Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
"Bangkit-Mu
adalah bangkit kami
hidup-Mu
adalah hidup kami
ada-Mu
ada kami
di sini kami berdiri
menapaki kekinian zaman
melantunkan puji bagi kuasa transenden
kami tak bisa berbuat lain
tatkala fajar Paskah merekah
Hari-hari putih pun bersinar
Lalu seberkas harap mengendap di dada
salib derita berlumur noda
telah lewat di ranah sejarah"
SALIB memiliki makna yang amat spesifik, khususnya di lingkungan kekristenan. Walaupun dalam keseharian salib acap tampil sebagai sebuah aksesori dalam kehidupan umat Kristen, salib sebagai simbolisasi dari penderitaan tak pernah direduksi apalagi dihilangkan. Salib adalah perlambang penderitaan, salib menunjuk pada derita yang dialami umat Kristen dalam hubungan dengan keberagamaannya. Melalui salib itu, semua orang berada dalam rangkulan Tuhan. Salib bahkan memancarkan sebuah dunia baru yang melaluinya orang-orang dari berbagai lapisan datang mendekat kepada Tuhan. Ya, salib memiliki makna dengan spektrum yang amat luas. Benar seperti yang dinyatakan oleh M M Thomas, teolog terkenal India, bahwa salib adalah inti iman; tanpa salib keselamatan manusia tidak akan pernah diperuntukan bagi semua orang; salib adalah tanda yang menunjuk pada kuasa kasih kreatif Allah.
Pada 25 dan 27 Maret 2016 ini, umat Kristen memperingati hari Jumat Agung dan Paskah, yaitu peringatan kematian Yesus di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari kematian. Hari raya keagamaan ini memiliki makna yang amat sakral bagi gereja-gereja dan umat Kristen Indonesia. Semua hari raya keagamaan kristiani mempunyai makna teologis, yakni hari raya itu mengandung aspek seremonial dan sekaligus ritual. Oleh sebab itu, hari raya tersebut tak bisa digeser-geser siapa pun, dan berdasarkan alasan apa pun. Kematian dan kebangkitan Kristus membuat hidup menjadi lebih hidup dan merekah. Oleh sebab itu, jejak-jejak karya agung Yesus Kristus, harus mampu mendorong pembaruan jati diri umat manusia. Harus diakui, jati diri manusia Indonesia mengalami perubahan dan pergeseran yang amat signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini.
Sayangnya, perubahan ini mengarah pada sesuatu yang negatif. Penampilan yang amat sempurna dari perubahan jati diri itu dapat dinikmati lewat rangkaian peristiwa, yakni kerusuhan antarkelompok masyarakat, pembunuhan, teror, dan berbagai kejadian sejenis lainnya yang terjadi di berbagai wilayah Tanah Air. Manusia Indonesia, yang dalam buku-buku pelajaran sekolah, bahkan selalu dicitrakan sebagai orang yang lemah lembut, sopan santun, berbudi pekerti luhur, ramah-tamah, menjadi kehilangan makna dalam pengalaman praktis. Kerusuhan dan konflik yang terjadi dalam rentang waktu yang lama dan berulang-ulang menghadirkan sosok manusia Indonesia yang garang, pendendam, dan pembunuh berdarah dingin yang mengarah pada sebuah tipikal manusia arkais pada abad-abad lampau.
Nilai agama, keluhuran peradaban seakan sirna, pupus, dan sama sekali tak mampu lagi dipresentasikan manusia Indonesia. Kemudian, orang mulai menghitung dan memetakan akar penyebab dari perubahan jati diri itu. Gagalnya metodologi pendidikan agama, ketidakmampuan sistem pendidikan nasional, melemahnya penghayatan umat terhadap ajaran agama, sentralisasi kekuasaan, sikap dikotomi, dan ambivalen dalam beragama, serta dampak negatif kebudayaan Barat yang dibawa arus globalisasi ialah beberapa hal yang disebut-sebut sebagai penyebab merosotnya jati diri bangsa. Krisis yang melanda bangsa selama beberapa tahun terakhir sejujurnya tidaklah hanya melulu krisis politik, ekonomi, kebudayaan, tetapi juga krisis jati diri, krisis identitas. Krisis seperti ini menghantam bagian paling mendasar dari kehidupan suatu bangsa sehingga jika tidak ditangani dengan baik dan sungguh-sungguh, bangsa ini akan mengalami kerapuhan yang luar biasa. Jati diri manusia Indonesia mesti dipulihkan, identitas bangsa mesti dibarui. Perlu ada revolusi mental dalam diri manusia Indonesia.
Penderitaan dan kebangkitan Yesus di tengah sejarah ialah untuk membarui manusia sebagaimana yang Allah kehendaki. Manusia pada awalnya memang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, Imago Dei (Kej. 1:26-27). Namun, perjalanan waktu telah mengantarkan manusia pada sikap yang memberontak terhadap Allah. Ia jatuh dan bertekuk lutut pada kuasa dosa. Kesegambaran dengan Allah menjadi sesuatu yang disortir karena manusia tidak lagi mampu menampilkan sosok sebagai makhluk ciptaan Allah yang mulia. Upaya Allah dari zaman ke zaman untuk mengembalikan manusia kepada jati dirinya tidak sepenuhnya berhasil karena sikap manusia yang keras hati, mereka ambivalen dan inkonsisten dalam menjalankan agama. Yesus Kristus diutus oleh Allah akhir ini untuk berbicara kepada manusia. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah serta menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Ia datang untuk membebaskan manusia dari belenggu kegelapan dan mengantar manusia memasuki kerajaan-Nya.
Ia hadir menjadikan segala sesuatu baru; bahkan barang siapa yang menghidupi kehidupannya di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru. Dalam perspektif kekristenan, pembaruan jati diri manusia harus berpijak dan berorientasi kepada Yesus Kristus. Ia telah menapaki jalan salib, jalan kematian; Ia telah bangkit kembali dari kematian membuat hidup bersemi dan merekah. Peristiwa Paskah yang dirayakan gereja-gereja dan umat Kristen seharusnya mampu menjadi sumber inspirasi bagi seluruh komunitas kristiani untuk membarui jati diri demi mewujudkan peran signifikan di tengah sejarah. Paskah adalah hidup yang merekah, hidup yang terarah bagi Allah, dan hidup yang membuah bagi bangsa! Selamat Paskah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved