Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
DI tengah gempuran berbagai persoalan sosial politik yang amat melelahkan, ada baiknya kita jeda sejenak menyambut agenda akbar, meriah, dan menghibur, yaitu Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX. Pesta olahraga empat tahunan itu akan diselenggarakan pada 17-28 September 2016, di Bandung, Jawa Barat.
PON kali ini akan mempertandingkan 53 cabang olahraga, 9 di antaranya untuk ekshibisi. Tercatat 755 medali emas dan perak serta 961 medali perunggu akan diperebutkan 8.403 atlet, belum termasuk atlet tuan rumah. Terjadi peningkatan luar biasa dari PON XVIII Riau yang mempertandingkan 39 cabang olahraga dan memperebutkan 600 medali emas. Tentu itu kabar baik bagi kemajuan olahraga nasional.
Pacu prestasi
Olahraga terus berevolusi dan melampaui fungsi elementarnya, yakni sebagai sumber kebugaran dan kesehatan masyarakat. Kini olahraga berkembang menjadi komoditas sosial politik, yakni sebagai wadah persatuan dan sumber kebesaran bangsa. Secara ekonomi, olahraga pun berkembang menjadi industri yang amat menjanjikan.
Di level global, prestasi olahraga menjadi simbol prestise sebuah negara. AS, Rusia, dan Tiongkok ialah trio yang terus mendominasi Olimpiade karena mereka serius membangun olahraga. Begitu pula Belanda, Italia, Spanyol, Inggris, dan masih banyak lagi. Popularitas negara-negara tersebut kian mengglobal karena kuatnya kultur olahraga.
Saat menyaksikan Piala Eropa 2016, kita berdecak kagum dengan penampilan tim sepak bola negara-negara kecil, seperti Wales dan Islandia, karena mampu mendikte juara sepak bola, seperti Inggris, Italia, Jerman, dan Spanyol. Paling fenomenal tentunya Portugal. Tim sepak bola negara dengan penduduk 10,46 juta jiwa itu mampu mengempaskan raksasa Prancis di final. Prestasi olahraga memang lebih berurusan dengan keseriusan membangun olahraga, bukan banyak-sedikitnya jumlah penduduk.
Dalam konteks nasional, PON ialah ajang bagi atlet-atlet daerah untuk memperagakan ketangguhan, kecepatan, ketangkasan, dan akurasi di berbagai cabang olahraga. Para atlet akan bekerja keras dan mempertaruhkan segalanya, termasuk jiwa raga, demi meraih medali sebanyak-banyaknya. Prestasi di PON akan menjadi mahkota yang mengharumkan nama daerah di tingkat nasional.
Banyak daerah menjadikan PON sebagai motivasi untuk memacu prestasi olahraga. Momentum PON memang tidak boleh disia-siakan. Dengan berbagai cara, setiap daerah akan membina putra putri mereka agar mampu tampil sebagai duta yang menaikkan prestise daerah. Diam-diam prestasi olahraga diakui sebagai barometer kesuksesan pembangunan.
Sejauh penyelenggaraan PON, empat provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur begitu mendominasi. DKI Jakarta sudah 6 kali menjadi juara umum, Jawa Barat 3 kali, Jawa Timur 2 kali, dan Jawa Tengah 1 kali. Provinsi di luar Jawa, apalagi di kawasan timur Indonesia, seperti Maluku, Papua dan Nusa Tenggara, belum mampu berprestasi optimal di ajang PON.
Tentu banyak faktor yang memengaruhinya. Yang utama ialah ketimpangan pembangunan, termasuk bidang olahraga, antara Jawa dan luar Jawa. Jika di Jawa sarana olahraga melimpah, di luar Jawa, itu justru masih langka. Fasilitas olahraga seperti stadion, lapangan, dan kolam renang masih menjadi barang mewah bagi daerah luar Jawa. Ke depan, pemerataan pembangunan, termasuk bidang olahraga, menjadi kebutuhan mendesak.
Di samping itu, penerapan otonomi daerah diharapkan menjadi kesempatan emas bagi daerah untuk memacu pembangunan bidang olahraga. Di sinilah kepala daerah berperan. Visi dan komitmen tinggi seorang kepala daerah merupakan kuncinya.
Kepala daerah semestinya bekerja secara cerdas, keras, tuntas, dan ikhlas untuk memacu kebugaran, kesehatan, dan karakter masyarakat melalui olahraga. Olahraga membudayakan kejujuran, kerja keras, kebersamaan, dan sportivitas.
Meraih prestasi optimal memang bukan soal mudah sebab banyak faktor yang menghambatnya. Minimnya kemauan elite politik, terbatasnya anggaran, dan prasarana yang kurang memadai ialah faktor-faktor yang mesti dibenahi.
Yang paling prihatin tentu ialah daerah-daerah miskin seperti Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Keterbatasan dana merupakan problem akut yang sulit diantisipasi.
Kenyataan itu kiranya menjadi cambuk untuk kita lebih bekerja keras. Apa pun hambatannya, semua daerah harus berpartisipasi aktif agar PON XIX berjalan secara optimal sekaligus menjadi momentum kebangkitan olahraga nasional. Hal itu mendesak dilakukan untuk mendongkrak prestasi olahraga nasional agar kembali berjaya di ajang internasional, yakni SEA GAMES 2017 di Malaysia dan Asian Games (AG) 2018 di Indonesia.
Khusus terkait dengan AG 2018, Presiden Joko Widodo menaruh harapan agar Indonesia mampu meraih posisi 5 besar. Harapan tersebut tentu tidak mudah karena setelah meraih posisi 2 di AG Jakarta 1962, Indonesia tak sekalipun pernah masuk 5 besar di perhelatan olahraga se-Asia tersebut. Di AG 2014 di Korea, Indonesia berada di urutan ke-17 dengan 4 emas, 5 perak, dan 11 perunggu. Bahkan Indonesia pernah berada di urutan ke-22, yakni AG di Doha 2006.
Jika demikian, PON XIX memiliki nilai strategis sebagai ajang persiapan menyambut SG 2017 dan AG 2018. Pemerintah, pelaku olahraga, pelaku ekonomi, profesional, parpol, dan masyarakat harus berkontribusi agar olahraga nasional kembali berjaya di level internasional.
Perekat bangsa
Tadi disebutkan bahwa olahraga berkembang menjadi sarana sosial-politik. Nelson Mandela menjadikan olahraga sebagai agenda rekonsiliasi nasional. Kofi Annan meyakini olahraga sebagai sarana persatuan dan perdamaian. Kita tentu berharap agar PON XIX bisa menghadirkan kegembiraan bagi masyarakat sekaligus meredakan berbagai konflik sosial politik di Tanah Air.
Kita sadari PON merupakan wadah perekat bangsa. Kontingen dari 34 Provinsi berhimpun dalam semangat persaudaraan dan keanekaragaman yang mengagumkan. Perbedaan suku, agama, budaya dan politik tak menghalangi kita untuk bersatu. Ini hebat! Kita berkewajiban menjaga dan mengembangkannya.
Jika demikian, setiap kontingen harus menjaga dan taat asas dalam mengikuti berbagai pertandingan. Betul juara itu hebat dan agung, tapi lebih hebat dan agung sportivitas dan persatuan.
Potensi kecurangan, sekecil apa pun, harus dicegah agar tidak mengusik rasa keadilan dan persatuan. Olahraga harus memberikan contoh bahwa kejujuran, kerja keras, dan sportivitas ialah sesuatu yang agung.
Dengan penuh kesadaran, kita harus merawat PON sebagai pertanda Indonesia ada dan kuat. PON 1948 di Solo berawal dari ketersinggungan bangsa karena ditolak mengikuti Olimpiade London 1947. Alasan teknisnya ialah Indonesia dianggap belum mampu. Alasan politisnya ialah Inggris bersolidaritas dengan Belanda yang saat itu belum rela Indonesia merdeka.
Akhirnya, kesuksesan PON XIX memberikan kabar bahwa Indonesia ada, kuat, dan satu. Nilai-nilai tersebut merupakan modal pokok yang membuat Indonesia mampu mengatasi epidemi korupsi dan ancaman radikalisme, terorisme, serta penyalahgunaan narkotika.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved