Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
TAHUN 2016 bukanlah tahun yang menggembirakan bagi pemerintah dan para pelaku ekonomi secara keseluruhan. Pada 2016 ini, beberapa target pencapaian pemerintah yang tertuang dalam APBN dan APBN-P meleset dari yang telah direncanakan. Bahkan pada semester dua 2016 pemerintah telah melakukan tiga kali koreksi dalam penentuan anggaran pendapatan dan belanjanya. Oleh karena itu, cukup dipahami jika pada RAPBN 2017 pemerintah cukup realistis dengan menetapkan anggaran pendapatan dan belanjanya di bawah anggaran pendapatan dan belanja 2016. Melesetnya beberapa capaian pendapatan pemerintah 2016 cukup berdampak signifikan pada target pembangunan.Beberapa proyek pembangunan infrastruktur harus mengalami beberapa penyesuaian baik dari sisi target waktu penyelesaian maupun target besarnya pembiayaan. Bahkan beberapa rencana proyek pembangunan infrastruktur harus mengalami peninjauan kembali supaya tidak menjadi beban berlebih dalam belanja pemerintah pada 2016 ini. Hal itu pula yang mendasari kenapa pemerintah sangat menggenjot pelaksanaan tax amnesty.Dengan adanya tax amnesty, pemerintah berharap dapat memperoleh sumber pendanaan baru bagi belanja pemerintah sehingga target pembangunan dapat diraih dengan maksimal. Namun, sayangnya, tax amnesty ini ibarat macan ompong. Pelaksanaan tax amnesty tidak disertai dengan instrumen 'paksaan' bagi para pelakunya untuk memasukkan kekayaan mereka ke Indonesia. Pada akhirnya dana segar yang diharapkan dapat masuk karena adanya tax amnesty ibarat pengharapan terhadap kemurahan hati para pelaku sehingga capaiannya tidak dapat ditetapkan secara pasti.
Terbatasnya anggaran pemerintah untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur seharusnya tidak menjadi kendala yang signifikan. Bahkan keterbatasan anggaran pemerintah merupakan hal yang wajar dan dapat dipahami jika peran serta pihak swasta dapat berjalan dengan optimal, baik dengan melibatkan lembaga pembiayaan maupun perorangan dan perusahaan. Namun, peran pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur pada 2016 ini sepertinya tidak bisa terlalu diharapkan.
Walaupun indeks tendensi bisnis (ITB) pada triwulan II 2016 memperlihatkan perbaikan dari 99,46 pada triwulan I 2016 menjadi 110,24 pada triwulan II, dalam tataran praktis kinerja sektor industri belum menunjukkan pemulihan. Kinerja ekspor dan impor yang selama ini menjadi barometer sektor industri belum menunjukkan perbaikan signifikan. Sampai dengan triwulan II 2016, kinerja ekspor dan impor Indonesia masih mengalami pertumbuhan yang negatif. Jika dibandingkan dengan triwulan I 2016, kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif 3,13%, sedangkan impor mengalami pertumbuhan negatif yang lebih besar yaitu 4,04%. Dengan kondisi seperti itu, sulit rasanya jika pembiayaan pembangunan dibebankan kepada para pelaku industri.
Alternatif terakhir yang menjadi sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur ialah lembaga pembiayaan terutama lembaga perbankan. Namun, setali tiga uang, industri perbankan dalam beberapa waktu terakhir ini mengalami kesulitan likuditas yang juga besar. Angka loan to deposit ratio (LDR) lembaga perbankan saat ini sudah sangat tinggi, melebihi angka 90%. Per Juni 2016, angka LDR lembaga perbankan mencapai 91,19% atau naik 0,87% bila dibandingkan dengan Mei 2016.
Tingginya angka LDR lembaga perbankan bisa menunjukkan dua hal, yaitu tingginya permintaan kredit terhadap lembaga perbankan dan yang kedua ialah jumlah dana yang dimiliki lembaga perbankan sudah sangat terbatas. Tingginya LDR juga akan berdampak pada dua hal. Pertama sesuai dengan prinsip ekonomi, tingginya permintaan kredit di tengah ketersediaan dana yang terbatas akan mengakibatkan kenaikan harga dari dana yang tersedia tersebut. Dengan kata lain, tingginya permintaan kredit di tengah kesulitan likuiditas tentunya akan mengakibatkan kenaikan suku bunga kredit yang signifikan. Bila hal itu terjadi, sudah bisa dipastikan kinerja perekonomian secara nasional akan terganggu. Indonesia akan kembali terjebak pada pusaran high cost economy yang berdampak pada inefisiensi ekonomi.
Dampak yang kedua dari tingginya LDR ialah selektifnya perbankan dalam memilih kreditor. Lembaga perbankan akan memilih kreditor yang mungkin memberikan imbal hasil tertinggi dengan tingkat risiko paling rendah. Padahal, selama ini kreditor pembiayaan infrastruktur dikenal sebagai kreditor dengan pay back period paling lama dengan risiko paling tinggi. Dengan kata lain, dengan terbatasnya dana yang dimiliki lembaga perbankan, hampir bisa dipastikan para kreditor untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur akan menempati daftar tunggu paling akhir yang kemungkinan mereka mendapatkan kredit bisa dikatakan mustahil. Kondisi tersumbatnya sumber pembiayaan infrastruktur semakin memperkuat keyakinan bahwa saat ini Indonesia berada pada periode darurat infrastruktur. Jika pemerintah tidak bisa menemukan solusi yang tepat, paling tidak pembangunan infrastruktur selama satu tahun ini akan terhambat. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan pinjaman luar negeri dan privatisasi bank-bank BUMN menjadi pilihan yang cukup realistis untuk digunakan pemerintah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved