Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
GEMPA yang terjadi di Pidie Jaya mengingatkan masyarakat Aceh pada kenangan buruk ketika terjadi gempa dan tsunami 12 tahun silam. Menurut keterangan masyarakat Pidie, guncangan gempa dengan magnitude 6,5 SR ini dirasakan jauh lebih keras jika dibandingkan dengan yang mereka rasakan ketika gempa 2004, yang notabene magnitude-nya lebih besar (9 SR). Getarannya juga berbeda. Waktu gempa 2004 rasanya mengayun, sedangkan kali ini tanah bergetar dengan ritme yang cepat.
Beberapa hal yang menimbulkan perbedaan itu antara lain jenis dan lokasi sumber gempa. Gempa terjadi ketika terjadi pergerakan patahan atau sesar di bawah permukaan bumi secara tiba-tiba. Gempa yang menimbulkan tsunami pada 2004 bersumber dari sesar anjakan yang berada di dekat batas penunjaman, sekitar 90 km lepas pantai Sumatra, 200 kilometer dari Pidie, sedangkan gempa Pidie bersumber dari sesar geser dekat dengan Kota Pidie, di kedalaman 15 km.
Mengapa getarannya dirasakan berbeda? Itu karena gelombang gempa yang dilepaskan gempa 2004 energinya sudah banyak berkurang setelah menempuh jarak 200 km dan sampai ke Pidie. Sebaliknya pada gempa Pidie, energi gempa masih sangat besar karena jarak yang ditempuh untuk sampai ke permukaan hanya 15 km.
Ketika lempeng samudra menumbuk dan menunjam di bawah lempeng benua seperti yang terjadi di lepas pantai selatan Sumatra, daerah di sekitar zona tumbukan ini akan mengalami deformasi dengan membentuk patahan dan lipatan. Di Sumatra, zona deformasi akibat tumbukan ini dibagi menjadi dua, yaitu zona dekat dengan batas penunjaman dan zona deformasi di darat yang didominasi sistem sesar Sumatra.
Sesar Sumatra merupakan sesar geser kanan dengan dimensi yang sangat panjang, sesar ini membelah daratan Pulau Sumatra dari Lampung hingga Sabang. Patahan di darat ini ketika bergerak akan menghasilkan gempa-gempa dengan magnitude yang relatif lebih kecil (<8 SR) dibanding zona subduksi, dan dengan kedalaman yang dangkal (<30 km) akan tetapi bersifat merusak.
Pengenalan
Tidak banyak yang menyadari bahwa bukan gempa bumilah yang menjadi penyebab utama timbulnya korban ketika terjadi gempa, tetapi bangunan dan infrastruktur yang tidak tahan gempa dan kemudian robohlah yang menjadi penyebabnya. Dampak kerusakan itu akan dialami paling besar oleh daerah yang berada dekat dengan sumber gempa. Karena itu, mengenali potensi adanya sumber gempa (yaitu sesar) di suatu wilayah akan dapat membantu dalam perencanaan wilayah tersebut. Hal itu untuk mempersiapkan ketahanan infrastruktur yang dibangun di sana dan mempersiapkan ketahanan masyarakat di sekitarnya. Jadi, ketika terjadi gempa, masyarakat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko timbulnya korban jiwa.
Selama ini jalur sesar aktif sepanjang sesar Sumatra sudah terpetakan dengan baik. Akan tetapi, sesar Sumatra yang besar ini juga memiliki cabang-cabang di sepanjang jalurnya, yang sebagian belum teridentifikasi dengan baik, salah satunya yang menyebabkan gempa Pidie ini. Dari data seismologi kinematika sesar yang bergerak di Pidie Jaya ini merupakan sesar geser kanan berorientasi barat laut-tenggara.
Gempa-gempa besar di masa lalu sebenarnya juga sudah terjadi di daerah ini, seperti gempa yang terjadi pada 1967 dengan magnitude 6,1 SR, 1969 (5,3 SR), dan 1975 (6,2 SR). Walaupun sesar yang menyebabkan gempa Pidie ini memang belum terpetakan sebelumnya, pemerintah dan sebagian besar masyarakat di daerah ini sebenarnya sudah memahami bahwa mereka tinggal di daerah rawan bencana gempa. Lalu mengapa masih banyak kerusakan dan korban jiwa? Apa yang bisa diperbaiki sehingga ke depannya Indonesia bisa menekan jumlah korban dan kerusakan akibat gempa?
Pencegahan
Salah satu cara yang harus segera dilakukan ialah memetakan dengan baik semua sumber gempa (sesar aktif) baik di darat maupun di laut di seluruh wilayah Indonesia. Budaya preventif atau pencegahan daripada membangun kembali (rebuild) seperti ini sudah banyak diterapkan di negara-negara maju, tetapi belum banyak diaplikasikan di Indonesia. Padahal, investasi untuk pencegahan ini mungkin akan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan untuk membangun kembali. Pemetaan sesar aktif bisa dilakukan dengan berbagai cara dan menggunakan berbagai data, baik data permukaan maupun bawah permukaan.
Ketika gempa terjadi, pergerakan sesar akan menimbulkan perubahan bentuk permukaan bumi yang khas. Dengan mengenali bentukan-bentukan permukaan bumi ini kita akan mampu mengenali lokasi adanya sesar aktif di suatu wilayah. Penelitian patahan aktif di Indonesia sangat menantang dan tidak mudah. Karena curah hujan yang tinggi, bentukan deformasi permukaan bumi akan cepat terkikis dan sulit dikenali sehingga penelitian sesar aktif di Indonesia membutuhkan ketelitian yang tinggi dan koordinasi serta kolaborasi berbagai bidang ilmu seperti geologi, geodesi, seismologi, dan geofisika.
Peta sesar aktif yang dihasilkan kemudian akan diterjemahkan sebagai sumber data. Hal itu perlu dilakukan untuk menentukan parameter-parameter keteknikan yang bisa dimanfaatkan pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan, dan peraturan daerah tentang bangunan tahan gempa. Mengingat kompleksnya kondisi masyarakat Indonesia, pengimplementasian peraturan ini terkadang mengalami kendala, termasuk resistensi dari masyarakat sendiri. Karena itu, sejalan dengan penerapan peraturan ini, sosialisasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan.
Penelitian sesar aktif di Indonesia masih dan terus akan dilakukan. Hal itu penting dilakukan untuk melengkapi data-data yang sudah ada dan untuk merevisi peta acuan gempa bumi di Indonesia. Dukungan baik dalam penelitian maupun pengimplementasian hasil penelitian sesar aktif baik dari pemerintah pusat hingga daerah sangat diharapkan sehingga Indonesia bisa menghadapi bencana, terutama bencana gempa bumi, dengan lebih baik.
Gayatri Indah Marliyani
Pengajar dan Peneliti Bidang Tektonik Aktif Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved