Mewaspadai Pornografi Anak

M Fadil Imran Doktor kriminologi FISIP UI Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro
20/8/2016 08:17
Mewaspadai Pornografi Anak
(Sumber: KPAI/Tim Riset MI/Grt/Foto: Ramdani/Grafis: Seno)

TEMA pornografi anak sebenarnya bukan merupakan tema baru di dalam bahasan kriminologi.

Tema itu terkait di dalam kerangka besar pembahasan hak anak dan perlindungan anak.

Pornografi anak dipandang dalam perspektif pelanggaran terhadap hak anak dan gagalnya upaya perlindungan anak.

Sayangnya bentuk eksploitasi seksual terhadap anak ini belum mendapat perhatian yang memadai.

Pornografi anak umumnya didefinisikan dengan mengaitkannya sebagai gambar atau penggambaran atas subjek berusia di bawah umur yang tidak pantas atau tidak layak-obscene atau indecent (Jenkins, 2001).

Pendefinisian seperti ini kemudian melupakan bahwa kegiatan pornografi anak adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan ditujukan guna memenuhi kepentingan atau hasrat seksual.

Akibatnya memunculkan kealpaan bahwa terdapat kategori yang disebut sebagai materi pornografi anak indikatif.

Kealpaan itu menjadikan kurang sensitif dalam mengidentifikasi pornografi anak.

Sadar akan hal ini maka dibuatlah suatu sistem gradasi sebagai alat dalam melakukan identifikasi materi pornografi anak.

Satu faktor yang juga mempersulit dalam membedakan suatu materi pornografi anak ialah berkaitan dengan faktor fisik dari sosok yang digambarkan dalam materi tersebut.

Anak didefinisikan sebagai individu yang berusia di bawah 18 tahun, tetapi saat berada dalam penggambaran materi pornografi, secara fisik tidak mudah untuk dapat membedakannya secara fisik dengan sosok yang berusia 19 tahun.

Selain itu, tidak sedikit materi yang sengaja dibuat dengan melibatkan objek yang berusia di atas 19 tahun, tetapi direkayasa atau dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai anak yang berusia 18 tahun.

Penggunaan gambar kartun juga sering digunakan pelaku. Materi pornografi seperti ini yang kemudian dikenal dengan pseudo-pornography.

Apa pun bentuknya, dan terlepas apakah sekadar melihat, yang penting untuk disadari dari pornografi anak ini ialah 1) terdapat anak yang menjadi korban dan diperlakukan dengan kejam di balik setiap gambar dan 2) terdapat anak dan keluarga yang trauma dan terlanggar privasinya sebagai akibat beredarnya materi pornografi anak. Karena sering kali materi pornografi anak justru diambil dari album keluarga, 3) materi pornografi anak dapat mendorong dilakukannya kekerasan seksual dan 4) di balik materi pornografi anak, terdapat anak yang mengalami degradasi, dipenuhi rasa malu dan menyalahkan dirinya sendiri karena beredarnya materi tersebut.

Teknologi informasi

Perkembangan di bidang teknologi informasi makin merumitkan fenomena itu karena telah memfasilitasi munculnya bentuk atau modus baru eksploitasi terhadap anak, salah satunya ialah online child pornography.

Teknologi informasi mengubah pola produksi dan distribusi pornografi anak.

Dengan berlatar keuntungan jutaan dolar AS setiap tahunnya, jutaan materi pornografi anak, baik gambar maupun video, beredar luas melalui mobile phones dan jaringan internet telah memfasilitasi meningkatnya jangkauan, besaran dan aksesibilitas pornografi anak (Akdeniz, 2008).

Sesungguhnya tidaklah mudah menemukan atau memperoleh materi pornografi anak.

Namun, dengan adanya teknologi informasi, khususnya internet dan search engine, materi pornografi anak dapat dengan mudah untuk diperoleh.

Di beberapa negara yang melegalkan pornografi atau pseudo-pornography, materi tersebut dijual atau tersedia di toko tertentu.

Teknologi informasi juga memfasilitasi penyimpanan materi pornografi itu dalam bentuk digital dan jumlah yang lebih banyak, tidak memakan tempat dan waktu yang lebih lama.

Banyak kemudahan yang didapat dengan penggunaan teknologi informasi dalam kaitannya dengan penyebaran pornografi tersebut.

Namun, yang bisa dipastikan bahwa teknologi informasi mempermudah produksi materi pornografi.

Satu hal yang perlu diingat ialah ketika materi tersebut dalam bentuk digital dan beredar di internet, sampai kapan pun akan berada tetap ada di internet, diakses setiap waktu, dan mengalami proses reproduksi berkali-kali.

Tipologi pelaku

Kalau selama ini kelompok paedophiles (pedofil) sering dituding memegang peranan dalam pornografi anak, ternyata suatu hasil studi menunjukkan terdapat individu atau kelompok lain yang juga berperan.

Mereka berasal dari berbagai strata usia, kelas, penghasilan, dan profesi dengan rentangan usia mulai 13 tahun sampai 75 tahun.

Kesadaran akan ancaman online child pornography diwujudkan negara dengan melakukan kriminalisasi dan memberikan ancaman hukuman penjara, baik terhadap yang memproduksi, mendistribusikan, bahkan memiliki.

Adanya kesadaran bahwa upaya melakukan pengendalian sosial terhadap online child pornography mungkin dilakukan di tingkat antarnegara menyebabkan dilakukannya kolaborasi antarlembaga antarnegara.

Bahkan upaya self-regulatory dan co-regulatory dengan melibatkan internet service providers (ISPs) juga mulai dilakukan guna memerangi online child pornography (Akdeniz, 2008).

Mengapa Indonesia harus peduli dengan isu ini dan perlindungan anak? Karena dalam satu tulisan disebutkan bahwa sebagian besar anak yang dilibatkan dan jumlahnya menunjukkan peningkatan dengan sangat cepat dalam praktik online child pornography, berasal dari Asia.

Tanggung jawab utama dalam upaya perlindungan anak terletak pada negara karena negaralah penguasa dari seluruh sumber daya yang dimiliki dengan didukung birokrasi dan struktur yang dapat menjangkau di mana pun anak berada.

Upaya perlindungan anak itu dilakukan dengan 1) dilakukannya diseminasi dan berbagi informasi tentang anak yang berisiko di antara lembaga negara, 2) terdapatnya panduan dan pengaturan rinci dalam kerja sama antarlembaga negara, 3) terdapatnya struktur kerja sama perlindungan anak antarlembaga negara di tingkat lokal, 4) terdapatnya pembagian beban tanggung jawab antara agen pekerja sosial dan kepolisian dalam penyidikan dan penyelidikan kasus pelanggaran hak anak, dan 5) terdapatnya unit khusus di kepolisian guna penyidikan dan penyelidikan kasus pelanggaran hak anak.

Yang pasti, masalah pornografi dengan keterlibatan anak-anak haruslah menjadi perhatian semua pihak.

Terlebih kalau sudah menyangkut teknologi informasi yang menembus sekat-sekat dinding rumah hingga antarnegara.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya