Studi Banding Jalan Terus

Christian Dior Simbolon
10/4/2017 06:34
Studi Banding Jalan Terus
(Puluhan aktivis Bendera menggelar unjuk rasa menolak keberangkatan anggota Badan Kehormatan DPR yang hendak pergi studi banding ke Yunani di Terminal D Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. -- -- MI/Usman Iskandar)

PADA Maret lalu, Pansus RUU tentang Penyelengaraan Pemilu mengadakan studi banding ke Jerman dan Mek­siko. Kegitan itu menuai penolakan dan kecaman dari berbagai pihak karena studi banding selama ini dinilai tidak memberikan nilai tambah bagi kinerja DPR. Lebih ironis lagi, di saat penolakan dan kecaman tersebut belum padam, Pansus RUU Terorisme malah memutuskan akan berkunjung ke Inggris pada 23-29 April.

Menurut peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mochtar Pabottinggi, studi banding ke luar negeri hanya merupakan upaya DPR merampok dana publik. Hasil studi banding jarang dilaporkan dan kerap tidak masuk substansi RUU yang dibahas. “Tidak pernah dibuka. Tidak pernah ada sesuatu yang substansial di situ. Sudah berapa kali studi banding itu, tapi mana hasilnya? Enggak ada kelihatan,” tegasnya di Jakarta, akhir pakan lalu.

Mengingat kegitan itu menggunakan uang rakyat, kata dia, DPR seyogianya wajib memublikasikan hasil studi banding dan menjelaskan apa yang mereka peroleh dari kunjungan ke luar negeri. “Ada hitam di atas putih. Ini, lo, yang kami dapatkan dari sana. Akan tetapi, tidak pernah ada itu,” imbuhnya.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Mulki Shader menjelaskan, secara normatif, dasar hukum baik UU MD3 maupun Peraturan DPR No 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib (Tatib DPR) tidak mengatur secara eksplisit mengenai istilah studi banding.

Studi banding dalam definisi yang dikenal saat ini sebenarnya merujuk pada istilah ‘kunjungan kerja ke luar negeri’. Hal itu diatur Pasal 145 ayat (3) dan beberapa pasal UU MD3. Jika dilihat lebih lanjut, Pasal 145 ayat (5) mengatur usulan kunjungan kerja sekurang-kurangnya memuat alasan perihal urgensi, kemanfaatan, dan keterkaitan negara tujuan dengan materi RUU. “Dari segi regulasi, ketiga asas itu seha­rusnya jadi landasan.”

Mengingat perkembangan teknologi yang kian canggih, imbuh Mulki, metode studi banding seharusnya diubah. DPR bisa dan seharusnya memprioritaskan metode studi banding lain, misalnya kajian via internet, konferensi video, dan pemanfaatan jalur diplomatik atau mengundang ahli yang dibutuhkan ke Indonesia.

Tidak bisa menolak
Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafi’i membenarkan pansus akan berkunjung ke Inggris pada 23-29 April. Menurutnya, kunjungan tersebut atas undangan lembaga antiteror Inggris yang meminta pansus melihat secara langsung penanganan terorisme di sana. Dia mengatakan awalnya undangan itu ditolak. Namun, karena tidak ada contoh yang bisa menjadi rujukan di Indonesia, pansus memutuskan menerima undangan.

“Mereka (lembaga antiteror Inggris) membutuhkan keha­diran kita, dulu mereka tawari tapi kita tolak. Namun, dari pihak Inggris terus meminta, akhirnya kita rembuk, dan memang tidak ada yang bisa mengonstruksi sebelum menyaksikan secara langsung. Ya sudah berangkat saja nanti,” jelas Syafi’i.

Menurutnya, kunjungan ke Inggris itu telah disetujui pimpinan DPR. Jika pimpinan DPR tidak menyetujui, pansus tidak masalah untuk berangkat dengan kocek sendiri. Menurutnya, kunjungan itu untuk kepentingan bangsa dan negara. Kunjungan tersebut akan diikuti 14 anggota DPR, yakni pimpinan Panja RUU Terorisme dan 10 perwakilan setiap fraksi di DPR. Selain itu, ikut pula perwakilan Densus 88, BNPT, Kementerian Hukum dan HAM, serta TNI. Namun, biaya untuk lembaga di luar DPR ditanggung lembaga ma­sing-masing. (Nur/Nyu/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya