Ekonomi Digital dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

I Made Diangga AK Pejabat Fungsional Diplomat Direktorat Kerja Sama Ekonomi ASEAN Kementerian Luar Negeri RI
04/3/2016 03:23
Ekonomi Digital dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
(MI/Grafis MI)

PERTEMUAN Tingkat Tinggi ASEAN-AS (Special ASEAN-US Summit) di Sunnyland, Amerika Serikat, pada Februari 2016, menjadi suatu momentum bagi ASEAN guna menunjang proses integrasi kawasan. Jika ditinjau dari segi ekonomi, kerja sama ASEAN-AS membuka ruang bagi pengembangan daya saing kewirausahaan, khususnya bagi pelaku UMKM, melalui pemanfaatan ekonomi digital. Ada 3 hal yang menjadi alasan ASEAN perlu meningkatkan hubungan strategis tersebut. Pertama, kerja sama itu pada prinsipnya sejalan dengan tujuan dari implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 khususnya pilar keempat, yakni terintegrasi dengan perekonomian global.
Hal itu ditegaskan kembali melalui cetak biru MEA 2025 yang memiliki visi ASEAN yang mengglobal (global ASEAN). Peningkatan hubungan strategis dengan AS dipandang menunjang implementasi pilar MEA tersebut. Kedua, ASEAN merupakan mitra dagang keempat terbesar bagi AS. Pada 2014, nilai perdagangan mencapai US$212,4 miliar atau sekitar 8,4% dari keseluruhan nilai perdagangan ASEAN.

Nilai tersebut mengalami kenaikan dari US$161,3 miliar pada 2006 sejak terbentuknya Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) antara ASEAN dan AS. Dengan kata lain, hubungan kedua pihak berlangsung progresif selama hampir satu dekade. Ketiga, area kerja sama yang diusulkan dipandang sangat relevan dengan kebutuhan ASEAN saat ini. Guna mendorong daya saing dalam mata rantai produksi global (global value chain), penggunaan teknologi dan peningkatan inovasi menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Oleh karena itu, prioritas AS untuk mendorong kewirausahaan dengan ekonomi digital sejalan dengan visi ASEAN di masa depan.
Saat ini, ASEAN belum memiliki payung hukum untuk mengatur ekonomi digital. Ironisnya, jumlah penetrasi internet terhadap penduduk ASEAN terus mengalami kenaikan sekitar 10% selama 5 tahun.

Terlebih lagi, infrastruktur internet di ASEAN dipandang semakin progresif. Contohnya, kecepatan rata-rata internet Singapura (118 Mbps) yang telah melampaui AS (36,6 Mbps). Meskipun demikian, ASEAN telah memiliki ASEAN ICT Master Plan 2020 yang bertujuan menciptakan masyarakat ASEAN yang terintegrasi secara digital.
Cakupan masterplan tersebut, antara lain transformasi dan integrasi ekonomi, pemberdayaan masyarakat melalui ICT, inovasi, pengembangan infrastruktur ICT, pengembangan SDM, pasar tunggal berbasis ICT, media baru, dan keamanan informasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ASEAN tetap berada di koridor yang tepat dalam adaptasinya terhadap perubahan ekonomi global. Lalu, bagaimana Indonesia menanggapi tren ekonomi digital?

Dari hasil pertemuan ASEAN-AS tersebut, Indonesia berpandangan bahwa ekonomi digital dan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menjadi fokus utama dari segi ekonomi. "Teknologi dan ekonomi digital merupakan keniscayaan di era digitalisasi dan era ini harus membawa manfaat bagi rakyat, khususnya UMKM. UMKM harus mendapat akses terhadap teknologi dan ekonomi digital," ujar Presiden RI Joko Widodo saat menghadiri pertemuan tersebut. Dari segi ekonomi digital, Indonesia masih menghadapi kendala, utamanya terkait dengan kecepatan internet yang hanya mencapai 6,8 Mbps pada 2015. Angka itu menempatkan Indonesia pada peringkat kedelapan di antara negara ASEAN lainnya.

Sementara itu, penetrasi pengguna internet hanya sekitar 17% dari total populasi di Indonesia. Artinya, infrastruktur ICT Indonesia dipandang belum mampu mendukung pemanfaatan ekonomi digital. Meskipun demikian, Indonesia saat ini berada pada tahap yang sama dengan ASEAN. Indonesia telah menyiapkan roadmap e-commerce yang mencakup delapan area, yaitu logistik, pendanaan, perlindungan konsumen, infrastruktur ICT, perpajakan, pengembangan SDM, dan keamanan siber. Pada 2013, nilai industri e-commerce di Indonesia mencapai US$8 miliar dan diharapkan bisnis e-commerce Indonesia dapat mencapai US$130 miliar pada 2020 melalui implementasi roadmap tersebut. Mengenai UMKM, tidak dimungkiri bahwa sektor itu berkontribusi cukup signifikan bagi perekonomian nasional. Selain alasan historis bahwa UMKM menopang ekonomi nasional di saat krisis, UMKM Indonesia juga berkontribusi bagi produk domestik bruto (PDB) sebesar 58,92% dan menyerap tenaga kerja sebanyak 97,30% pada 2014.

Sama halnya dengan Indonesia, UMKM di ASEAN juga berperan penting bagi perkembangan MEA. UMKM di ASEAN mencakup 88,8%-99,9% bentuk usaha dan menyerap sebanyak 51,7%-97,2% dari seluruh tenaga kerja. Terkait daya saing, UMKM Indonesia dan ASEAN memiliki kendala serupa, yaitu minimnya akses terhadap modal dan minimnya kesempatan untuk dapat terlibat dalam mata rantai produksi global. Dengan adanya roadmap tersebut, kendala-kendala itu diharapkan dapat teratasi. Fenomena UMKM berbasis digital di Indonesia juga semakin marak. Dari 93 perusahaan startup di ASEAN yang memperoleh pendanaan, 24 di antaranya merupakan startup Indonesia pada 2014. Angka itu memiliki kenaikan dari tahun sebelumnya yang hanya 14 startup. Selain itu, pengguna media sosial di Indonesia merupakan yang terbesar se-ASEAN dan keempat terbesar di dunia.

Dengan kata lain, Indonesia merupakan peluang pasar yang besar bagi investor di sektor e-commerce. Singkatnya, ekonomi digital di ASEAN sangat relevan dengan kondisi kekinian saat ini. Selain karena semakin maraknya aktivitas bisnis berbasis e-commerce, penggunaan ekonomi digital dipandang mampu untuk mendorong para pelaku UMKM untuk semakin terhubung dengan mata rantai produksi global. Oleh sebab itu, pemerintah dan para pemangku kepentingan dan masyarakat seharusnya dapat memanfaatkan peluang dari kerja sama strategis ASEAN-AS tersebut melalui optimalisasi kebijakan terkait ekonomi digital.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya