Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Sulit dimengerti akal waras, saat anak semata wayang, Ismail, dikorbankan oleh ayah yang mengasihi, Nabiyullah Ibrahim.
Misteri yang sulit dipahami tersebut tak habis dibedah sepanjang sejarah manusia. Namun, lewat misteri itulah manusia menikmati hidupnya. Peristiwa ribuan tahun lalu itu kemudian menjadi dasar rujukan rekonstruksi ritual tahunan, dikenal dengan ibadah kurban atau adha, menyembelih hewan, dagingnya dibagikan kepada fakir-miskin.
Seperti misteri pengorbanan Ismail, manusia tak pernah mengerti maksud Tuhan membalik bumi, membadaikan air laut, menenggelamkan kawasan, melumatkan manusia dalam berbagai bencana. Di saat yang sama, Dia berfirman, agar manusia terus memeras otak memahami kehendak-Nya.
Itukah cara-Mu hadir dalam kehidupan duniawi ini Ya Allah? Kaukah yang menyapa hamba-Mu melalui bencana alam erupsi gunung api, banjir luapan curahan hujan? Apakah Kau sedang bermain-main dengan ciptaan-Mu sendiri?
Pertanyaan itu seperti menggantung tak terjawab walau Tuhan telah menurunkan firman-Nya lebih 1.300 tahun lalu, juga jauh sebelum itu dalam Taurat dan Injil. Misteri serupa melingkupi perintah menyembelih hewan, menapaktilasi jejak Ibrahim dalam ritual haji. Misteri kegaiban selalu melekat pada segala tindakan-Nya. Selalu muncul pertanyaan tentang maksud petunjuk (hudan) dan maksud penjelas (furqan) wahyu-Nya bagi manusia dalam menjalani hidup.
Karena itulah, pewahyuan Alquran pada abad ke-7 perlu dihadirkan kembali pada tiap fase sejarah sehingga bisa ditafsir sesuai logika dan kebutuhan zaman. Misteri dan pertanyaan yang tak pernah terjawab tuntas dalam ritual kurban. Namun, ada pelajaran berharga tentang kesediaan berbagi kebahagiaan dalam ritual kurban, hingga manusia terbebas dari derita akibat kemiskinan.
Tapak tilas Nabi Ibrahim dalam ibadah haji dan kurban seperti diputar kembali dalam ritual tahunan. Daur-ulang kehidupan, terus berlangsung. Tetumbuhan menghijau, hewan melata menyusuri daratan menghiasi pepohonan, kicau burung meramaikan desir angin, memecah kesepian yang senyap. Begitulah misteri kehidupan mengintip di balik peristiwa alam dan firman-Nya.
Kita bisa membaca ulang kisah tenggelamnya umat Nabi Nuh akibat pengabdian pada berhala kekuasaan dan harta-benda kekayaan. Kini berhala-berhala itu berupa jabatan, kekuasaan, dan popularitas yang memabukkan hingga manusia lupa diri. Mereka yang mengimani kitab suci cenderung memberhalakan tafsirnya sendiri meski gagal menawarkan solusi problem kemanusiaan.
Bagaimana memaknai ucapan takbir dan talbiyah tentang kebesaran Tuhan, pernyataan tunduk, tak menduakan-Nya? Cukupkah melafalkan kebesaran nama Tuhan, memuji-Nya disertai pengakuan kemaharajaan Tuhan tanpa aksi konkret bagi pembebasan sesama yang menderita? Cukupkah napak tilas Ibrahim dengan ritual formal haji dan menyembelih hewan kurban?
Di tengah tangis tanpa air mata mereka yang menderita, banyak warga negeri ini sibuk berebut kuasa, citra dan korupsi, bahkan berebut jatah naik haji berkali-kali. Cukupkah membagi daging hewan kurban yang habis dikonsumsi beberapa hari untuk menderita lagi hingga tahun berikut?
Talbiyah dan takbir lebih bermakna sebagai kebesaran jiwa berbagi kebahagiaan bagi mereka yang menderita akibat kemiskinan dan bencana alam. Kurban hewan dan naik haji lebih berarti jika bersamaan itu dikembangkan sistem sosial dan ekonomi berbagi penderitaan dan kebahagiaan bagi sesama.
Bersediakah kita menangis, saat tak satu pun anggota keluarga yang menderita akibat bencana alam atau kemiskinan? Bisakah anak-anak sekolah atau mahasiswa dari keluarga berpunya untuk berbagi uang jajan bagi anak-anak dan mahasiswa dari keluarga miskin? Bisakah pejabat dan anggota dewan menghibahkan sebagian tunjangan jabatan atau honor yang diterima bagi mereka yang menderita akibat bencana alam atau kemiskinan?
Makna autentik ritual haji dan kurban, bukan sekadar pergi ke tanah suci dan kucuran darah hewan. Berbagi kebahagiaan bagi pembebasan mereka yang menderita adalah pelajaran dari misteri tapak tilas Ibrahim.
Ironis, saat jutaan warga negeri ini terperangkap derita kemiskinan, banyak elite negeri ini terperangkap korupsi, sebagian lagi sibuk berebut kuasa dalam pemilu daerah. Sementara petinggi gerakan keagamaan berkukuh pada tafsirnya sendiri yang tak berhubungan dengan pemecahan problem kemanusiaan.
Misteri kehendak Tuhan dalam ritual haji dan kurban, bukan berarti ketiadaan hak bagi akal untuk menerjemahkan firman bagi aksi riil kemanusiaan. Ritual menyembelih hewan mesti dikelola secara profesional.
Nilai hewan kurban secara nasional yang bisa mencapai beberapa triliun rupiah itu bisa dikelola bagi pembebasan kebodohan dan kemiskinan melalui berbagai ragam program. Beasiswa dan latihan keterampilan kerja bagi warga miskin bisa didanai dari akumulasi daging kurban yang diuangkan.
Bahkan bisa dikembangkan perbankan (bank adha) dari dana hasil penguangan daging kurban khusus bagi kepentingan orang miskin, seperti memberi pinjaman tanpa bunga dan agunan, pelatihan kerja, selain pendampingan kerja.
Ijtihad kreatif tentang tata kelola fungsional hewan kurban yang 'salah' pun tetap mendapat penghargaan pahala dari Tuhan. Tidakkah kita mau percaya bahwa Tuhan lebih mengerti maksud baik tiap penafsiran ulang firman-Nya bagi aksi kemanusiaan dalam ibadah haji dan penyembelihan hewan kurban?
Abdul Munir Mulkhan
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved