Waspadai Perilaku Vote Buying

PENELITI LIPI Siti Zuhro menduga investor politik bakal mengutak-atik tempat pemungutan suara (TPS), data pemilih, dan sebagainya, yang intinya ialah vote buying. Menurut Siti, ketika potensi kemenangan sudah mengerucut, para investor tersebut banting setir untuk menyokong penuh salah satu pasangan calon.

“Biasanya mereka tidak langsung turun ke birokrasi. Namun, belakangan ini sudah sangat vulgar. Tampak jelas mereka me­nempatkan diri sebagai shadow local government. Seolah-olah nasib calon ditentukan mereka. Tentunya lewat suntikan modal. Ini harus diwaspadai penyelenggara pemilu,” ujar Siti dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, kemarin.

Ia menambahkan permasalahan yang harus dicarikan solusi di Ibu Kota ialah kesenjangan sosial, bukan persoalan kebinekaan. “Bhinneka Tunggal Ika sudah given. Berbeda-beda tapi tetap satu jua. Jangan dialihkan,” cetusnya.

Direktur Riset Polmark Indonesia Eko Bambang Subiantoro mengungkapkan terdapat 542 TPS ‘unik’ yang mayoritas berlokasi di Jakarta Barat dan Jakarta Utara yang patut diwaspadai pada pencoblosan putaran kedua.

Pada pencoblosan putaran pertama, sebagian besar pemilih dari 542 TPS itu masuk daftar pemilih tambahan (DPTb). “Tidak menuduh bahwa ini kecurangan dilakukan pihak tertentu, tapi lebih pada hasil kajian kami. Kemenangan di level ini, itu yang menurut kami perlu diwaspadai,” ujarnya.

Budayawan Betawi Ridwan Saidi mengimbau warga DKI Jakarta ikut turun mengawasi potensi kecurangan di TPS. Kecurang­an masif bakal menjadi lonceng kematian bagi demokrasi di Indonesia.

“Enggak usah takut intimidasi. Ini taruhannya sistem demokrasi,” tandas dia. (Deo/P-5)