Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
BASUKI Tjahaja Purnama alias Ahok resmi maju dalam Pilkada DKI 2017. Ia didukung tiga partai politik, yaitu Golkar, Nasional Demokrat (NasDem), dan Hati Nurani Rakyat (Hanura). Sementara itu, spekulasi mengenai penantang Ahok masih berlangsung. Belum ada titik terang siapa penantangnya. Satu-satunya partai, di luar pendukung Ahok, yang sudah menyebutkan nama ialah Gerindra. Mereka akan mengusung pengusaha Sandiaga Uno sebagai bakal calon gubernur DKI. Persoalannya, suara Gerindra di DPRD DKI tidak mencukupi untuk mengusung calon sendiri. Mereka membutuhkan dukungan partai lain. Karena itu, pencalonan Sandiaga masih berada di wilayah remang-remang. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adalah satu-satunya partai yang memiliki peluang mendukung calon sendiri. Ada dua nama yang muncul ke permukaan, Ahok dan Tri Rismaharini. Persoalannya, PDIP dan Ahok tampaknya masih sangat susah sampai pada satu titik kesepahaman. Di satu sisi, PDIP merupakan partai pemenang pemilu di DKI. Mereka berhak mengajukan satu nama calon tanpa koalisi dengan partai mana pun. Karena itu, sulit bagi PDIP sebagai pemenang pemilu melamar seorang calon dari luar partai. Sebaliknya, Ahok sudah telanjur muncul sebagai politikus dengan karakter yang tidak mau tunduk pada partai. Dia menawarkan kinerja dan platform sebagai bargaining politik. Dia berkukuh tidak ingin melamar di partai mana pun. Dia memasang harga tinggi dengan mendorong relawan mengumpulkan KTP. Dia memberi pilihan yang tak bisa ditawar; didukung partai atau dia akan maju dengan sejuta KTP yang telah terkumpul.
Berbasis kinerja
Bila PDIP dan Ahok tidak menemukan kata sepakat, alternatif terbesar untuk diusung ialah Tri Rismaharini. Risma adalah kader PDIP yang dinilai berhasil membangun Kota Surabaya. Sedikit banyak, PDIP menuai citra positif dari keberhasilan salah satu kadernya itu. Profil Risma sebagai kepala daerah yang memperoleh apresiasi tinggi dari publik berdasarkan kinerja dianggap alternatif penantang Ahok yang setara. Menurut survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada akhir Juni 2016, elektabilitas Ahok di Ibu Kota didukung oleh tingkat kepuasan publik pada kinerjanya. Dari dua kali survei opini publik SMRC mengenai kinerja Gubernur DKI Jakarta, tingkat kepuasan publik pada Ahok meningkat dari 63% (Agustus 2015) ke 69,7% (Juni 2016). Apresiasi publik berdasarkan kinerja inilah yang membuat para penantang Ahok kesulitan mencari lawan tanding. Di antara sedikit pilihan itu, Risma adalah figur yang paling potensial. Walaupun demikian, ada beberapa persoalan yang perlu dicermati bila Risma benar-benar maju dalam Pilkada DKI Jakarta. Pertama, Risma tampaknya memiliki profil yang sama dengan petahana, Ahok. Kedua tokoh itu memiliki kinerja yang baik di mata publik. Elektabilitas mereka berdasarkan kinerja. Keduanya tidak memiliki modal lain seperti kultur, darah, finansial, dan semacamnya. Dengan modal yang relatif sama, Ahok diuntungkan sebagai petahana. Walaupun Risma begitu populer dan memiliki tingkat penerimaan yang tinggi di Surabaya, bukan hal yang mudah untuk mentransfer itu semua ke Jakarta. Pada pilkada serentak tahun lalu, Risma menang telak di angka 86,22%. Akan tetapi, itu terjadi pada masyarakat tempat dia bekerja, dengan hasil-hasil kerjanya menjadi alat-alat kampanye yang paling efektif. Di Jakarta, dia tidak memiliki kemewahan memamerkan hasil kerja semacam itu. Sebaliknya, semua hasil pembangunan di Jakarta justru akan diklaim oleh Ahok sebagai petahana. Survei SMRC juga menemukan bahwa 57,4% alasan warga memilih Ahok ialah karena ia dinilai berhasil membuktikan hasil kerjanya. Kedua, jika Risma maju dan mesin politik pendukungnya bekerja maksimal, sangat mungkin basis pendukung Ahok-lah yang akan tergerogoti. Pada survei SMRC (Juni 2016) dengan simulasi tiga nama, elektabilitas Ahok berada di angka 55%-58% suara. Mengingat bahwa belum ada satu pun nama resmi penantang Ahok yang keluar, angka ini sebetulnya belum terlalu solid. Karena itu, mengingat Ahok dan Risma memiliki kesamaan karakter personal, mungkin mereka akan berbagi pendukung. Jangan lupa bahwa 81% pemilih PDIP sekarang ini mengaku akan menjatuhkan pilihan pada Ahok. Jika Risma maju, mungkin pendukung PDIP itu akan terbelah. Demikian pula dengan pendukung partai-partai lain.
Kelola isu
Dalam situasi ketika Ahok dan Risma berebut ceruk suara yang sama, maka calon dengan karakter keunggulan lain bisa menarik manfaat. Katakanlah calon lain itu ialah seorang tokoh agama atau mereka yang menggunakan sentimen agama. Betapa pun rasionalnya pemilih di Ibu Kota, sentimen agama masih memiliki basis pendukung. Jakarta sendiri sejak lama adalah basis partai-partai agama. Jika isu agama dan etnisitas berhasil dimaksimalkan, bukan tidak mungkin baik Ahok maupun Risma akan tumbang di Jakarta. Jika itu terjadi, Indonesia akan kehilangan dua pemimpin pekerja dalam satu waktu. Akhir kata, kehendak untuk memajukan Risma pada Pilkada DKI Jakarta tampaknya perlu dipertimbangkan lebih matang dengan memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan publik, baik publik Jakarta, Surabaya, maupun Indonesia secara lebih luas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved