Visi Negeri Sakura untuk Mobilitas Masa Depan

Tjahyo Utomo, Insan Akbar Krisnamusi. Laporan dari Tokyo, Jepang
05/11/2015 00:00
Visi Negeri Sakura untuk Mobilitas Masa Depan
(MI/TJAHYO)
SUHU Tokyo yang hanya 20-an derajat celsius langsung menyambut tubuh saat turun dari bus pada hari pertama Tokyo Motor Show (TMS) 2015, Rabu (28/10) pagi. Udara segar dan bersih ibu kota 'Negeri Sakura' itu menjadi pelengkap yang tak ternilai harganya selama seminggu meliput TMS 2015.

Jepang memang benar-benar tak menganggap remeh permasalahan polusi udara dan efek rumah kaca. TMS 2015, yang berlangsung pada 28 Oktober-8 November, seakan mempertegas lagi kepedulian 'Negeri Sakura' yang tak main-main terhadap lingkungan.

Penegasan itu, antara lain, diwujudkan lewat peluncuran beragam mobil konsep canggih berteknologi ramah lingkungan di antara 76 peluncuran perdana global (world premiere) di TMS 2015. Sebut saja, misalnya, mobil otonom bertenaga listrik Nissan IDs Concept, kendaraan berbahan bakar hidrogen (fuel cell vehicle/FCV) Honda Clarity, atau sport utility vehicle (SUV) listrik Mitsubishi eX Concept. Ada pula Toyota FCV Plus yang merupakan generasi penerus Toyota Mirai yang telah dipasarkan sejak tahun lalu.

Pemaparan Japan Automobile Manufacturers Association (JAMA) dalam konferensi bertajuk Mobilityscape di hari kedua TMS 2015 juga makin mengonfirmasi atensi spesial terhadap lingkungan. Ada visi jelas tentang ke mana arah teknologi industri otomotif Jepang akan dibawa.

Hal yang disasar JAMA pasti masa depan yang nol emisi, nol kecelakaan fatal. Ketua Umum JAMA Fumihiko Ike menegaskan kelak pada Olimpiade Tokyo 2020, Jepang ditargetkan sudah harus mempunyai mobil otonom berteknologi ramah lingkungan.

"Kita harus beralih dari BBM fosil ke berbagai tenaga alternatif, apa pun itu dari listrik sampai hidrogen," tandasnya.

Ike menilai industri otomotif Jepang harus berpartisipasi mendukung tantangan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mereduksi emisi gas karbon dioksida sebanyak 70% dari 2010 ke 2050. "Gas buang kendaraan berkontribusi 20% dari efek rumah kaca global," ucapnya.

Di sisi lain, mobil otonom yang terkoneksi satu sama lain dapat digunakan dalam berbagai hal, mulai urusan mengurangi kepadatan lalu lintas sampai mitigasi bencana.

"Pada 2013, kabinet Jepang telah memutuskan di masa depan negara ini harus menjadi negara paling maju di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi. Kemajuan ini bisa kita gunakan untuk mengurangi kecelakaan menjadi 2.500 insiden pada 2018," papar Ike.

Dukungan pemerintah
Jepang bisa berada di titik tersebut karena tak lepas dari dukungan visi regulasi pemerintah. Hal itu pula yang diperlukan agar era mobil berteknologi ramah lingkungan dapat lebih bersemai di pasar otomotif nasional.

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), saat ini setidaknya ada delapan kendaraan berbahan bakar alternatif di Indonesia dan semuanya mobil hibrida.

Delapan model itu ialah Honda CR-Z, Toyota Camry Hybrid, Lexus GS450 Hybrid, LS600 Hybrid, RX450 Hybrid, Infiniti Q70 Hybrid serta Q50 Hybrid, dan Nissan X-Trail Hybrid.

Menurut Wakil Presiden Direktur TAM Suparno Djasmin, pemerintah Indonesia bisa belajar dari pemerintah Jepang yang memberikan subsidi bagi produsen untuk membuat mobil ramah lingkungan. "Di sisi lain, pemerintah juga harus menyiapkan infrastrukturnya. Bagaimana mungkin kita gunakan bahan bakar gas, misalnya, tapi tidak tersedia stasiun pengisian gasnya," kata Suparno yang ditemui di sela-sela TMS 2015 di Tokyo.

Hal senada juga dikemukakan Direktur Pemasaran dan Layanan Purnajual PT Honda Prospect Motor Jonfis Fandy. Ia menjelaskan tingkat pendapatan per kapita masyarakat tidak terlalu berhubungan dengan perkembangan 'mobil hijau' canggih seperti di Jepang. Pasalnya, pemerintah Jepang memberikan subsidi untuk mendorong konsumen membeli mobil berbahan bakar alternatif.

Wakil Presiden PT Nissan Motor Indonesia (NMI) Shinkichi Izumi menilai insentif diperlukan jika pemerintah ingin lebih banyak mobil berbahan bakar alternatif berdatangan. Salah satunya ialah reduksi bea masuk.

"Atau, buat mekanisme agar pabrikan mau berinvestasi untuk lokalisasi produksi mobil hibrida di Indonesia. Tentunya mobil hibrida hanya salah satu teknologi, pemerintah harus kaji dan putuskan mana teknologi yang ingin dipromosikan," tukas Izumi.

Bagi Indonesia, era mobil ramah lingkungan, terlebih mobil otonom seperti Jepang, mungkin ibarat perjalanan panjang. Akan tetapi, itu benih yang ditanam dengan hasil yang akan dinikmati anak-cucu kita kelak.

"Saat ini anak saya berusia 30 tahun dan akan menjadi seorang ayah. Pada 2050 nanti, cucu saya yang akan menjadi seorang ayah. Mari kita lakukan sesuatu untuk melindungi bumi dan melindungi keturunan kita," ujar Fumihiko Ike menutup Mobilityscape.(Xan/X-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya