IBARAT pertarungan tinju, pukulan bertubi-tubi diterima merek mobil Eropa dan Amerika Serikat, khususnya mereka yang pergerakannya di pasar otomotif Indonesia bergantung pada impor unit utuh (completely built-up/CBU) dari 'Benua Biru' atau 'Negeri Paman Sam'. Beragam rintangan membuat penjualan mereka yang kebanyakan memadati segmen premium itu tersendat.
Sudah sedikit, tersendat pula. Kondisi pasar otomotif nasional secara umum sejak 2014 memang telah memperlihatkan tren penurunan penjualan akibat faktor-faktor seperti melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS, memburuknya harga komoditas dalam negeri, sampai kondisi politik yang masih labil. Sejak kuartal I tahun lalu, pemerintah menaikkan pula pajak penjualan barang mewah (PPnBM) kendaraan bermesin di atas 3.000 cc (mesin bensin) dan 2.500 cc (mesin diesel) dari 75% menjadi 125%.
Sebagai informasi, kategori itu banyak dihuni mobil-mobil premium besutan pabrikan Eropa dan AS . Beragam determinan itu berpengaruh hingga ke konsumen kelas menengah ke atas. "Penjualan mengalami penurunan (yang disebabkan) dari banyak faktor seperti pelemahan rupiah dan kenaikan pajak," kata Chief Executive Officer (CEO) of Ferrari Indonesia Arie Christopher, Jumat (31/7) lalu di Jakarta.
Salah satu sumber Ferrari Indonesia yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan selama Januari-Juni pihaknya menjual 25 unit. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, Ferrari bisa melego lebih dari 60 unit. "Orang-orang memiliki uang, tapi menahannya," ujar sang sumber.
Bahkan VW, yang menjual varian kendaraan CBU dari Jerman di bawah 3.000 cc, pun mengalami penurunan transaksi jual beli di enam bulan pertama 2015 karena sebab-sebab serupa. "Sudah terlihat dari tahun lalu tren penurunan itu," tandas National Sales Manager of VW Indonesia Jonas Chendana saat dihubungi Media Indonesia, Senin (3/8).
Jika ditilik dari data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan VW mencapai 295 unit (wholesales) di semester perdana, terdeselerasi 36,83% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Transaksi jual beli roda empat nasional secara total mencapai 525.479 unit, turun hingga 18,16%.
Bea masuk 'Bogem mentah' bagi pabrikan Barat bertambah lagi per 23 Juli 2015 melalui Peraturan Menteri Keuangan No 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Barang Impor. Penaikan bea masuk mobil CBU dari 40% menjadi 50% termasuk di regulasi itu.
Tujuannya, ucap Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara seperti dikutip dari Antara, ialah mengurangi konsumsi barang impor. Ketua II Gaikindo Yohannes Nangoi, saat dihubungi pada Selasa pekan ini, menerangkan penaikan bea masuk tersebut hanya berdampak pada merek mobil Eropa dan Amerika Serikat yang sepenuhnya mengimpor dari negara tanpa perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia.
Impor CBU dari merek mobil Asia tak terpengaruh karena adanya perjanjian perdagangan bebas. "Impor mobil terbesar memang dari Jepang dan Thailand yang bebas bea masuk. Volume impor dari Eropa kecil, 10%-15% dari volume impor yang 100 ribuan unit per tahun. Merek Eropa besar seperti BMW dan Mercedes-Benz juga sudah merakit beberapa model di sini," tegas Yohannes.
Data di Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor yang diunduh dari laman daring Badan Pusat Statistik memperlihatkan negara pengimpor mobil terbanyak ialah Thailand, kemudian Jepang. Sepanjang 2014, impor mobil CBU dari Jepang dan Thailand masing-masing bernilai US$719.972.455 serta US$463.641.644.
Pada Januari-Mei 2015, nilai impor mobil dari Jepang unggul dengan US$234.948.585, diikuti Thailand dengan US$231.186.723. Pada urutan ketiga baru Jerman masuk sebagai negara pengimpor otomotif terbesar. Indonesia memiliki perjanjian perdagangan bebas bersama Jepang (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement), Asia Tenggara (ASEAN Free Trade Agreement), Korea Selatan (ASEAN-Korea Free Trade Agreement), serta India (ASEAN-India Free Trade Agreement).
Harga jual naik Akhirnya, di tengah tertahannya pengeluaran konsumen borjuasi, distributor mobil Eropa dan Amerika Serikat terpaksa menaikkan harga jual. "(Kenaikan harga) dari awal kenaikan PPnBM sampai bea masuk bisa lebih dari 20%," ucap sumber dari Ferrari Indonesia. VW, papar Jonas, akan menaikkan harga di kisaran 10%.
"Jika penurunan penjualan di akhir tahun bisa 15%-20% saja, sudah bagus sekali." Dalam lingkup pasar otomotif nasional, apa yang menimpa merek-merek Eropa dan AS seperti VW, Ferrari, Lamborghini, Aston Martin, Jeep, Dodge, Chrysler, Jaguar, Land Rover, Porsche, dan Audi itu memang hanya berdampak sangat kecil.
Maklum, seperti ditaksir Yohannes, volume penjualan mereka secara akumulatif cuma 1%-2% dari pasar roda empat nasional. Karena itu, gangguan yang menerpa mereka hampir tak memengaruhi pasar secara total. "Proyeksi penjualan mobil 2015 dari Gaikindo tidak direvisi. Tetap 1-1,1 juta unit," tukasnya.