Deforestasi dan Politik Perubahan Iklim

Ribut Lupiyanto Deputi Direktur C-Publica (Center for Public Capacity Acceleration)
19/3/2016 04:47
Deforestasi dan Politik Perubahan Iklim
(ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

SETIAP 21 Maret diperingati sebagai Hari Hutan Sedunia (HHS). Peringatan HHS dilakukan sejak 2013 berdasarkan resolusi PBB 67/200 pada 28 November 2012. Tujuan peringatan ialah untuk berbagi mengenai visi misi kehutanan dan kaitannya dengan perubahan iklim di seluruh dunia serta strategi yang harus dilakukan. Embrio HHS sudah ada sejak November 1971 yang didukung European Confederation of Agriculture. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) melaporkan peringatan HHS berbeda-beda bentuknya di setiap negara. Amerika Serikat memperingatinya dengan cara menjalani satu pekan aktivitas dan perayaan yang menekankan arti penting hutan bagi manusia. Australia dengan meluncurkan kampanye berupa pembagian booklet mengenai hutan secara gratis. Indonesia penting memperingati HHS secara spesifik dan signifikan sebagai negara dengan luas hutan besar. Perubahan iklim layak menjadi isu utama dengan strategi kunci pada komitmen politik pemimpin.


Efek deforestasi
Kondisi deforestasi di Indonesia sangat memprihatinkan. Forest Watch Indonesia (FWI) melaporkan deforestasi dalam tiga periode mengalami penurunan, yakni 2 juta hektare per tahun dalam kurun waktu 1980-1990-an, Sekitar 1,5 juta hektare per tahun selama 2000-2009, dan sekitar 1,1 juta hektare pada periode 2009-2013. Angka penurunan laju itu justru disebabkan kawasan hutan semakin berkurang. Indonesia pernah tercatat dalam Guinness Book of World Records pada awal 2000 sebagai negara tropis dengan laju deforestasi tertinggi di dunia, yaitu 2 juta hektare per tahun. Angka itu setara enam kali luas lapangan sepak bola/menit. Efek deforestasi ialah hilangnya ekosistem yang ada di dalamnya, termasuk spesies tumbuhan dan hewan langka. Sebanyak 80% keanekaragaman hayati berdiam di hutan. Selanjutnya, deforestasi memperburuk perubahan iklim karena 12% hingga 18% emisi karbon dunia tidak terserap.Indonesia selama ini memegang peran strategis dalam isu perubahan iklim. Indonesia merupakan penyumbang emisi karbon terbesar ke-14 sedunia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011). Emisi Karbon tersebut ialah penyebab utama terjadinya pemanasan global.BMKG (2009) juga melaporkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia pada 2004-2007 cenderung mengalami peningkatan serius dan memiliki kemiripan dengan data global yang diamati IPCC. Jika kecenderungan kenaikan konsentrasi GRK seperti sekarang ini, suhu muka bumi akan naik 1,50 °C-4,50 °C pada 2030. Perubahan iklim itu berpotensi mengancam pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) pada 2020 (Sudibyakto, 2010).Komitmen politik dari nasional hingga lokal penting dibangun guna menggerakkan program penanggulangan perubahan iklim dan dampaknya. Politik hijau mesti ditegakkan, tetapi keadilan global wajib diperjuangkan dalam diplomasi internasional.Kevin Rudd pernah membuktikan isu lingkungan sukses mengantarkannya ke tampuk Perdana Menteri Australia dan memecundangi pemimpin incumbent John Howard. Barack Obama juga memasukkan pemanasan global sebagai isu utama kampanyenya. Obama nyatanya juga sukses melenggang ke Gedung Putih. Isu-isu yang terkait dengan dampak risiko perubahan iklim merupakan isu populis yang penting dijadikan program utama kepala daerah demi mempertahankan dan meningkatkan dukungan publik kepadanya.

Komitmen politik
Politik kehutanan mutlak dibutuhkan dalam kepemimpinan nasional hingga lokal. Setahun lebih pemerintahan Jokowi yang alumnus kehutanan penting membuktikannya. Demikian pula kepemimpinan lokal yang beberapa baru saja dilantik dan beberapa akan berganti pada 2017. Pelantikan gubernur dan wakil gubernur dilakukan terpusat oleh Presiden Jokowi pada Jumat (12/2), sedangkan pelantikan bupati-wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota dilakukan serentak pada Rabu (17/2) di setiap provinsi. Salah satu tantangan kepala daerah yang baru ialah meminimalisasi risiko dampak perubahan iklim dengan mengurangi deforestasi. Perubahan iklim secara nyata telah berdampak pada sektor pertanian, perikanan, kebencanaan, dan lainnya.Isu lingkungan termasuk perubahan iklim layak dijadikan salah satu program unggulan bagi pemimpin. Beberapa isu dapat dipertimbangkan kepala daerah sebagai program pemerintahan selama memimpin lima tahun mendatang. Pertama, upaya menjaga kelestarian hutan dan menekan deforestasi. Hutan merupakan paru-paru dunia sekaligus penekan perubahan iklim dengan kemampuannya menyerap emisi karbon. Perdagangan karbon menarik diperjuangkan pemerintah pusat ke negara maju sebagai imbalan penjagaan hutan. Upaya penyelamatan hutan sangat mendesak melalui penanaman hutan kembali dan perlindungan dari pembalakan liar. Kedua ialah implementasi ekoefisiensi energi khususnya listrik. Penggunaan energi di tingkat lokal rentan menyebabkan pulau panas kota, sedangkan secara global mampu menaikkan suhu muka bumi. Beberapa terapan ekologis layak dikembangkan ke depan, seperi bangunan hijau dan ekoefisiensi industri. Ketiga ialah pengelolaan sampah terpadu. Sampah juga menjadi salah satu penyumbang emisi karbon. Permasalahan sampah kompleks di daerah perkotaan. Pola pikir penanganan mesti digeser ke pengelolaan. Sampah dapat menjadi sumber berkah, antara lain dengan penerapan bank sampah, komunitas pengelola sampah mandiri, TPS 3R, TPA sanitary landfill, dan komposter. Keempat ialah menggerakkan budaya hijau dari level individu. Budaya ramah lingkungan dapat digerakkan melalui banyak pendekatan, seperti agama, seni, pendidikan, dan olahraga. Intinya tiap indidu penting memiliki pemahaman dan komitmen pribadi guna berkontribusi mulai dari hal kecil dan sederhana. Kelima ialah menguatkan kesadaran melalui pendekatan spiritual. Spiritualisme merupakan kebutuhan fundamental setiap manusia sehingga pendekatannya akan optimal. Prof Yusuf Qardhawi (2002) memosisikan setara antara memperhatikan lingkungan dan memperhatikan agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan. Komitmen politik hijau kehutanan pemimpin mesti benar-benar diperhatikan dan dilaksanakan. Solusi atas dampak-dampak perubahan iklim mesti dipikirkan. Hal itu menjadi jaminan bagi keberlanjutan pembangunan nasional dan daerah.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya