Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
MEREBAKNYA kasus vaksin palsu kini menambah deretan panjang persoalan pembangunan kesehatan di Tanah Air. Persoalan ini dapat dikategorikan sebagai bencana kesehatan atas perbuatan manusia (man made health disaster). Beredarnya vaksin palsu itu sekaligus mengindikasikan bahwa pengawasan terhadap peredaran obat belum optimal. Indikasi lain belum optimalnya pengawasan itu juga ditemukan pada penggunaan pengawet dan pewarna makanan, serta peredaran makanan yang sudah kedaluwarsa. Konsumsi obat dan makanan yang tidak sehat itu berpotensi menurunkan derajat kesehatan yang pada gilirannya menghambat upaya meningkatkan usia harapan hidup penduduk (life expectancy). Padahal, capaian angka umur harapan hidup penduduk Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan sejumlah negara lain, khususnya beberapa negara ASEAN. Laporan UNDP (2015), misalnya, menunjukkan angka umur harapan hidup penduduk Indonesia sebesar 68,9 tahun. Sementara itu, angka umur harapan hidup di Singapura mencapai sebesar 83 tahun, Malaysia 74,7 tahun, Thailand 74,4 tahun, dan Vietnam 75,8 tahun. Distorsi jendela peluang
Di tengah upaya pemerintah mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) guna memanfaatkan terbukanya jendela peluang (window opportunity) atas hadirnya bonus demografi, beredarnya obat dan makanan yang tidak sehat itu merupakan ancaman serius. Hal ini mengingat mengonsumsi obat dan makanan yang tidak layak itu akan menurunkan derajat kesehatan dan pendidikan sehingga berpotensi mendistorsi terbukanya jendela peluang. Kesehatan dan pendidikan merupakan dua aspek penting dalam meningkatkan SDM berkualitas yang diharapkan dapat menjadi motor penggerak dalam meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi nasional. Pengalaman Korea Selatan, misalnya, menunjukkan sekitar sepertiga dari pertumbuhan ekonomi mereka merupakan kontribusi dari kehadiran bonus demografi di negara itu. Korea Selatan berhasil memanfaatkan jendela peluang atas kehadiran bonus demografi mereka, antara lain, karena ditunjang derajat kesehatan yang tinggi. Hal itu tecermin dari angka umur harapan hidup mereka yang telah mencapai 81,9 tahun. Capaian angka umur harapan hidup di Korea Selatan itu juga berjalan seiring dengan capaian pendidikan mereka, yang berdasarkan ukuran rata-rata lama sekolah (mean years schooling) mencapai sebesar 11,9 tahun. Sementara itu, Indonesia dengan angka umur harapan hidup sebesar 68,9 tahun, rata-rata lama sekolahnya baru mencapai 7,6 tahun (UNDP, 2015). Kesehatan dan pendidikan sebagai aspek pembentuk SDM berkualitas memang saling memengaruhi di antara keduanya.
Derajat kesehatan yang rendah akan memperburuk prestasi di sekolah, termasuk dalam pemahaman tentang kesehatan, dan sebaliknya prestasi sekolah yang baik turut meningkatkan pemahaman terhadap kesehatan. Secara faktual, hal itu sekaligus mengisyaratkan rendahnya prestasi anak di sekolah tidak selalu disebabkan penyelenggaraan pendidikan yang buruk, tapi juga bisa disebabkan derajat kesehatan siswanya yang rendah (WHO, 2011).
Dengan derajat kesehatan dan pendidikan yang rendah, itu pada gilirannya akan menyulitkan untuk meraih produktivitas secara optimal. Studi yang dilakukan Smith (2008), misalnya, menemukan derajat kesehatan yang baik pada siswa berpotensi memperoleh pendapatan 24% lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa dengan derajat kesehatan rendah. Potensi pendapatan yang lebih tinggi dari mereka dengan kesehatan dan pendidikan lebih baik bahkan berpeluang memiliki derajat kesehatan yang jauh lebih baik lagi karena dapat mengalokasikan pengeluaran kesehatan yang lebih besar.
Bahkan, derajat kesehatan yang baik tecermin dari tingginya angka umur harapan hidup dapat menginspirasi penduduk untuk bekerja lebih giat dan berinvestasi. Hal itu pada gilirannya akan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Vogl, 2012). Penjelasan dari Vogl (2012) itu juga barangkali dapat memberikan pemahaman pada kita bahwa untuk memanfaatkan terbukanya jendela peluang atas kehadiran bonus demografi, perlu persiapan matang dengan mengedepankan pembangunan kesehatan.
Hal itu mengisyaratkan faktor sekecil apa pun yang mengganggu kinerja pembangunan kesehatan perlu dihindari, termasuk di dalamnya gangguan kesehatan akibat ulah manusia seperti halnya persoalan vaksin palsu. Puncak bonus demografi yang diperkirakan terjadi pada 2028-2031 atau sekitar 12-15 tahun dari sekarang merupakan periode yang cukup singkat sehingga pemerintah perlu bergerak cepat untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduk. Anak umur di bawah 15 tahun, khususnya balita, pada saat ini merupakan calon pemimpin dan penggerak roda pembangunan di masa mendatang. Untuk itu, pemerintah perlu mempersiapkan mereka secara matang, antara lain dengan mengupayakan kesehatan dan pendidikan yang memadai. Kelalaian dalam melakukan persiapan itu akan berakibat fatal karena selain kehilangan momentum dalam memanfaatkan jendela peluang atas hadirnya bonus demografi, akan menyebabkan malapetaka akibat pertambahan usia produktif yang tidak dapat diberdayakan.
Akselerasi untuk meningkatkan derajat kesehatan di Tanah Air barangkali bisa dilakukan selain dengan mengikis masalah kesehatan akibat ulah manusia, juga dengan memperbesar alokasi anggaran kesehatan untuk membiayai berbagai aspek kesehatan yang mencakup aspek preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Diketahui, anggaran kesehatan kita masih terbilang kecil, yakni sekitar 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara itu, negara-negara lain dengan kondisi sosial ekonomi lebih rendah daripada Indonesia, seperti Kamboja dan Vietnam, anggaran kesehatan mereka lebih tinggi, masing-masing sebesar 5,6% dan 6,8% dari PDB (OECD, 2012).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved