Jalur Neraka di Utara Jawa

Nurtjahyadi
29/7/2015 00:00
Jalur Neraka di Utara Jawa
(MI/Chadie)
AKIBAT sederet masalah teknis, rencana perjalanan mudik kami ke Klaten, Jawa Tengah pada 14 Juli 2015 lalu terpaksa mulur sehari. Saya sudah membayangkan akan menemui kemacetan parah, namun saya tidak pernah menyangka kalau perjalanan di H-2 saat itu akan menjadi sebuah perjalanan terburuk sepanjang sejarah saya berkendara.

Sekitar pukul 11 siang Saya sekeluarga bergerak dari kediaman Saya di Pesanggrahan Jakarta Selatan menggunakan dua kendaraan, Ford EcoSport 1.5 liter AT dan Toyota Kijang Innova 2.0 liter AT langsung memasuki pintu gerbang tol JORR W2 persis di ujung Jl Mohammad Saidi. Lalu lintas relatif lancar saat itu dan tak perlu lama kami sudah mulai menapaki
ruas Tol Cikampek yang mulai ramai.

Saya mengambil posisi di belakang Innova berisi kakak, adik, dua keponakan dan seorang driver berserta putranya yang berusia 8 tahun. Sedangkan Saya, istri dan putri kami berusia 2 tahun 8 bulan serta kedua orang tua saya berada dalam EcoSport berwarna putih.

Dari tol Cikampek kami mulai mendekati ruas tol baru Cikopo-Palimanan (Cipali) yang tengah jadi sorotan. Permukaan jalannya memang mulus membuai. Antrean mulai terlihat di pintu gerbang ruas tol baru sepanjang lebih dari 116 km itu, namun masih wajar untuk ukuran 'arus mudik'.

Sebagian besar ruas tol baru dengan rest area yang minim itu kami nikmati dalam kemacetan hingga menjelang gelap. Gerakan kendaraan yang rerata hanya berjalan beberapa meter saja tiap menitnya membuat kami jenuh dan lelah.

Lapar mulai menyerang, sementara sudah bisa dipastikan tidak akan ada restoran layak di sepanjang ruas tol baru tersebut dan kami sepakat keluar di pintu tol Plumbon untuk mencari makanan.

Ternyata kondisi lalu lintasnya jauh lebih parah karena celah yang tersisa di antara kendaraan dipenuhi pemudik roda dua.

Di Cirebon Square kai istirahat dan mengisi perut sekitar pukul 22.00 WIB. Selang beberapa lama kami kembali bergerak merayap di kemacetan. Lalu lintas terasa semakin padat mendekati tengah malam.

Kantuk menyerang hebat dan kami tidak mau memaksakan diri. Kami tidak mau menjadi bagian dari salah satu berita kecelakaan di media massa. Begitu ada kesempatan...tidur.

Menjelang subuh kami terpisah dengan Toyota Innova. Bersama Ford EcoSport kami memasuki kawasan Brebes yang saat itu sudah berubah total menjadi sebuah lahan parkir massal di sepanjang ruas jalannya.

Menjelang siang, panas matahari menyempurnakan kejamnya perjalanan mudik ini. Untungnya penyejuk udara otomatis dalam EcoSport mampu menghalau panas sehingga stamina tidak merosot drastis.

Kondisi itu terus berlangsung hingga matahari tergelincir. Sekitar seharian kami tertahan di Brebes. Kumandang takbir dan tahmid mulai menggema di sepanjang sisa perjalanan yang tersendat dan entah berapa kali Saya menepi untuk sekadar memejamkan mata yang lelah.

Pagi hari kami tiba di kawasan Kendal. Masarakat bersiap menuju lapangan untuk menjalankan salat Idul Fitri, sementara kami masih berjuang untuk bisa tiba di Klaten.

Jalur yang sepi mendorong saya memacu kendaraan. Supensi EcoSport dilengkapi peredam dengan hydrolock yang diklaim memiliki kelebihan saat speed bumpy. Alhasil rebound suspensi bisa lebih cepat sehingga lebih stabil di jalan bergelombang.

Ford EcoSport didukung mesin 4 silinder Vi-VCT 1.5 liter bertenaga 110 PS pada 6.300 rpm dan torsi maksimal 142 Nm di 4.400 rpm. Jalur tol Semarang-Bawen yang melintasi perbukitan penuh tanjakan dan turunan menjadi santapan lezat buat mesin ini.

Transmisi otomatis 6-speed EcoSport yang dapat dioperasikan secara manual ini dilengkapi teknologi 'dual-clutch' alias kopling ganda sehingga tenaga tersalur lebih solid.

Tepat pukul 10.00 WIB kami tiba di Desa Ngandong, Gantiwarno, Klaten setelah 47 jam perjalanan yang melelahkan, berkumpul dengan rombongan keluarga yang tiba lebih dahulu menggunakan Innova.

Setelah rehat dan menyegarkan diri, anggota keluarga kami yang hobi berwisata langsung menuju kawasan Malioboro dengan Innova. Di pusat sana mereka menyewa becak menyambangi Pusat Oleh-oleh Yogya, Jornal (Jogja
Oblong Original) dan Pusat Kerajinan Batik. Tak lupa menikmati gudeg di Lesehan Rahayu.

Keesokan harinya mereka menuju Obyek Wisata Cave Tubing Goa Pindul, Desa Wisata Bejiharjo, Gunung Kidul untuk menikmati keindahan alam goa tersebut sambil menghanyutkan diri di sungai mengggunakan ban pelampung.

Hari berikutnya (Minggu, 19/7), Rombongan di Toyota Innova bertolak ke mengunjungi famili di Kebumen melewati Yogyakarta dan berlanjut melalui jalur alternatif Ambal-Kebumen, jalan pintas yang kondisinya lumayan parah.

 "Untung pakai Innova mas, jalan rusak ngga begitu terasa. Transmisinya matik pula, jadi kaki ga cape. Pantas saja jika kendaraan ini jadi favorit dan idaman untuk perjalanan mudik," ungkap driver kami melaporkan setelah tiba di Kebumen.

Pada Selasa (28/7) siang, saya, istri dan anak saya menyusul ke Kebumen melewati jalur yang sama dan tidak sampai empat jam kami tiba di tujuan. Baru menjelang jam 22.00 malam kami melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta.(Cdx)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya