Reshuffle,Sentimen Global,dan Gairah Pasar

Ronny P Sasmita Staf Ahli Komite Ekonomi dan Industri Nasional Republik Indonesia
29/7/2016 00:20
Reshuffle,Sentimen Global,dan Gairah Pasar
(MI/PANCA SYURKANI)

RABU, 27 Juli 2016, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengumumkan rencana paket stimulus ekonomi senilai lebih dari 28 triliun yen (US$265 miliar) sebagai upaya mendorong perekonomian negara tersebut. Berdasarkan laporan dari Kyodo News, PM Abe yang memberikan pernyataannya di kota bagian selatan Fukuoka itu menyebutkan paket tersebut akan dikompilasikan sekitar seminggu setelah pernyataan. Sementara itu, menurut media Jepang lain, Jiji News, rencana stimulus tersebut akan mencakup 13 triliun yen dalam bentuk 'langkah fiskal', tetapi tidak terdapat laporan nilai yang dialokasikan dari paket tersebut untuk pos belanja baru. Ada banyak spekulasi tentang nilai paket stimulus dan alokasi belanja baru. Nikkei Newspaper sehari sebelumnya melaporkan rencana tersebut akan mencakup 6 triliun yen untuk belanja baru meskipun mungkin hanya sekitar 2 triliun yen dari jumlah itu yang akan masuk ke anggaran tambahan yang disetujui tahun ini. Rencana stimulus PM Abe diumumkan menjelang pertemuan kebijakan Bank of Japan (BoJ) yang akan berakhir pada Jumat (29/6). Hal tersebut sejalan dengan harapan para ekonom senior yang mengharapkan stimulus moneter lebih lanjut dari pertemuan BoJ nanti. Tak bisa dimungkiri, kabar stimulus lebih lanjut dari 'Negeri Sakura' tersebut telah menyuntikkan sentimen positif kepada pasar sejak rencananya baru berbentuk isu dan rumor. Beberapa hari belakangan rencana paket stimulus menopang penguatan bursa regional dan mata uang negara-negara kawasan Asia.

Nilai mata uang yen sebelumnya dilaporkan berturut-turun terjun, sementara pergerakan bursa saham di Tokyo menguat dalam perdagangan yang terpantau cukup volatile. Dari sisi mata uang, pelemahan kurs ialah bagian dari strategi ekonomi Jepang untuk meningkatkan daya saing ekspor negaranya. Sementara itu, dari sisi domestik Indonesia, reshuffle kabinet menjadi pemicu internal yang mengembuskan angin segar ke lantai bursa dan mata uang rupiah. Munculnya nama Sri Mulyani sebagai menteri keuangan dan Thomas Lembong yang beralih dari menteri perdagangan ke pos Kepala BKPM memunculkan optimisme baru bagi pelaku pasar. Sri Mulyani dikenal cukup propasar selama ini dan diharapkan mampu menjadi pembantu presiden yang akan membawa perekonomian Indonesia keluar dari lilitan pelambatan ekonomi global dengan tetap memberikan peluang besar kepada pasar untuk berkembang. Sementara itu, Lembong dikenal cukup mumpuni untuk menggawangi BKPM dan diekspektasikan akan menjadi salah satu pemain kunci dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional via investasi. Pada hari yang sama, indeks harga saham gabungan (IHSG) dibuka naik 0,40% atau 21,01 poin ke level 5.245,40. Sehari sebelumnya, IHSG ditutup menguat 0,07% atau 3,59 poin ke level 5.224,39 setelah bergerak pada kisaran 5.200,62-5.241,50. Dari 534 saham yang diperdagangkan, 140 saham menguat, 169 saham melemah, dan 225 saham stagnan. Empat dari sembilan indeks sektoral pada IHSG menguat, didorong sektor infrastruktur yang naik 1,23% dan sektor consumer yang menguat 0,34%.

Sementara itu, lima sektor lainnya melemah, didorong sektor tambang yang turun 1,12% dan sektor perdagangan yang melemah 0,42%. Dari sisi kurs, nilai tukar rupiah terpantau terus menguat 0,31% atau 41 poin ke level Rp13.134 per dolar AS pada sesi siang beberapa saat setelah pengumuman reshuffle kabinet seiring dengan penguatan kurs Asia yang ditransaksikan terhadap dolar AS pada waktu yang sama. Tak bisa dimungkiri, penguatan terjadi akibat perpaduan sentimen positif dari Jepang, kecilnya probabilitas kenaikan suku bunga The Fed, dan dari reshuffle kabinet yang diumumkan Jokowi. Bahkan nilai tukar rupiah, paginya, juga telah dibuka menguat 0,11% atau 15 poin ke 13.160 per dolar AS. Sehari sebelumnya, Selasa (26/6), rupiah sempat berakhir melemah 0,25% atau 33 poin ke posisi Rp13.175 per dolar AS setelah dibuka di zona merah dengan pelemahan 0,07% atau 9 poin ke Rp13.151 per dolar AS pada Selasa pagi. Sepanjang perdagangan, rupiah sempat bergerak di kisaran sempit Rp13.125-Rp13.184 per dolar AS. Volatabilitas yang berakhir pelemahan tersebut sangat bisa dipahami di tengah ketidakpastian terkait suku bunga the Fed. Namun, Federal Reserve (The Fed) diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan Amerika Serikat, menyusul para pembuat kebijakan yang menunggu lebih banyak potensi kenaikan inflasi.

Suku bunga acuan diperkirakan tak akan berubah hingga September, bahkan Desember 2016. Perdebatan utama dalam pertemuan FOMC atau komite pembuat kebijakan The Fed pada 26-27 Juli 2016 akan terkait dengan strategi rekonsiliasi peningkatan data ekonomi AS, terutama peningkatan jumlah lapangan kerja yang signifikan pada Juni di tengah pelambatan pertumbuhan global, serta gejolak lain yang mengancam laju inflasi. Presiden Federal Reserve San Francisco John Williams mengatakan hal yang diperlukan saat ini ialah sedikit lebih percaya diri bahwa inflasi memang menuju target bank sentral, yakni 2%. Menurut salah 1 dari 17 anggota yang berpartisipasi dalam pembahasan tingkat peraturan bank sentral tersebut, The Fed lebih memilih ukuran inflasi yang nyata sebagai pertimbangan utama, yakni berada pada level 1,6%. Dengan demikian, melalui eningkatan jumlah lapangan kerja bulanan di atas level yang diperlukan untuk mencegah bertambahnya pengangguran dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan produktivitas, beberapa pembuat kebijakan The Fed berpotensi memperdebatkan perubahan suku bunga yang cepat untuk menghindari lonjakan inflasi. Tak berbeda dengan William, pembuat kebijakan lainnya, Presiden The Fed New York, William Dudley, juga mengisyaratkan pihaknya lebih memilih menunggu gejala yang lebih nyata dari kenaikan inflasi sebelum 'menarik pelatuk' untuk kenaikan suku bunga acuan.

Secara fundamental, harus diakui bahwa memang tidak ada banyak alasan untuk menaikkan suku bunga sampai inflasi AS terbukti benar-benar mampu naik ke level yang diharapkan meski terdapat laporan ketenagakerjaan yang cukup baik. Bank sentral As atau The Fed dijadwalkan mengeluarkan pernyataan kebijakan terbaru pada Rabu (27/7) pukul 02.00 waktu setempat dan hasilnya diprediksi banyak pihak ialah tetap bertahan dengan kebijakan sebelumnya alias menahan kenaikan suku bunga. Sebelumnya, bank sentral menaikkan suku bunga acuan di penghujung tahun lalu, tepatnya Desember 2015, untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade terakhir. Tak hanya itu, The Fed juga mengisyaratkan hadirnya empat kenaikan suku bunga sepanjang 2016, untuk menyambut hadirnya peralihan menuju normalisasi kebijakan ultra-stimulus moneter yang diterapkan sejak menanggapi krisis keuangan 2007-2009 lalu. Namun, rencana tersebut kemungkinan tidak akan terealisasi tahun ini. Pendek kata, perpaduan beberapa sentimen positif diharapkan akan menggelindingkan perekonomian nasional ke arah yang lebih baik ke depannya, terutama perombakan kabinet. Perubahan posisi pada pos-pos strategis dalam kabinet pemerintahan Jokowi-JK terlihat cukup mewakili selera pasar di satu sisi dan dengan kemampuan serta kompetensi yang mereka miliki diperkirakan akan mampu menepis keraguan dari berbagai kalangan yang muncul setelahnya. Tentu reaksi pasar yang cukup positif tersebut ialah salah satu ukuran yang layak dijadikan patokan bahwa perombakan tersebut benar-benar mendapat sambutan yang cukup meriah dari pelaku-pelakunya. Semoga.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya