Chappy Hakim Mantan KSAU

70 Tahun Angkatan Udara Republik Indonesia
09/4/2016 04:25
Chappy Hakim Mantan KSAU
(Himanda Amrullah)

SETIAP 9 April, Angkatan Udara Republik Indonesia selalu memperingati hari tersebut sebagai Hari Angkatan Udara. Berawal dari 9 April 1946 atau kadang dikenal dengan sebutan 9446, tepat 70 tahun yang lalu telah dilaksanakan peningkatan TKR Jawatan Penerbangan menjadi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara melalui Penetapan Pemerintah Nomor 6/SD Tahun 1946 tertanggal 9 April 1946.

Itu sebabnya setiap 9 April, pada hakikatnya Keluarga Besar Angkatan Udara memperingati 9 April sebagai momen historis dari berubahnya TKR Jawatan Penerbangan menjadi TRI Angkatan Udara. Hari yang di beberapa negara banyak dikenal sebagai atau dengan istilah Air Force Day. Dalam sejarah perjalanannya, 9 April pernah diperingati sebagai Hari Pengesahan Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara, pernah pula diperingati sebagai Hari Jadi AURI, kemudian dirayakan sebagai Hari Ulang Tahun AURI, bahkan konon Bung Karno yang sangat besar perhatiannya terhadap angkatan udara menetapkan 9 April untuk dirayakan sebagai Hari Penerbangan Nasional.

Penetapan 9 April menjadi Hari Penerbangan Nasional tentu saja banyak memunculkan rasa like and dislike pada beberapa kalangan, maka logis saja kemudian beberapa waktu setelah itu terpaksa dirayakan kembali dengan status 'hanya' sebagai Hari Angkatan Udara Republik Indonesia.

Keseluruhan rangkaian perubahan peringatan 9 April tersebut merupakan refleksi perhatian yang cukup besar dari banyak pihak dalam mewujudkan rasa bangga terhadap angkatan udara. Sebagai penjuru depan kekuatan di udara, angkatan udara sepatutnya dinilai sebagai salah satu pilar negara dan bangsa dalam mempertahankan sekaligus mengangkat derajat dan martabat bangsa yang berdaulat dengan memiliki national airpower yang kuat.

Sayangnya, dalam perjalanan sejarah negeri ini, Angkatan Udara Republik Indonesia bergulir pada jalur yang kurang menguntungkan dalam konteks posisinya sebagai unsur utama kekuatan udara dalam jajaran Angkatan Perang Republik Indonesia. Setelah peristiwa 1965 yang telah menyudutkan angkatan udara pada sisi yang sangat buruk, perjalanannya kemudian terlihat juga tidak begitu menggembirakan.

Angkatan udara terlihat tidak atau belum diletakkan pada satu platform yang sejajar dengan angkatan lainnya. Angkatan udara masih atau baru dilihat sebagai supporting elemen semata. Angkatan udara belum dilihat sebagai sebuah kekuatan yang cukup penting untuk dikelola secara proporsional dalam satu poros kekuatan inti pada sosok penjaga kedaulatan negara. Sejatinya udara memang belum mampu untuk duduk sama tinggi atau sejajar dengan tanah dan air.

Salah satu indikasi yang mendasar ialah bahwa udara belum tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sebagai bagian yang utuh dari wilayah kedaulatannya. Konstitusi kita baru mencantumkan bumi dan air saja, tanpa menyebut udara sebagai bagian integral dari wilayah kedaualatan negara.

Walaupun Undang-Undang Dasar sudah mengalami beberapa kali amendemen, tetap saja udara belum dicantumkan sebagai wilayah kedaulatan negara. Itu sebabnya mungkin masih banyak tantangan yang dihadapi angkatan udara dalam kurun waktu ke depan. Beberapa masalah yang kelihatannya kecil dan tidak berarti tetapi dapat saja terlihat sebagai satu sikap yang memandang angkatan udara sebagai 'enggak penting-penting amat'.

Munculnya beberapa instansi lain dengan menggunakan pakaian seragam yang mirip angkatan udara dan keberadaan pangkalan-pangkalan udara yang dengan mudah saja 'diambil alih' oleh kepentingan lain serta tidak diperhitungkannya angkatan udara dalam posisi kepemimpinan TNI ialah beberapa indikasi dari wujud respek terhadap keberadaan angkatan udara yang masih rendah.

Namun, hendaknya hal itu semua tidaklah kemudian harus dipandang sebagai sebuah kesalahan dari pihak lain. Kesemua itu seyogianya dapat dilihat sebagai tantangan bagi angkatan udara sendiri untuk mengintrospeksi dirinya dalam proses positioning pada pentas nasional untuk dapat terlihat 'jelas-jelas' sebagai salah satu komponen bangsa yang juga diperlukan dan cukup penting.

Kerja keras dan kerja cerdas serta kerendahan hati haruslah senantiasa menjadi pedoman keseharian untuk terus melangkah ke depan hingga pada saatnya nanti angkatan udara dapat juga terlihat sebagai sebuah angkatan yang kehadirannya memang dibutuhkan dalam perjalanan perjuangan bangsa.

Ada tugas suci dalam meneruskan cita-cita Bapak AURI Marsekal Suryadarma dan para perintis serta senior angkatan udara lainnya untuk tiada henti berjuang mempertahankan kedaulatan negara di udara. Paling tidak dalam kesempatan 9 April 2016 ini patut direnungkan kembali apa yang pernah disampaikan Bapak AURI Marsekal Suryadarma pada 9 April 1954 dalam upacara peringatan sewindu angkatan udara yang antara lain berbunyi sebagai berikut.

"Keberanian para aircrew kita membuka sejarah penerbangan nasional kita, sebagai simbol bahwa bangsa kita telah melepaskan belenggu jajahan, telah menghancurkan sangkar yang menawannya, dan sebagai elang yang bebas merdeka, mengarungi angkasa Indonesia merdeka.

... Tetap awas dan waspada; memperkuat disiplin lahir dan batin; mempertinggi akhlak dan budi pekerti; mempererat persatuan. Jika kita memperhatikan pokok itu dan sejarah perkembangan angkatan udara kita selama sewindu ini, maka niscaya kita akan mencapai tujuan kita yang tercantum dalam semboyan panji kita, Swa Bhuwana Paksa. Tetap merdeka!" Ayo, maju terus pantang menyerah dalam melanjutkan pengabdian kepada sang Ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa. Dirgahayu angkatan udara! Angkatan Udara Negara Kepulauan Republik Indonesia



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya