Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
ADA yang salah dalam kehidupan kesehatan jiwa masyarakat kita.
Tekanan hidup, persoalan ekonomi, pengalaman buruk di masa lalu, dan pengaruh lingkungan yang negatif bisa memicu generasi yang hilang rasa kemanusiaan.
Jiwa yang sakit itu melahirkan individu yang sakit pula meski secara jasmani mereka baik-baik saja.
Perilaku dan tindakan negatif bisa berubah menjadi kejahatan luar biasa yang disebabkan banyak faktor.
James Gilligan, seorang psikiater yang telah melakukan karya ekstensif mengenai tindak kejahatan dengan kekerasan, berpendapat bahwa di balik tindak kekerasan mutilasi irasional yang tampak, ada rasa malu yang logis serta dorongan untuk mengeliminasi sumber-sumber rasa malu tersebut.
Artinya, pelaku mutilasi, pembunuhan berantai, kekerasan, dan sebagainya memiliki masa lalu yang kelam yang mengakibatkan dirinya berubah menjadi monster mengerikan.
Masa lalu yang kelam itu kemudian dirasakan sebagai aib yang harus dimusnahkan meski dengan cara-cara yang tidak rasional.
Pelaku kejahatan, apa pun profesi dan status sosialnya, merasa malu berhadapan dengan orang lain dan berkeinginan untuk mengakhiri pengalaman rasa malu tersebut meski pun hal itu harus disertai mutilasi atau pembunuhan brutal atas korbannya.
Untuk menutupi rasa malu itu, pelaku menjadikan tindakan kekerasan dapat dimengerti sebagai bahasa simbolis.
Pelaku bisa saja memiliki sifat yang pendiam, tidak banyak bicara, senang menyendiri, tetapi di balik itu semua, ada monster mengerikan di dalam jiwanya.
Gilligan mencatat mata, lidah, dan bibir sering kali menjadi alat untuk rasa malu ketika orang dilihat atau dibicarakan dengan cara yang tidak dapat ditahannya. Seorang pembunuh sering kali membayangkan, "Jika aku membunuh orang ini dengan cara seperti ini, aku akan membunuh rasa maluku."
Akibatnya, mungkin saja itu semua terwujud dalam tindakan mutilasi yang alasannya sangat sulit diterima nalar manusia normal.
Tidak normal
Apa yang terjadi di Melawi, Kalimantan Barat, tentu menghentak nurani kita semua.
Brigadir Petrus Bakus, aparat kepolisian yang sejatinya melindungi dan melayani masyarakat, justru menjadi monster mengerikan karena menghabisi buah hatinya yang masih balita.
'Menghabisi' memiliki makna benar-benar habis karena tubuh kedua putra putrinya itu terpotong-potong tidak berbentuk.
Penggalian latar belakang pelaku melakukan mutilasi harus diungkap.
Seperti diungkap Gilligan, pelaku mutilasi memiliki kehidupan yang tidak normal di masa lalunya.
Pengalaman buruk yang membekas akan mendorong pelaku melakukan tindakan di luar batas kemanusiaan.
Selain itu, peristiwa ini tentu menjadi pertanyaan kita, bagaimana pelaku bisa menjadi seorang polisi.
Tragedi ini tentu menunjukkan pelaku memiliki kejiwaan yang abnormal.
Atas kejadian ini pula, Polri harus membenahi sistem rekrutmen untuk menghindari kejadian ini agar tidak terulang di kemudian hari.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tentu mengutuk tindakan biadab yang dilakukan oknum polisi tersebut.
Selain mencoreng korps Bhayangkara, tindakan itu menodai nurani kemanusiaan pada umumnya.
Pelaku yang seharusnya bertanggung jawab dalam pengasuhan dan perlindungan anak justru menjadi pelaku pembunuhan dengan sangat kejam.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas perlindungan anak, KPAI mendesak pelaku dihukum mati.
Berdasarkan UU Perlindungan Anak, pelaku kejahatan anak yang memiliki keterkaitan keluarga dengan korban, hukumannya diperberat dari ketentuan yang telah diatur undang-undang.
Hukuman mati terhadap pelaku mutilasi sudah dilakukan sejumlah negara.
Dan, tentunya Indonesia bisa menduplikasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kita yang tidak menolak vonis hukuman mati.
Kita bisa melihat pengadilan Tokyo yang memvonis mati Miyazaki, pelaku mutilasi dan pemakan daging korbannya yang masih anak-anak.
Pria pengidap multiple personality disorder atau schizophrenic itu mengatakan, di tengah-tengah persidangan yang dijalaninya pada awal 1990, empat anak yang dimutilasi merupakan rat-man tokoh kartun rekaannya.
Dalam proses persidangan, terungkap bahwa pelaku sejak kecil terbiasa dengan komik, animasi, dan video yang sarat dengan kekerasan dan pornografi.
Bahkan disebutkan, pelaku memiliki koleksi 6.000 komik, video, dan animasi tersebut.
Kesehatan jiwa
Di Kolombia pun demikian.
Pembantaian yang dilakukan Pedro Alonso Lopez merupakan salah satu yang terkeji sepanjang sejarah modern.
Lelaki yang dijuluki Monster of Andes itu mencincang lebih 300 remaja perempuan.
Tidak hanya di Kolombia, dia juga melakukan di Peru dan Ekuador selama 1970-1980.
Dia pun dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan setempat.
Di dalam negeri, kita tidak lupa dengan Very Idham Henyansyah.
Terungkapnya kasus pembunuhan berantai kembali membuka mata kita akan ancaman pembunuh sadis.
Paras Ryan yang kalem ternyata menyimpan misteri.
Bagaimana bisa seorang sosok yang ramah itu menjadi seorang serial killer?
Apa yang menyebabkan seseorang bisa menjadi pembunuh keji masih perlu ditelusuri lebih jauh.
Banyaknya kasus yang terjadi, dengan motif yang berbeda-beda, merupakan 'peringatan' bagi kita semua untuk selalu waspada.
Hal ini tidak lepas karena masyarakat tidak akan menyangka seseorang berubah menjadi penjagal yang menyeramkan.
Brigadir Petrus Bakus yang seharusnya menjadi ayah kini melakukan kekejaman yang tak terduga.
'Peringatan' ini layak disosialisasikan ke tengah masyarakat kita. Edukasi tentang kesehatan jiwa menjadi penting.
Di tengah kehidupan yang semuanya serbadiukur dengan materialisme, kita tidak boleh kehilangan arah.
Buat apa memiliki kemewahan materi, tetapi spiritualitas kering kerontang?
Keluarga sebagai pranata sosial terkecil menjadi kunci penting bagi individu.
Dari keluarga yang harmonis, akan lahir individu manusia yang sehat, baik jasmani maupun rohani.
Sebaliknya, keluarga yang berantakan dan tidak ada komunikasi baik melahirkan individu yang berantakan pula dari sisi jasmani atau rohani.
KPAI mendesak seluruh pihak untuk bahu-membahu bekerja sama menciptakan keluarga yang penuh dengan cinta kasih dan kehangatan.
Kita tentu mengenal baik pemeo yang mengatakan baiti jannati atau home sweet home, karena artinya memang demikian, keluarga adalah surga yang manis yang akan membentuk dan menentukan seperti apa kehidupan masa depan seorang manusia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved