Memaafkan itu Menyehatkan

Benni Setiawan Dosen di Universitas Negeri Yogyakarta, Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity
15/7/2015 00:00
Memaafkan itu Menyehatkan
()
MAAF. Sebuah kata yang mudah untuk dilafalkan. Namun, sering kali berat saat belum terbiasa. Apalagi jika ada seseorang itu telah melukai perasaan dan melecehkan harkat dan martabat diri kita. Sangat sulit kiranya ia mendapat maaf dari kita.

Meski demikian, kita harus memaafkan setiap orang yang telah menciderai kita. Perlakuan orang lain yang tidak mengenakan itu merupakan obat bagi kehidupan. Artinya, tidak selamanya ejekan, cercaan, dan perilaku buruk orang lain kepada kita mendatangkan keburukan. Selayaknya semua itu menjadi penawar yang manjur untuk menggerus segala penyakit. Salah satunya dengan memaafkan.

Meningkatkan kesejahteraan
Allah berulang kali memerintahkannya di dalam Alquran, antara lain dalam surah Al-Araf 7; 199, (kudzil afwa wa'mur bil urfi, wa a'rid anil jahilin, Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Al-Hijr 15: 85 (fasfakhil shofal jamil, maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik), dan Al-Baqarah, 2: 237 (Wa'an ta'fu akrabu littaqwa, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa).

Dalam kajian ilmiah, Fred Luskin, direktur Stanford Forgiveness Pro­ject, dengan menggunakan metode eksperimental meneliti dampak dari latihan memaafkan. Secara singkat, hasilnya adalah forgiveness improvesphysical and emotional well-being; memaafkan itu meningkatkan ke­sejahteraan fisik dan emosional (Jalaluddin Rahmat, 2014).

Stephen Post & Jill Neimark (2011), pengampunan menghadirkan kebebasan diri, ketenangan, dan kedamaian yang menentukan suasana hati untuk seumur hidup.  Pengampunan membebaskan kita dari beban rasa bersalah, tetapi sebaliknya pula, membebaskan kita dari rasa sakit. Terkadang, hal ini berarti secara pribadi melepaskan beban pikiran dan kepahitan kita serta melanjutkan hidup. Walaupun tentu saja ada saat-saat ketika pengampunan tidaklah sesuai, lebih sering, pengampunan dapat menyembuhkan.

Lebih lanjut, Asep Haerul Gani (2011) memberikan penjelasan bahwa memaafkan merupakan proses melepaskan rasa nyeri, kemarahan, dan dendam yang disebabkan pelaku. Memaafkan ialah pengalaman perpindahan dari suatu momen ke momen lain. Kedamaian dan pemahaman terjadi saat penderitaan Anda hilang dan keinginan membalas kepada pihak lain berhasil dialihkan. Memaafkan merupakan keputusan untuk mengalirkan dendam dan hasrat melakukan pembalasan.

Memaafkan melampaui menerima apa yang sedang terjadi. Memaafkan bukanlah sekadar bersikap pasrah tanpa daya menerima begitu saja apa yang terjadi. Memaafkan bukanlah sikap pasif dan menempatkan diri sebagai objek penderita atas suatu kejadian. Benar, bahwa untuk memaafkan perlu ada sikap menerima atas yang terjadi. Akan tetapi menerima sebuah kenyataan tanpa mendapatkan pemahaman yang lengkap, tentu saja menjadi konyol.

Memaafkan bukan berarti membolehkan kita merasa marah, bukan menundanya. Namun juga pada saat yang sama, mampu mengelola emosi marah itu sehingga kita tidak berada dalam kendalinya. Memaafkan bukan hanya mengalih­kan sikap negatif ke sikap netral. Memaafkan akan mengalihkan kita dari sekadar netral ke sikap kasih kepada orang lain.

Lahut vs nasut

Memaafkan merupakan kebajikan. Pasalnya, memberi maaf merupakan salah satu sifat Tuhan. Tuhan sebagai Zat Mahasempurna dan Pemilik Semesta Alam saja mau memaafkan hambanya yang salah. Tuhan pun tetap masih memberi rizki berlimpah kepada orang-orang menzalimi-Nya.

Maka, kita sebagai manusia sudah selayaknya meniru sikap Tuhan ini. Memberi maaf tidak akan menyesatkan atau merendahkan diri. Melalui sikap ini pun kita akan menjadi pribadi istimewa. Dengan demikian, memaafkan bukanlah pekerjaan yang sulit. Memaafkan adalah semudah kita mengucapkan 'Saya maafkan kamu, atas segala apa yang kamu pernah lakukan kepadaku. Semoga kamu tidak me­ngulangi perbuat­an buruk itu'.

Melalui kata itu, kita akan menjadi semakin dewasa. Kita pun akan menjadi pribadi dengan keagungan budi. Menjadi manusia besar dapat dimulai dari laku memaafkan orang lain, karena amarah hanya akan membakar dan menghanguskan diri sendiri. Amarah pun hanya akan mendatangkan kebencian dan musuh baru. Sebuah hal yang tentu tidak kita inginkan dan harapkan.

Jadilah pribadi pemaaf. Karena memaafkan dapat mendatangkan kesehatan dan kebesaran jiwa. Maka mari saling memberi maaf dan memaafkan di hari kemenangan (Idul Fitri). Dengan memberi maaf dan mengucap maaf, kita dapat mengembangkan unsur-unsur lahut (ketuhanan). Unsur yang senantiasa membimbing diri kita menuju kemanusiaan yang bersih, suci, dan senantiasa mengembangkan jiwa sosial serta dapat menekan unsur nasut (manusia: serakah, dengki, iri, pemarah, dan seterusnya).

Pada akhirnya, mari menjadi insan yang senantiasa mengembangkan unsur lahut dalam kehidupan, salah satunya dengan saling memaafkan. Memaafkan itu menyehatkan. Mohon maaf lahir batin.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya