W Riawan Tjandra, Dosen Senior pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Doktor Ilmu Hukum UGM
09/10/2015 00:00
(Pata Areadi)
RESPONS pemerintah dalam upaya mengatasi krisis struktural (bukan krisis fundamental) perekonomian perlu diacungi jempol. Kebijakan yang dituangkan dalam paket kebijakan pertama, kedua, dan ketiga dipadukan dengan perubahan global yang semakin membaik bagi situasi politik-ekonomi negeri ini, mampu memperbaiki situasi perekonomian, dan nilai tukar rupiah secara gradual dan sistematis.
Semakin pulihnya kondisi perekonomian, membuktikan membaiknya kepercayaan pasar dalam negeri. Dipicu oleh progresivitas substansi paket kebijakan yang secara umum melakukan perbaikan terhadap sistem pelayanan publik melalui dere-gulasi perizinan dan kebijakan. Lalu, penataan kebijakan politik-ekonomi serta penguatan peran negara dalam mengelola situasi perekonomian dalam negeri saat menghadapi transformasi politik-ekonomi global yang sangat cepat.
Paket Kebijakan Ekonomi Tahap III mencakup tiga wilayah kebijakan, yakni pertama, penurunan tarif listrik dan harga BBM serta gas. Kedua, perluasan penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ketiga, penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal. Adapun substansi paket kebijakan ekonomi jilid III melanjutkan kesuksesan paket kebijakan ekonomi jilid II meliputi beberapa hal penting. Seperti harga avtur, LPG 12 kg, pertamax, dan pertalite efektif turun sejak 1 Oktober 2015. Harga solar turun Rp200 per liter, baik untuk solar bersubsidi maupun nonsubsidi.
Diskon tarif hingga 30% untuk pemakaian listrik mulai pukul 23.00 WIB hingga pukul 8.00, pada saat beban sistem ketenagalistrikan rendah. Penundaan pembayaran tagihan rekening listrik hingga 60%, dari tagihan selama setahun dan melunasi 40% sisanya secara angsuran pada bulan ke-13, khusus untuk industri padat karya, setelah menurunkan tingkat bunga KUR dari sekitar 22% menjadi 12%. Pada Paket Kebijakan Ekonomi Tahap III ini, pemerintah memperluas penerima KUR. Kementerian ATR/BPN merevisi Permen No 2/2015 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Agraria, Tata Ruang, dan Pertanahan dalam Kegiatan Penanaman Modal. Bebe-rapa substansi pengaturan baru ini mencakup antara lain: a. Pemohon mendapatkan informasi tentang ketersediaan lahan (semula tujuh hari menjadi tiga jam) b. Seluruh permohonan didaftarkan sebagai bentuk kepastian bagi pemohon terhadap ketersediaan dan rencana penggunaan lahan. Surat akan dikeluarkan dalam waktu tiga jam.
Terpuruknya nilai tukar rupiah selama tujuh bulan terakhir telah direspons cepat dengan menata ulang sistem kebijakan pemerintah yang selama ini masih kurang optimal dalam mendorong investasi. Dalam teori hukum administrasi negara dikenal norma hukum administrasi negara umum (algemene wet bestuursrecht) dan norma hukum administrasi negara khusus (sectorale/bijzondere bestruusrecht). Norma hukum administrasi negara umum adalah sistem peraturan perundang-undangan dalam hukum administrasi negara yang berlaku umum secara lintas sektoral dan mengikat seluruh pejabat administrasi pemerintahan.
Sementara norma hukum admi-nistrasi negara khusus adalah sistem peraturan perundang-undangan dalam hukum administrasi negara yang terikat pada kebijakan sektoral pemerintahan tertentu. Lahirnya norma-norma hukum administrasi negara khusus dipengaruhi asas spesialitas (specialitet beginsel) yang menghendaki agar pelayanan administrasi pemerintahan disesuaikan dengan beragam kebutuhan pelayanan publik yang harus berimplikasi terhadap sektoralisasi fungsi-fungsi administrasi pemerintahan sebagai respons terhadap kebutuhan publik yang berkembang.
Deregulasi peraturan perundang-undangan maupun perizinan sejati-nya saat ini sudah ditopang oleh sistem administrasi pemerintahan yang kuat. Eksistensi UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagai norma hukum materiil dan UU No 5/1986 jis UU No9/2004 serta UU No 51/ 2009 yang mengatur Peradilan Tata Usaha Negara sebagai norma hukum formil dapat diletakkan sebagai norma hukum administrasi negara umum yang dapat digunakan sebagai pintu masuk untuk merekonstruksi standar-standar administrasi pemerintahan dalam perspektif kebijakan deregulasi.
UU Administrasi Pemerintahan mengamanatkan untuk dibuatkan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap kebijakan administrasi pemerintahan yang dapat mendorong kualitas kinerja dan profesionalitas pelayanan birokrasi administrasi pemerintahan. Apalagi, kini dengan telah adanya UU No 20/2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian upaya untuk mewujudkan sistem birokrasi administrasi pemerintahan yang memenuhi karakter instrumental dalam teori hukum administrasi, yaitu prinsip efektivitas dan efisiensi, dapat diwujudkan secara optimal.
Paket kebijakan September yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan dukungan sistem norma hukum administrasi negara umum dan khusus, dapat memberikan harapan positif terhadap perbaikan politik ekonomi domestik yang secara bertahap dapat memulihkan kepercayaan pasar dan dunia internasional. Berkaca pada sistem penormaan hukum administrasi negara di negeri ini sebagaimana telah diuraikan di atas, sejatinya negeri ini telah memenuhi standar negara hukum yang berlaku di negara-negara demokrasi yang telah mapan, utamanya yang merupakan bagian dari rumpun keluarga hukum civil law system.
Di ranah pengambil kebijakan sudah terdapat UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah melakukan rekonstruksi sistem manajemen bagi aparatur sipil negara menggantikan UU No 8/1974 jo UU No 43/1999 yang mengatur mengenai Pegawai Negeri Sipil. UU ASN telah memperbaiki sistem manajemen bagi aparatur sipil negara (dulu: PNS) sejak dari sistem rekrutmen, pembinaan, penilaian kinerja, seleksi jabatan-jabatan di lingkungan ASN, promosi, sampai pada hak dan kewajiban dalam pemberhentian ASN.
Di sisi lain, ranah sistem hukum organisasi pemerintah, keberadaan UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara dan PP No 41/2007 tentang Penataan Organisasi Perangkat Daerah dapat didorong sebagai instrumen penataan sistem organisasi pemerintahan, baik di Pusat maupun Daerah. Hal tersebut dapat menjadi variabel-variabel penting untuk mendukung kebijakan makrostrategis sekaligus mikroteknis dalam perbaikan manajemen terhadap instrumen-instrumen pemerintahan (man/personnel and organization, regulation, money, and public infrastructure) dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan guna mendukung efektivitas Paket Kebijakan September.
Kini tinggal memperkuat leadership dalam eksekusi kebijakan sektoral, sambil memperbaiki sinergi dan harmonisasi relasi kewenangan antarkebijakan sektoral. Ibarat menata harmoni orkestra, serta para juru tembang dalam gamelan Jawa agar menghasilkan simfoni yang merdu dan menyentuh kalbu.