Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PENGGALAN lagu Football’s Coming Home pernah mengalun keras di Stadion Wembley. Lagu tersebut merupakan ungkapan hati pecinta sepak bola Inggris yang mengharapkan tim kesayangan mereka bisa kembali berjaya.
Ajang Euro 1996 pernah diharapkan menjadi pelipur lara setelah 30 tahun the Three Lions tidak pernah bisa mengangkat piala. Namun, penantian selama 30 tahun itu tidak berakhir indah. Inggris harus mengubur lagi mimpi mereka untuk menjadi juara setelah tersandung di semifinal oleh Jerman melalui drama adu tendangan penalti.
Setelah 25 tahun berlalu, kesempatan emas itu kini datang kembali. Di Stadion Wembley harapan itu terkuak kembali. Bahkan kali ini harapan itu jauh lebih besar karena Harry Kane dan kawan-kawan bisa lolos hingga pertandingan puncak.
Tim asuhan Gareth Southgate mampu melewati hadangan terberat setelah menyingkirkan musuh besar mereka, Jerman, 2-0 di 16 besar. Setelah itu di Stadion Olimpiade Roma, St George’s Cross melumat Ukraina 4-0 di perempat final. Terakhir di pertandingan yang paling licin bagi tuan rumah, the Three Lions mampu membalikkan keadaan untuk meraih kemenangan 2-1 atas Denmark dalam drama sepanjang 120 menit.
Kalau mau menggagalkan kesebelasan tuan rumah menjadi juara, itu memang harus dilakukan di semifinal. Jerman gagal menjadi juara Euro 1988 dan Piala Dunia 2006 karena kalah di semifinal. Italia gagal memenangi Piala Dunia 1990 karena kalah di semifinal.
Football’s coming home gagal terjadi di Euro 1996 karena Inggris tersandung di semifinal. Korea Selatan gagal di Piala Dunia 2002 setelah kalah di semifinal. Terakhir Brasil gagal menjadi juara dunia untuk keenam kalinya setelah kalah di empat besar Piala Dunia 2014.
Hanya Prancis yang harus menelan pil pahit di pertandingan puncak saat menjadi tuan rumah Euro 2016. Padahal, di ajang Piala Dunia 1998, Prancis tidak tertahankan untuk bisa menaklukkan Brasil 3-0 karena mendapatkan dukungan dari pemain ke-12, yaitu pendukung mereka.
Selangkah lagi
The Three Lions kini tinggal selangkah lagi untuk membawa pulang sepak bola ke tanah kelahirannya. Sepak bola mulai dikenal sebagai sebuah permainan di Inggris pada abad ke-8. Namun, aturan permainannya baru dirumuskan di Universitas Cambridge pada pertengahan abad ke-19.
Sungguh ironis apabila sebagai bangsa yang memperkenalkan permainan sepak bola, mereka tidak pernah kemudian bisa menjadi yang terbaik. Karena itu, Inggris larut dalam pesta kemenangan ketika Bobby Moore dan kawan-kawan memenangi Piala Dunia 1966. Ratu Elizabeth II hadir langsung di Stadion Wembley untuk memberi semangat dan menyerahkan Piala Jules Rimet kepada para pemain kebanggaannya.
Nama seperti Moore, Bobby Charlton, Gordon Banks, Nobby Stiles, Alan Ball, dan Geoff Hurst terpatri kuat di dalam benak pencinta sepak bola Inggris. Merekalah pahlawan yang mampu menjadikan Inggris sebagai tim terbaik di dunia.
55 tahun jelas merupakan sebuah penantian yang sangat panjang bagi the Three Lions untuk mendapatkan kesempatan tampil lagi di pertandingan puncak sebuah turnamen besar. Kane dan kawan-kawan tentu ingin juga dikenang sebagai pahlawan sepak bola yang bisa mengharumkan nama baik Inggris.
“Untuk pertama kali sejak 30 Juli 1966, Inggris akan tampil dalam duel untuk menentukan sebuah kehormatan besar. Sebuah final. Bisakah 55 tahun masa yang menyakitkan ini kemudian berakhir?” tulis wartawan The Times, Henry Winter.
Pelatih Gareth Southgate menyadari tinggal satu lagi rintangan terakhir yang harus ditaklukkan. Namun, ini merupakan rintangan yang terberat karena Italia yang akan dihadapi Minggu malam atau Senin dinihari nanti dikenal sebagai tim dengan pertahanan yang kukuh.
“Final nanti harus kami menangkan. Kami harus siap secara fisik dan mental. Namun, saya sangat bangga kepada para pemain dan juga penonton yang begitu luar biasa,” ujar Southgate.
Stadion Wembley akan sangat gegap gempuran karena semua warga Inggris menanyakan sebuah sejarah besar. Pandemi covid-19 tidak akan menghalangi pencinta sepak bola Inggris untuk datang ke Stadion Wembley. Bahkan, Pangeran William selalu hadir memberikan dukungan bersama Putri Kate Middleton.
Kapasitas Stadion Wembley saat semifinal lalu dibuka hingga 75%. UEFA berharap pada final nanti bisa diizinkan hingga 100%. Pihak panitia menerapkan tes covid-19 yang ketat, yakni menggunakan tes lateral yang mana setiap penonton diperiksa bagian tonsil mereka.
Buah kompetisi
Prestasi sebuah tim nasional tidak datang dengan sendirinya. Itu merupakan buah dari sebuah pembinaan yang panjang dan kompetisi yang diputar secara benar untuk mengasah kemampuan pemain.
Football Association sangat serius untuk membangun sepak bola Inggris. Hal itu sudah terlihat dari prestasi klub-klub Inggris di ajang kompetisi liga di Eropa. Dalam dua musim terakhir Liga Champions, partai final selalu mempertemukan dua klub Inggris. Pada musim kompetisi 2019/2020 saling bertemu di pertandingan puncak, Liverpool dan Tottenham Hotspur, sementara musim yang baru berakhir lalu saling bertemu Chelsea dan Manchester City.
Dengan modal itu, tidak mengherankan apabila the Three Lions semakin percaya diri. Pemain seperti Raheem Sterling dan Bukayo Saka tidak lagi merasa minder untuk berhadapan dengan siapa pun. Keduanya begitu lincah untuk bergerak bersama bola atau melakukan wallpass cepat dengan Kane sebagai striker murni. Demikian pula ketika Jadon Sancho atau Phil Foden yang dimainkan.
Di lapangan tengah, Mason Mount menjadi pembagi bola yang sangat diandalkan. Jack Grealish yang sesekali menggantikannya tidak kalah kualitasnya. Bahkan, gelandang asal Aston Villa dinilai mempunyai kemampuan yang tidak kalah dari bintang besar, Paul Gascoigne.
Cedera panjang yang dialami Jordan Henderson ternyata juga membawa berkah bagi Southgate. Ia menemukan dua gelandang bertahan yang sangat disiplin dalam bermain, yakni Declan Rice dan Kalvin Phillips. Keseimbangan St George’s Cross selalu terjaga karena dua debutan yang memberi warna baru bagi Inggris.
Di belakang, Inggris menemukan bek kiri Luke Shaw yang begitu baik dalam bertahan maupun dalam membantu penyerangan. Umpan kakinya begitu terukur sehingga memudahkan Kane ataupun Sterling untuk mencetak gol.
Memang, Italia yang harus dihadapi besok malam merupakan tim Azzurri yang berbeda. Tiga tahun ditangani Roberto Mancini, Italia menjelma menjadi sebuah roda mesin yang mampu menggilas siapa saja. Padahal, mereka sempat berada di titik nadir sehingga gagal tampil di putaran final Piala Dunia 2018.
Mancini tidak mau terlalu mengandalkan nama besar. Ia lebih mengutamakan kebersamaan tim. Hanya Mancini yang berani memberi kepercayaan kepada pemain seperti Lorenzo Insigne sebagai pemain utama. Ternyata pemain mungil asal Napoli ini mampu menjadi game changer, baik dengan umpan-umpan matang kepada ujung tombak Ciro Immobile maupun tendangan terukur yang merobek gawang lawan.
Apabila Mancini bisa memperbaiki lapangan tengah untuk tidak mudah diterobos pemain lawan, khususnya saat alur serangan mereka bisa dipatahkan di tengah jalan, Italia akan sangat berbahaya sebab mereka memiliki kecepatan dan pemain-pemain yang berani bertarung sendirian di depan. Namun, apabila empat hari istirahat tidak mampu dipakai Mancini untuk memperbaiki kelemahan yang ada, tim Azzurri akan bisa kecolongan oleh kecepatan pemain tuan rumah.
Sebuah lagu perayaan kemenangan sudah dipersiapkan pencinta sepak bola Inggris. Lagu Neil Diamond, Sweet Caroline kini menjadi pemersatu Inggris:
Sweet Caroline
Good times never seemed so good
Sweet Caroline
I believe they never could
Sweet Caroline
Good times never seemed so good
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved