Jangan Berhenti di Investasi Pabrik

MI/INSAN AKBAR KRINAMUSI
11/6/2015 00:00
Jangan Berhenti di Investasi Pabrik
(Sumber: Tim MI/Grt/Grafis: EBET)
BESAR dan berkembang pesat, tapi dianggap belum paripurna. Bertumbuhnya industri otomotif nasional masih mesti dilengkapi basis penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) milik para pabrikan di Indonesia, juga penggunaan bahan baku lokal.

Pemerintah memang mengapreasi semakin besarnya komitmen investasi berbagai pabrikan untuk membangun fasilitas manufaktur di Indonesia. Namun, pendalaman struktur industri plus transfer teknologi melalui kehadiran basis R&D para 'pemain' industri di Tanah Air juga diharapkan.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Surya Wirawan mengatakan basis R&D akan berpengaruh pada peningkatan teknologi manufaktur serta kualitas sumber daya manusia negeri ini, pun perkembangan produk dan kuantitas ekspor otomotif dari Indonesia kelak.

"Harus diingat, merancang mobil dan memproduksi mobil itu adalah dua hal yang berbeda," ujar Putu, akhir Mei lalu di Cikarang, Bekasi. Yang ada di Indonesia saat ini, tegasnya, belum merupakan inti industri itu sendiri, yakni riset dan pengembangan.

Apa yang dikatakan oleh Putu sendiri sejalan dengan program Manufacturing Industry Development Center (MIDEC), bagian dari Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), yang disepakati kedua negara sejak 2008.

Berdasarkan laporan berjudul Kedalaman Struktur Industri yang Mempunyai Daya Saing di Pasar Global: Pengaruh Implementasi MIDEC terhadap Penguatan Struktur Industri, yang diunduh dari laman daring Kementerian Perindustrian, kerja sama IJEPA-MIDEC di industri otomotif terdiri dari tiga poin.

Yang pertama terkait dengan studi kelayakan tentang kerja sama R&D dan pengecekan kemampuan lembaga uji Indonesia untuk mendukung sistem R&D. Selanjutnya ialah membantu tersedianya peraturan teknik tentang kesesuaian pengujian terbaru yang diperlukan Indonesia untuk mengadopsi atau bergabung dalam perjanjian internasional.

Adapun poin terakhir ialah membantu meningkatkan industri komponen kendaraan bermotor dalam negeri dalam bidang manajemen dan kendali mutu dengan memperluas program tenaga ahli berpindah.

Dorong basis R&D

Kemenperin, sambung Putu, bakal mendorong adanya R&D milik merek-merek kendaraan roda empat di Indonesia. Pihaknya akan mengkaji soal itu dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi, juga Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta balai-balai besar penelitian.

"Ini (basis R&D) terkait dengan paten merek, hak cipta, dan biaya-biaya penelitian yang mungkin pemerintah bisa ikut berperan. Bisa juga dikaitkan dengan perguruan tinggi yang mereka (pabrikan) mau," tandas Putu.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan beberapa pabrikan telah memiliki R&D di Indonesia. Hanya saja, R&D tersebut berskala kecil serta mengkaji produk-produk di pasar domestik seperti low multipurpose vehicle (MPV) dan (low cost green car/LCGC), belum mengkaji produk untuk ekspor.

"Memang masih R&D kecil, tidak memisahkan dengan basis R&D di Jepang dan membangun yang baru di sini," aku Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto ketika dihubungi Media Indonesia, Senin pekan ini.

Menurut Yongkie, investasi plus biaya aktivitas R&D teramat tinggi dan belum diimbangi volume penjualan model-model di Indonesia yang masih berkutat di segmen MPV. Di sisi lain, permintaan ekspor kebanyakan ialah model sedan dan sport utility vehicle (SUV) kecil.

Karena itu, Jongkie berargumentasi pemerintah sebaiknya lebih dulu mengurangi PPnBM sedan dari 30% menjadi 10% agar segmen ini berkembang.

Di sisi lain, saat menyinggung tentang pembangunan industri berorientasi ekspor di Cikarang, Bekasi, akhir bulan lalu, Presiden Direktur PT Suzuki Indomobil Sales Tsuji Oishi mengutarakan harapan agar pemerintah terus meningkatkan infrastruktur yang amat memengaruhi biaya logistik di Indonesia, tingkat suku bunga, plus penegakan hukum. Hal itu akan membantu produktivitas dan daya saing produk dari Indonesia di tingkat global.

Baja lokal
Pada bagian lain, Putu mengatakan pemerintah akan memantik pula permintaan baja lokal di industri otomotif Indonesia. Ia mengatakan, meski kandungan komponen lokal untuk roda empat semakin tinggi, baja sebagai bahan baku utama masih diimpor karena kualitas yang tidak sesuai standar industri otomotif.

Penyediaan baja lokal akan dilakukan via joint venture bernilai investasi US$500 juta antara Krakatau Steel dan Nippon Steel Sumikin. "Mereka mungkin memulai dengan produksi 200 ribu-300 ribu ton baja," tukas Putu. (S-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya