Gereja Mesti Membumi

Weinata Sairin
07/5/2016 00:01
Gereja Mesti Membumi
(Ilustrasi--MI/Tiyok)

GEREJA di seluruh dunia pada 5 Mei 2016 memperingati secara khusus Hari Kenaikan Yesus ke surga.

Hari Natal (kelahiran Yesus), hari Jumat Agung (kematian Yesus), dan hari Kenaikan Yesus ke surga adalah titik-titik penting sejarah kehidupan Yesus yang mendapat perhatian utama dari gereja-gereja dan umat kristiani.

Ketiga hari raya gerejawi itu memiliki keterkaitan satu sama lain dan diperingati terus-menerus sepanjang zaman.

Selain tiga hari raya gerejawi, umat kristiani mengenal hari kedatangan Yesus yang kedua kali, ketika sejarah dunia ini akan berakhir, yang biasa disebut hari kiamat.

Menurut kepercayaan kristiani, ada paradoks antara Natal dan kedatangan Yesus yang kedua kali.

Pada peristiwa Natal (kedatangan Yesus yang pertama), Yesus lahir dalam kandang yang hina.

Akan tetapi, pada kedatangan Yesus yang kedua kali, Yesus datang dengan penuh kemuliaan.

Gereja-gereja amat menantikan kedatangan Yesus yang kedua kali karena akan memberi perspektif baru bagi gereja dan umat kristiani.

Dalam konteks itu, gereja hidup dalam suatu ketegangan kreatif, ketegangan dalam menanti kedatangan Yesus yang kedua kali, yang mesti diisi dengan pelayanan dan karya terbaik!

Alkitab memang tidak memberikan waktu yang definitif, kapan peristiwa kedatangan Yesus yang kedua kali akan terjadi.

Adanya kelaparan, gempa bumi, perang antarbangsa, munculnya nabi palsu, kedurhakaan manusia bertambah, kasih antarmanusia tidak lagi bersemi, dicatat Alkitab sebagai tanda-tanda yang mendahului hari kiamat.


Kodrat Ilahi

Kenaikan Yesus ke surga merupakan kulminasi dan klimaks dari rangkaian pelayanan yang Yesus lakukan di tengah dunia untuk menyelamatkan umat manusia.

Ada banyak aspek yang amat mendasar yang penting dicatat dalam hubungan dengan kenaikan Yesus ke surga.

Ketika Yesus terangkat ke surga, dan awan menutupi-Nya, hal itu memberikan pesan bahwa Yesus ada dalam kemuliaan.

Makna awan dalam Alkitab Perjanjian Lama ialah ungkapan dari kemuliaan dan kehadiran Allah (Kel.40:39; 1 Raj. 8:10-11).

Yesus bukan dari dunia ini, Ia tidak terikat dan terbelenggu pada dunia, Ia kembali ke 'habitat'-Nya yang awal, Ia naik ke surga karena Ia memiliki kodrat Ilahi.

Sekaligus Ia mempunyai bagian dalam kemuliaan Allah, bahkan Ia berkuasa untuk memerintah di surga dan di bumi.

Itulah juga makna hakiki tatkala Yesus diberi gelar Mesias (Ibr:masyiakh) atau Kristus (Yun:Khristos) yang berarti 'Ia yang diurapi', sebuah gelar yang memiliki keterhubungan dengan peran, kapasitas, dan kompetensi yang Ia miliki.

Ini bukan gelar sembarangan, apalagi gelar palsu yang diperoleh dengan cara melawan hukum!

Bagi umat kristiani di Indonesia, peringatan kenaikan Yesus ke surga memiliki makna yang amat strategis.

Gereja-gereja dan umat kristiani mengalami penguatan, penghiburan, dan bahkan pencerahan karena Yesus Kristus pulang ke Rumah Bapa, naik ke surga untuk meyiapkan tempat bagi umat-Nya.

Dia bukan lari dari tanggung jawab, lari dari kenyataan, melainkan justru mengemban tugas dan tanggung jawab baru, yakni mempersiapkan segala sesuatu bagi kepentingan umat pada masa depan.


Zaman penantian

Kondisi ini harus memotivasi umat kristiani untuk meningkatkan kualitas pelayanan di tengah dunia.

Tugas-tugas penyembuhan, pembebasan dari kebodohan, perlindungan HAM, peningkatan harkat, dan martabat manusia, concern terhadap orang-orang marginal yang dulu dilakukan Yesus, kini mesti ditangani gereja dan umat kristiani.

Kenaikan Yesus ke surga untuk menempatkan gereja-gereja dan umat kristiani ke dalam suatu zaman baru, yaitu zaman penantian kedatangan Yesus yang kedua kali.

Penantian ini merupakan sebuah perjalanan panjang yang tidak bisa diukur dengan kategori-kategori waktu yang dimiliki manusia.

Dalam mengisi penantian ini, gereja dan umat kristiani perlu melaksanan karya signifikan yang bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat.

Peristiwa kenaikan Yesus ke surga tidak boleh menjadi gereja terpana, menatap ke langit, tetapi justru lebih disadarkan untuk memberikan pelayanan yang terbaik, inklusif, dan nondiskriminatif bagi umat manusia yang tinggal di bumi.

Dalam menjalankan agenda besar seperti itu gereja harus solid, tidak dicabik-cabik konflik internal.

Gereja juga harus mengembangkan kemampuan manajerial, mengonsolidasi dan menyiapkan SDM yang berkualitas.

Pemikiran-pemikiran teologi yang inovatif perlu menjadi aksentuasi agar visi kristiani dapat dijelaskan dalam ruang dan waktu yang kontemporer.

Gereja harus membumi, solider dengan pergelutan umat manusia di kekinian zaman.

Bukan gereja yang introver, bisu, dan lesu darah, yang akan tergerus zaman.

Weinata Sairin

Teolog Anggota Pergerakan Indonesia Maju



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya