Menanggulangi Tb di Masyarakat

Fainal Wirawan Pemerhati kesehatan
24/3/2017 00:01
Menanggulangi Tb di Masyarakat
(Tghinkstock)

TUBERKULOSIS (Tb) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di RI. Data dari Global Tb Report Estimates of TB Burden 2014 menyebutkan, di Indonesia dengan populasi penduduk 254 juta, angka prevalensi Tb mencapai 1,6 juta penduduk dan angka kematian mencapai 100 ribu per tahun. Bila suatu kecamatan berpenduduk 100 ribu jiwa, diperkirakan ada 647 penduduk dengan Tb dan 41 orang meninggal dunia setiap tahunnya karena Tb. Angka yang cukup besar karena Tb dapat dicegah ataupun diobati.

Pada umumnya masyarakat mengetahui Tb melalui diagnosis dokter bahwa paru-parunya ada bercak, paru-paru basah, ada bisulnya atau ada cairan. Masyarakat perlu mengetahui Tb secara tepat dan benar agar dapat berperan aktif dalam penanggulangan Tb baik promosi, preventif, ataupun kuratif.

Penularan, diagnosis, dan pengobatan
Terduga Tb diketahui bila batuk lebih dari dua minggu, keringat dingin pada malam hari, tidak nafsu makan, berat badan turun, atau ada darah dalam dahak. Penularan Tb terjadi bila seorang menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius itu saat penderita Tb batuk, bersin, atau bicara keras, dengan adanya basil tahan asam positif (BTA+) di dalamnya. Sekali penderita Tb batuk, dapat mengeluarkan sekitar 3.000 percikan, Diagnosis Tb ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis ditemukan BTA+ dalam dahak sesaat dan pagi hari.

Namun, bukan berarti penderita dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman Tb dalam dahaknya. Hal itu bisa saja terjadi karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. Pengobatan Tb membutuhkan waktu minimal enam bulan. Obatnya dapat diperoleh secara gratis di puskesmas, klinik, atau dokter praktik pribadi yang menjalin kerja sama dengan puskesmas. Selama pengobatan akan dilakukan pemeriksaan dahak kembali untuk mengetahui kemajuan pengobatan.

Pasien dinyatakan sembuh atau pengobatan komplet bila tidak ditemukan kuman TB BTA+ pada akhir pengobatan atau pasien telah konsumsi obat selama enam bulan tanpa putus (disiplin). Data menunjukkan banyak pasien Tb tidak disiplin, putus berobat atau dropout, mungkin disebabkan khawatir efek samping obat karena kesibukan menjadi alpa atau merasa sudah sembuh. Dengan putusnya berobat memperburuk keadaan karena belum sembuh sempurna berakibat menularkan kepada orang lain. Diperkirakan, setiap pasien Tb aktif akan menularkan kepada 15-20 orang per tahunnya.

Sekiranya kambuh kembali harus dilakukan pengobatan berikutnya, tetapi kuman mungkin telah kebal obat yang digunakan sebelumnya. Maka perlu digunakan obat lebih keras, dengan efek samping obat ataupun jenis obat lebih banyak, harga lebih mahal dan membutuhkan waktu pengobatan lebih lama yaitu dua tahun.

Upaya pencegahan
Pencegahan lebih penting. Karena ketidakpahaman pencegahan Tb dengan benar, sekarang banyak penumpang transportasi massal menggunakan masker atau saat berada di tempat tempat umum. Apakah hal itu merupakan tindakan yang benar, akan kita bahas lebih lanjut. Tb ditularkan melalui udara. Infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik yang mengandung kuman Tb melalui mulut atau hidung, saluran pernapasan atas, bronkus, hingga mencapai alveoli dalam paru. Menurut World Health Organization (WHO), pencegahan penularan Tb dapat dilakukan dengan memperbaiki sirkulasi udara.

WHO menetapkan aliran pertukaran udara 12 kali perjam (air change per hour atau ACH) dalam ruangan, cukup untuk mendilusi atau mengencerkan bercak renik menjadi komponen lebih kecil sehingga tidak signifikan bagi yang terpapar menjadi sakit. Cara pencegahannya dapat diupayakan melalui perbaikan ventilasi di rumah, tempat berkumpul orang banyak seperti di ruang pertemuan, barak, pemondokan, pesantren, penjara, fasilitas pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Pada ruangan yang tertutup dan menggunakan AC, pencegahan dilakukan dengan mewajibkan penumpang yang menderita batuk menggunakan masker sehingga bercak renik akan tertahan di masker tidak banyak yang keluar tersebar ke udara.

Pencegahan melalui pengobatan dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, dengan menemukan pasien Tb sebanyak-banyaknya dan mengobatinya secara tepat. Kegiatan dipopulerkan Kementerian kesehatan dengan istilah TOSS (temukan obati sampai sembuh). Hal ini membutuhkan kerja keras dan sumber daya tidak sedikit, seperti screening, pencarian kasus secara aktif melalui surveilans batuk, ketuk pintu dari rumah ke rumah, dan pencarian kontak serumah pasien Tb. Di fasilitas pelayanan kesehatan khususnya tempat berkumpul pasien seperti tempat pendaftaran, ruang tunggu, pencegahan dilakukan dengan cara: temukan pasien batuk, pisahkan, dan obati secara tepat atau disingkat tempo.

Kegiatan ini membutuhkan seorang petugas sebagai pengawas batuk. Dengan pasien dipisahkan dan dilayani melalui jalur cepat, akan mencegah terjadinya penularan ke pasien lain. Pada anak pencegahan dilakukan melalui vaksinasi, sedangkan pada penderita HIV AIDS, pasien dengan pengobatan hemoterapi dan lain-lain, pencegahan dilakukan dengan menggunakan obat.

Peran masyarakat
Upaya komunikasi, edukasi, dan informasi (KIE) perlu dilakukan masif dan terus-menerus agar masyarakat dapat berperan aktif secara tepat. Banyak yang dapat dilakukan melalui gerakan masyarakat dengan pendekatan keluarga yang telah dicanangkan Kementerian Kesehatan. Masyarakat dapat digerakan untuk memperbaiki ventilasi udara di rumah masing-masing. Jendela yang baik adalah yang dapat terbuka 100%, seperti jendela layaknya pintu atau nako, menggunakan jendela jungkit akan tertutup saat tertiup angin kencang. Kipas angin berdiri atau exhaust fan digunakan bila aliran terasa masih kurang.

Masyarakat juga dapat diajak berperan sebagai pengawas menelan obat (PMO) agar penderita Tb disiplin menelan obat, mencari terduga Tb di masyarakat untuk diajak berobat ke puskesmas karena gratis. Bagi masyarakat yang menderita batuk, perlu segera memeriksakan diri ke puskesmas, menggunakan masker di tempat berkumpul orang banyak.

Harapan
Apa yang dapat diperbuat masyarakat, tergantung KIE dari sumber yang kompeten, dalam hal ini adalah tenaga kesehatan yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas. Kurangnya partisipasi masyarakat menunjukkan upaya KIE belum dilaksanakan secara optimal. Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga yang dicanangkan Kementerian Kesehatan dapat dijadikan landasan yang kuat bagi puskesmas untuk bergerak.

Semoga peringatan Hari Tb Sedunia yang jatuh pada 24 Maret setiap tahunnya tidak hanya bersifat seremonial, tetapi dapat dijadikan momentum saling membagi dan mendukung antarpemangku kepentingan, memberikan kontribusinya dalam membekali masyarakat agar dapat lebih peduli Tb menuju 'Indonesia Sehat Bebas Tb'.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya