Mantan Kepala BPJN Divonis 6 Tahun

Erandhi Hutomo S
13/4/2017 07:58
Mantan Kepala BPJN Divonis 6 Tahun
(Terdakwa mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary berjalan keluar seusai mendengarkan vonis dari majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kemayoran, Jakpus, Rabu (12/4). -- MI/Susanto)

MANTAN Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Amran Hi Mustary 6 tahun plus denda Rp800 juta subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Vonis itu lebih rendah jika dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Amran divonis 9 tahun ditambah denda Rp1 miliar.

Dalam menanggapi vonis tersebut, Amran melalui pengacaranya, Hendra Karianga, memutuskan menerima putusan itu. Berbeda dengan Jaksa Penuntut Umum KPK yang menyatakan masih pikir-pikir.

Ketua Majelis Hakim Faisal Hendri menilai Amran terbukti melanggar dua dakwaan. Dakwaan pertama Pasal 12 huruf a UU Tipikor, yakni menerima suap dari beberapa kontraktor terkait proyek jalan di Maluku dan Maluku Utara yang berasal dari dana aspirasi DPR.

Perilaku korup tersebut ia lakukan bersama dengan sejumlah anggota Komisi V DPR. Dakwaan kedua Pasal 11 UU Tipikor, yakni menerima suap untuk kepentingan pribadinya.

Dalam pertimbangan yang memberatkan, majelis hakim menilai perbuatan Amran tidak mendukung program pemerintah dalam pembe-rantasan korupsi, dan tidak berterus terang.

Adapun hal yang meringankan karena Amran bersikap sopan dan belum pernah dihukum.

Dalam dakwaan pertama, majelis menilai Amran sengaja melakukan lobi-lobi terhadap Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir dan beberapa anggota Komisi V DPR untuk menempatkan program aspirasi pembangunan jalan di Maluku, Lobi-lobi itu diikuti dengan permintaan uang ke Khoir dan bagi-bagi uang ke Komisi V.

“Terdakwa Amran sebagai Kepala BPJN IX menyadari dapat mengupayakan agar program aspirasi dialokasikan ke Maluku agar dikerjakan para rekanan dan terdakwa menentukan fee. Perbuatan tersebut merupakan kesengajaan dalam jabatannya,” jelas Hakim Faisal.

Sebagai broker
Diketahui dalam dakwaan pertama Amran menerima Rp2,6 miliar dan Amran bertindak sebagai broker mengarahkan agar uang dari Khoir dibagikan ke beberapa anggota Komisi V DPR.

Anggota yang menerima, yakni Damayanti Wisnu Putranti menerima S$328 ribu, Budi Supriyanto, sebesar S$404 ribu, Andi Taufan Tiro S$206.718, Rp500 juta, Rp2 miliar, Rp200 juta, dan S$205.128. Adapun untuk Musa Zainuddin Rp3,8 miliar dan S$328.337.

Adapun dalam dakwaan kedua Amran menerima gratifikasi Rp6,625 miliar dan S$202.816 dari Abdul Khoir, Rp3,6 miliar dari Direktur PT Sharleen Raya Hong Arta John Alfred, dan Rp1,5 miliar dari Direktur PT Labrosco Yal Djonny Laos.

Selain itu uang sebesar Rp500 juta dari Direktur PT Reza Multi Sarana Rizal, Rp1 miliar dari Direktur PT Intimkara Budi Liem, Rp1,1 miliar dari Direktur PT Aibinadi Hasanuddin, Rp400 juta dari Direktur CV Gea Gamahera Anfiqurahman, dan Rp1,2 miliar dari Direktur PT Hijrah Nusatama H Hadiruddin.

Uang tersebut digunakan untuk pemberian THR Natal dan Tahun Baru 2015 kepada staf Kementerian PUPR, serta untuk kampanye Bupati Halmahera Utara Rudi Erawan Rp500 juta. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya