Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
BEBERAPA hari ini, jagat kepemiluan kita tengah menyoroti proses seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu Republik Indonesia. Sampai hari terakhir penutupan pendaftaran (3 November 2016 ), sebanyak 304 orang telah mendaftar, dengan rincian 512 ke KPU dan 208 ke Bawaslu RI.
Poin penting yang hendak dituliskan di sini ialah wacana diskresi bagi penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) periode 2017-2022. Frasa diskresi diatur dalam Pasal 1 (9) Undang-Undang No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Diskresi menurut pasal tersebut ialah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Disebutkan, diskresi bertujuan (a) melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, (b) mengisi kekosongan hukum, (c) memberikan kepastian hukum; dan (d) mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaat-an dan kepentingan umum.
Saya mengambil frasa diskresi terkait dengan pernyataan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Jimly Assshiddiqie, khususnya poin (a) tentang melancarkan penyelenggaraan pemerintahan. Harapan Jimly agar Tim Seleksi KPU dan Bawaslu membuat langkah diskresi internal penting dicermati mengingat tantangan Pemilu 2019. Pernyataan mantan penasihat Presiden Habibie ini juga pernah disampaikannya pada Peringatan 100 Hari Wafatnya Husni Kamil Manik beberapa waktu lalu.
Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan dibutuhkan orang-orang yang berpengalaman, tidak terkecuali bagi KPU dan Bawaslu. Di KPU, lima dari tujuh komisioner periode 2012-2017 berasal dari KPU Provinsi. Bahkan di antara mereka telah menjalani proses panjang di KPU selama 10 tahun (dua periode) seperti halnya Alm Ketua KPU Husni Kamil Manik ketika menjabat komisioner KPU Sumbar dua periode. Meski KPU dikritik pascahasil Pemilu 2014 dan Pilpres 2014, berbagai pihak memberikan apresiasi atas kinerja KPU periode ini. Model tanggung jawab yang berjenjang dimaknai sebagai bentuk kesungguhan KPU menjalankan amanat rakyat yang dibebankan kepada penyelenggara pemilu.
Diskresi dibutuhkan jika ada proses regenerasi di tubuh KPU tidak memberikan ruang kepada mereka yang sudah berpengalaman menyelenggarakan pemilu di Tanah Air. Namun, patut juga dipahami diskresi tidak untuk proses ‘melanggengkan kekuasaan’ di tubuh KPU. Diskresi sekali lagi diperlukan untuk mencari solusi terbaik dalam menghadapi tantangan Pemilu 2019 yang tentu lebih kompleks dan berat. Apalagi jika kemudian RUU pemilu yang kini telah di DPR melahirkan beberapa terobosan penting untuk Pemilu 2019.
Proses seleksi KPU memang masih panjang sebelum akhirnya diserahkan tujuh nama ke Presiden pada 30 Januari 2017. Jalan panjang seleksi tersebut dibutuhkan kebijakan diskresi dari tim seleksi dan terkhusus di DPR. Hal itu dilakukan karena pentingnya menjaga kelancaran jalannya pemerintahan, terkhusus bagi proses suksesi yang sah di republik ini yang diselenggarakan KPU.
Proses politik di DPR ialah hal yang terpenting didorong ke arah diskresi tersebut mengingat kepentingan politik sering kali meng-alahkan pengalaman dan kualitas seseorang. Pernyataan Ketua Komisi II DPR Rambe Kamaruzzaman dalam sebuah berita yang dilansir media nasional sebenarnya isyarat ke arah diskresi internal di tubuh dewan. Tentu saja Rambe Kamaruzzaman telah merasakan dinamika penting selama ‘berkolaborasi’ dengan komisioner KPU untuk menuntaskan pesta Pileg 2014 dan Pilpres 2014 lalu.
Kekhawatiran berbagai pihak jika penyelenggaraan pemilu diserahkan kepada ‘wajah-wajah’ baru tanpa melibatkan ‘wajah lama’ semestinya disikapi sebagai upaya untuk meletakkan proses pemilu agar berjalan sesuai dengan koridor UU Pemilu. Kita patut mencatat proses perwujudan asas penyelenggara pemilu yang independen dan berintegritas telah diciptakan komisioner KPU periode ini.
Konsep berintegritas menjadi catatan penting bagi kualitas penyelenggara pemilu ke depannya. Peranan DKPP yang menjaga netralitas penyelenggara pemilu dengan ‘palu sidangnya’ telah memberi efek jera bagi penyelenggara pemilu yang mencoba mencari keuntungan dalam proses pemilu. Meski demikian, seperti yang sering muncul dalam proses sidang DKPP, integritas tidak hanya dimaknai dari keinginan diri, tetapi juga masuk ke wilayah pemahaman administrasi penyelenggaraan pemilu.
Memahami kepemiluan tidak hanya lahir dari proses membaca teks-teks pemilu yang bertaburan di rak-rak buku perpustakaan dan toko buku. Teks tersebut penting dipraktikkan di lapangan. Penyelenggara pemilu Yang sudah bertahun-tahun mempraktikkan teks tersebut kini telah mendaftar menjadi komisioner KPU dan Bawaslu. Oleh karenanya diskresi dibutuhkan agar proses regenerasi di KPU dan Bawaslu tidak hanya ganti orang. Namun, yang utama ialah menjaga kualitas penyelenggara pemilu agar dapat terjaga hingga 2019 mendatang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved