan proses rekrutmen hakim. Jika tidak demikian, potensi adanya jual beli jabatan akan sangat rentan terjadi.

Demikian yang disampaikan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Aradila Caesar. Menurutnya, inilah saatnya MA untuk membuktikan upaya reformasi internal yang digaungkan sejak banyaknya kasus korupsi yang melibatkan jajaran MA.

“Kalau tertutup dan tidak mau melibatkan publik atau institusi lain, potensinya (transaksional) sangat besar,” katanya kepada Media Indonesia, kemarin.

Sebelumnya, MA telah menerbitkan Peraturan MA (Perma) Nomor 2/2017. Dalam perma tersebut, MA akan merekrut hakim tanpa melibatkan pihak luar. Pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa pengadaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan penetapan kebutuhan calon pegawai negeri sipil oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.

Selanjutnya, pada ayat (3) disebutkan bahwa pengadaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Karena itu, ia meminta MA memperhatikan bagaimana sistem rekrutmen hakim yang akan dilakukan.

“Tentunya terbuka. Ada pelibatan lembaga lain untuk mengecek dan mengawasi jalannya proses (rek­rutmen hakim). Kemudian juga sebaiknya berbasis IT seperti dalam penerimaan CPNS untuk meminimalisasi kecurangan,” terangnya.

Aradila pun mendorong MA melibatkan pihak luar seperti Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atau PPATK untuk menelusuri rekam jejak hakim. “Pelaksana utama tetap MA, tetapi juga harus dikawal oleh lembaga lain sebagai check and balance,” katanya.

Rekrutmen hakim tingkat pertama menjadi kewenangan tunggal MA setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan keterlibatan KY pada 2015 lalu. Melalui putusan MK No 43/PUU-XIII/2015, MK menegaskan proses rekrutmen hakim tingkat pertama tidak perlu melibatkan KY.

Transparansi
Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Komisi Yudisial Maradaman Harahap mengaku siap bila MA meminta bantuan KY untuk melakukan investigasi terhadap para calon hakim yang akan direkrut. Namun, sambungnya, hal itu disesuaikan dulu dengan anggaran yang dimiliki KY. “Kalau MA membutuhkan tenaga, KY senang hati menerima, tetapi tergantung dengan dana yang ada,” katanya.

Maradaman berharap rekrutmen hakim yang dilakukan MA bisa mengedepankan asas transparansi sehingga hakim yang dihasilkan akan memiliki integritas, kualitas, dan kapabilitas. “Kita percayakan MA melaksanakan (rekrutmen hakim) dengan baik,” tandasnya.

Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi menyampaikan bahwa rekrutmen 1.800 hakim sangat dibutuhkan. Pasalnya, saat ini terjadi kekurangan hakim tingkat pertama kelas II di seluruh Indonesia. Menurut laporan MA pada 2016, peng-adilan di Indonesia kekurangan 4.000 hakim. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya