Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
BEBERAPA hari terakhir media cetak dan elektronik memberitakan bahwa umat Hindu berbagai daerah di Indonesia sedang melaksanakan upacara melis, melasti, atau upacara penyucian ke sumber-sumber mata air dan atau laut sebagai rangkaian awal pelaksanakan Hari Raya Nyepi. Berikutnya, pada 27 Maret 2017 (sehari sebelum Nyepi), umat Hindu secara nasional akan mengadakan upacara tawur (ruwatan) yang dipusatkan di depan Candi Prambanan, Jateng, diikuti dengan hal yang sama di provinsi lain. Khusus di Bali, upacara tawur dilaksanakan hingga ke tingkat desa adat.
Puncaknya, pada 28 Maret 2017 mulai pukul 06.00 hingga pukul 06.00 keesokan harinya umat Hindu me-Nyepi. Sepanjang waktu itu, umat Hindu melaksanakan catur brata dengan tidak bersenang-senang (amati lelanguan), tidak bepergian (amati lelungaan), tidak menyalakan api (amati gni), dan tidak bekerja (amati karya). Keempat larangan itu pada dasarnya merupakan usaha untuk mengendalikan diri dari pengaruh ahangkara dalam wujud raga (nafsu), lobha (tamak), kroda (marah), mada (mabuk), irsya (iri hati), dan moho (bingung). Manusia Hindu saat Nyepi berusaha melakukan kontemplasi terhadap dirinya untuk senantiasa berusaha mengekang pengaruh ahangkara ke tingkat minimal.
Dengan kekuatan budi dan wiwekanya, manusia menimbang betapa mengumbar nafsu, menjadi manusia tamak, iri hati, dengki, dan pemarah tidak akan pernah menginspirasi manusia mencapai kemuliaan hidup. Dalam teologi Hindu dengan tegas diajarkan agar seorang penganut Hindu tidak melakukan tindakan kekerasan (krurakarma) kepada semua makhluk, terlebih hal itu dilakukan kepada manusia. Nyepi tidak dirayakan dengan segala persiapan makan-minum, juga bukan diisi dengan aktivitas yang negatif lainnya seperti berjudi, menyiapkan nonton film berpuluh-puluh atau berkumpul sambil minum-minum minuman beralkohol.
Itu diisi dengan aktivitas kerohanian yang bertujuan memperhalus budi dan rasa altruisme. Agar setelah usai Nyepi, manusia Hindu 'hidup' kembali dan semakin dekat dengan soal-soal kemanusiaan. Bukankah Hindu mengajarkan Tat Twam Asi, sebuah ajaran yang menganggap orang lain sama dengan diri sendiri. Jika manusia Hindu rakus, tamak, dan egoistis dengan mengumbar kemarahan kepada orang lain, itu berarti ia memarahi dan menyakiti dirinya sendiri. Nyepi harus mampu dijadikan momentum memuliakan diri sebagai manusia dan memuliakan orang lain sesama anak bangsa dengan cara lebih peka terhadap kemiskinan yang masih menimpa sebagian anak bangsa ini.
Manusia Hindu seharusnya juga semakin menyadari betapa pendidikan menjadi modal untuk mencapai kemuliaan hidup sebagaimana tersirat dalam sloka Vidya dhanam Sarvadhana Pradhanam. Akhirnya, manusia Hindu setelah melaksanakan Nyepi, juga diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi hidup damai (shanti) dalam suasana kehidupan yang multikultural. Setelah melaksanakan hening satu hari dan setelah jiwa dan raga beristirahat, memiliki energi baru untuk memulai hidup baru yang lebih berharga bagi keluarga, nusa, dan bangsa. Salah satu cara memuliakan hidup ialah dengan bekerja lebih keras dengan menganggap kerja itu sendiri bagian dari yadnya, bagian dari jalan menuju Tuhan.
Hal ini sejalan dengan ajaran Hindu yang menyatakan 'Tuhan (Prajapati) telah melakukan kerja untuk dapat menciptakan dunia, yang bergerak berdasarkan hukum-hukum yang berlaku atas ciptaan-Nya itu yang disebut Rta (Rg Veda I.22:18; Rg Veda X. 190:1). Oleh karena umat sedarma harus bekerja atau berkarma dengan penuh konsentrasi dan disiplin sebagaimana halnya Tuhan telah memberikan Kamadhuk melalui yadnya-Nya.
Dengan landasan bahwa kerja adalah yadnya, tidak ada alasan yang bagi setiap umat Hindu untuk tidak melaksanakan pekerjaan dengan penuh rasa tanggung jawab. Setiap pekerjaan memiliki kemuliaannya sendiri, yang mampu memberikan citra diri dan kemuliaan hidup kepada setiap orang yang memandang pekerjaan itu sebagai yadnya.
Dengan demikian, Nyepi tidak dirayakan, tetapi dilaksanakan sebagai praktik disiplin diri agar manusia Hindu menjadi manusia yang semakin memiliki tanggung jawab terhadap peningkatan kualitas dirinya agar semakin mulia dan semakin memiliki sifat altruisme (perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri) dalam membantu masyarakat, bangsa, dan negara. Svaha.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved