Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PEKAN lalu, tepatnya 29 Juli 2016, masyarakat dikejutkan peristiwa bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) di Kota Tanjungbalai, Sumatra Utara. Pada peristiwa itu, ratusan orang membakar enam wihara dan kelenteng. Kabarnya, peristiwa itu dipicu protes seorang warga beretnik Tionghoa yang terusik oleh volume pengeras suara dari sebuah masjid yang berada di dekat rumahnya. Walau sempat menimbulkan ketegangan, peristiwa itu tidak menimbulkan korban jiwa dan dapat segera diredam. Peristiwa di Tanjungbalai seakan mengingatkan kita semua bahwa isu-isu bernuansa SARA masih sangat rentan mengganggu ketertiban dan keamanan bangsa. Apalagi, Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk, terutama dalam hal etnik, agama, dan kepercayaan.
Untuk itu, apa pun peristiwanya, suatu ketegangan bernuansa SARA harus mendapat perhatian serius agar tidak berkembang menjadi kondisi membahayakan bagi keamanan serta persatuan dan kesatuan bangsa yang pada akhirnya hanya membawa kerusakan yang sia-sia. Masih membekas di ingatan kita semua betapa kerusuhan bernuansa SARA telah menimbulkan korban jiwa dan materi yang sangat besar di kalangan anak bangsa; sebut saja kerusuhan ras Mei 1998 serta konflik di Ambon, Maluku, dan Poso, Sulawesi Tengah. Bertolak dari apa yang terjadi di Tanjungbalai akhir-akhir ini, ada sejumlah catatan yang dapat menjadi bahan renungan bersama agar peristiwa bernuansa SARA dapat dicegah sedini mungkin. Salah satu hal yang paling utama ialah bagaimana masyarakat dapat memahami perbedaan yang terdapat di lingkungan tempat dirinya berada. Dalam hal ini, setiap anggota masyarakat tentu bebas menjalankan aktivitas yang berhubungan dengan ikatan kekerabatan, kesukuan, ataupun keagamaan masing-masing. Kebebasan itu diatur konstitusi kita, UUD NRI 1945 (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945). Kebebasan itu merupakan keniscayaan dalam sebuah kebinekaan.
Dalam bingkai-bingkai itulah kebebasan perlu dipahami sebagai suatu sikap yang juga menghormati anggota masyarakat lain yang memiliki latar belakang berbeda. Pada titik inilah sebuah dialog di kalangan anggota masyarakat mutlak diperlukan. Tokoh-tokoh masyarakat, pemuka adat, dan agama mempunyai peran sangat besar untuk membuka dialog baik dengan anggota masyarakat lain maupun dengan anggotanya sendiri untuk menyampaikan pemahaman ini. Tanpa dialog internal dan eksternal seperti ini, pemahaman akan kebebasan dalam keragaman akan menemui jalan berliku.
Selain pemahaman akan kebinekaan, ketegangan bernuansa SARA dapat dicegah dan diredam sedini mungkin oleh negara. Pada konteks ini, negara ialah pemegang otoritas tunggal untuk menjamin ketertiban, termasuk dalam hal aktivitas sosial masyarakat.
Dalam hal kehidupan beragama, misalnya, negara tentu tidak bisa ikut campur dalam hal keimanan ataupun tata cara peribadatan yang dianut setiap individu. Akan tetapi, negara memiliki otoritas penuh untuk menjamin bahwa setiap individu dapat menjalankan agama dan kepercayaannya dengan bebas, aman, dan tanpa rasa takut. Sebaliknya, negara berwenang menegakkan aturan untuk menjamin ketertiban agar kebebasan tersebut tidak mengganggu anggota masyarakat yang lain. Peran-peran negara tersebut harus dipahami masyarakat sehingga tidak mengambil tindakan sepihak dalam merespons adanya kesalahpahaman yang terjadi.
Tidak kalah penting ialah kedewasaan masyarakat dalam menanggapi isu-isu yang berkembang. Kita masih mengenang bagaimana suatu peristiwa perkelahian akhirnya menjadi isu yang memicu kerusuhan SARA di Ambon, Maluku, dan Sampit, Kalimantan Tengah, pada 1999 dan 2001 yang memakan korban jiwa dan harta benda begitu besar. Di titik inilah tergambar bagaimana sebuah isu sekecil apa pun harus dideteksi, diwaspadai, dan diantisipasi sedini mungkin. Di luar Tanah Air, kita dapat mengambil pelajaran pahit dari Rwanda. Pada 1994, hanya dalam waktu 100 hari, sekitar 800 ribu jiwa suku Tutsi menjadi korban genosida milisi suku Hutu. Genosida itu sebelumnya dibakar isu-isu kebencian terhadap suku Tutsi yang secara masif disebarkan melalui berbagai sarana, mulai mulut ke mulut, pamflet-pamflet, hingga radio. Kewaspadaan terhadap isu-isu yang berkembang mutlak diperlukan untuk mencegah gejolak di tengah masyarakat, terlebih di era pesatnya perkembangan media sosial. Menurut sejumlah pemberitaan, aksi sebagian anggota masyarakat di Tanjungbalai akhir-akhir ini salah satunya disulut penyebaran isu di media sosial oleh sejumlah orang. Berbeda dengan pers yang terikat oleh waktu tayang atau cetak maupun kode etik jurnalistik, media sosial nyaris tidak terikat oleh batasan-batasan.
Dengan perkembangan teknologi internet dan ditunjang kepemilikan ponsel pintar yang saat ini nyaris sudah menjangkau individu hingga di daerah-daerah pelosok, informasi melalui media sosial dapat disebarkan hanya dalam waktu beberapa detik saja. Informasi yang disampaikan lewat media sosial pun tidak terikat oleh kaidah-kaidah, baik dalam hal kaidah-kaidah teknis maupun etika-etika substansi dari informasi yang disampaikan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa informasi melalui media sosial dapat menjangkau masyarakat di mana pun dalam hitungan detik dan tanpa melalui sensor. Artinya, peran untuk menyaring informasi benar-benar ada pada diri individu yang menerima suatu informasi. Pada titik inilah peran orang tua, pendidik, maupun tokoh masyarakat diperlukan untuk memberikan edukasi secara formal maupun informal mengenai pentingnya kritis dalam menyaring informasi. Pada konteks ini, aparat negara pun dapat mencegah gangguan secara dini dengan mendeteksi secara cepat berkembangnya isu-isu melalui media sosial di tengah-tengah masyarakat.
Walau (untungnya) peristiwa Tanjungbalai tidak berkembang luas, sudah selayaknya kejadian ini menggugah segenap komponen bangsa untuk mewaspadai segala hal yang dapat mengancam dan mengganggu persatuan bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kebinekaan Indonesia terlalu indah untuk diganggu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved